Semua Bab Silakan Menikah Lagi, Mas!: Bab 31 - Bab 40

106 Bab

Bagian 31. Kedatangan Dua Pria

Nizam terdiam cukup lama, hingga akhirnya berucap, “Ya. Karena dia, Mbak celaka. Karena dia, aku kehilangan sosok Mbak yang dulu ceria dan sekarang jadi kurus menderita. Mbak, cukup! Mulai sekarang, kita akhiri hubungan kita sama dia.” “Baiklah. Tapi Mbak ingin pisah secara baik-baik. Jangan membuat ulah sama dia, ya, Zam. Mbak mohon. Karena dia itu berbahaya. Mbak takut kamu malah celaka. Kalau dia datang, biarkan saja. Toh kita akan pergi dari kota ini.” Nizam mengangguk. Mau tidak mau, ucapan Asti membuatku takut. Belum lagi Mas Aqsal yang sering mengancam mencelakai adikku itu. Entah bagaimana Mas Aqsal di luar sana atau bagaimana masa lalunya, yang pasti semua itu harus dibuat kewaspadaan. Penyakit kelamin? Apa Mas Aqsal menderita penyakit berbahaya itu? Semua memang belum pasti kebenarannya sebelum keluar pernyataan resmi dari yang bersangkutan. Jika berita masih simpang siur, itu tidak bisa dipercaya. Lalu aku yang pernah disentuhnya bagaimana? Apa ikut tertular? Ah, semoga
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-07-18
Baca selengkapnya

Bagian 32. Pengakuan Arjuna

Aku bergeming saat pria yang masih menggunakan jas itu melotot dan berjalan ke arahku. Tidak ada keinginan untuk membela diri atau menjelaskan kalau yang dilakukan Arjuna tadi hanya pertolongan, bukan hal yang perlu dibuat berlebihan.Mataku berkaca-kaca saat melihatnya. Awalnya, aku berniat meminta maaf jika bertemu dengannya. Namun, bayangan ketika dia justru pergi mengejar Dinda sementara aku terkapar kesakitan, malah ditinggalkan. Itu membuat hatiku beku. Aku tidak se-berguna itu untuknya.Kenapa juga Mas Aqsal dan Arjuna datang di saat bersamaan? Sungguh menyebalkan.Aku memalingkan wajah saat pria itu terus menatapku yang kutahu dari ekor mata.“Gimana keadaanmu?” tanya Mas Aqsal dengan nada dingin.Aku hanya mengangguk, lalu menunduk. Aku mengharap kedatangannya, tetapi setelah dia datang ternyata rasanya justru sesak.“Gimana nggak baik, kalau di sampingnya ada pria lain selain suaminya yang rela menolong naik ranjang dan mengambilkan apa yang dibutuhkan kapan saja. Luar biasa
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-07-19
Baca selengkapnya

Bagian 33. Siapa yang Melunasi?

Tangisku kian pecah hingga bersuara. Aku tidak peduli siapa yang telah menggotongku sampai tubuhku kini mendarat di ranjang. Pun tidak peduli terlihat begitu memprihatinkan seperti ini. Aku sudah lelah berpura-pura tegar. Sesekali menunjukkan sisi lemah tidak ada salahnya bukan?Meski tubuhku sudah aman di atas ranjang pasien, orang yang mengangkatku belum melepaskan dekapan. Aku bisa merasa pucuk kepalaku semacam disentuh atau mungkin dicium sekilas. Entah.Aku masih terpejam. Kalau membuka mata, jika yang melakukan ini Arjuna, aku takut Mas Aqsal akan berang saat melihatnya. Namun, bila Mas Aqsal yang melakukannya, ketika mata kubuka, aku takut disuguhi wajah bengis dan dinginnya. Bukan tidak mungkin dia akan bertindak buruk.Pelan, kurasakan orang ini melepas pelukan, tetapi masih bisa kurasakan keberadaannya sangat dekat denganku sebab detakan jantungnya masih kudengar jelas. Mungkin, dadanya ada tepat di depanku.Kucoba membuka mata, benar saja. Sebuah tubuh tegap yang berbalut k
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-07-20
Baca selengkapnya

Bagian 34. Orangnya Seperti Apa?

“Pulang sama siapa?” Suara pria itu kembali terdengar. Begitu kulihat, ternyata dia Arjuna.“Pak, saya mohon sudah. Saya tidak mau terjadi salah paham lagi.” Suaraku melemah.“Dia ini siapa, Mbak?” tanya Nizam.“Kenalkan, Dek. Saya Arjuna, teman kakak kamu.” Arjuna mengulurkan tangan.Nizam menerima uluran tangan itu dan menciumnya takzim. Arjuna membelai rambut adikku itu sambil tersenyum.“Pemuda luar biasa.”“Saya permisi.” Aku langsung pamit setelah pintu lift terbuka.Bukannya berhenti mengikuti, Arjuna malah ikut masuk. Sementara Ustaz Sauqi dari tadi hanya diam. Dalam lift, diisi empat orang dan hanya aku satu-satunya wanita.“Pulang sama siapa, Dek?” Arjuna mengulang pertanyaan yang aku abaikan.“Sama temannya mbak saya, Mas,” jawab Nizam.“Mau saya antar?”“Terima kasih, tidak perlu.”Syukurlah Nizam menolak.Kalau boleh jujur, aku tambah tidak suka dengan Arjuna setelah dia menyatakan suka. Menurutku, dia itu pria seenaknya yang tidak bisa menempatkan diri. Jelas-jelas aku s
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-07-21
Baca selengkapnya

Bagian 35. Pria itu

“Orangnya sopan-sopan, sih, Mbak. Mereka tanya apa benar orang yang fotonya ada di ponselnya itu benar tinggal di sekitar sini. Aku lihat itu foto Mbak Niha dan aku jawab iya. Lalu mereka pergi setelah ngucapin terima kasih.” Perasaanku mulai tidak enak. Keberadaanku di sini sepertinya sudah tidak lagi aman. Bisa jadi itu orang suruhan Mas Aqsal atau suruhan Dinda, atau bahkan Arjuna yang berniat buruk kepadaku. “Oh, ya, sudah. Makasih, ya, Bu, informasinya. Saya permisi dulu mau lanjutin jalan-jalan,” pamitku. Ibu itu mengangguk. Aku pun berjalan tergesa untuk kembali ke kos-kosan. Setelah Nizam pulang nanti, akan kuajak segera pindah dari sini. “Niha, tunggu!” teriak seseorang dari belakang sebelum aku sampai. Kukencangkan lari. Namun, suara sepatu yang beradu dengan aspal terdengar nyaring di telinga. Aku menebak orang itu sedang mengejarku. “Berhenti! Jangan menghindar lagi dariku!” Sebuah tangan mencekal pergelangan tanganku. “Lepas!” bentakku, sambil berusaha melepaskan di
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-07-22
Baca selengkapnya

Bagian 36. Gunting dalam Lipatan

Kakiku terpaku. Sekadar digerakkan pun entah mengapa rasanya sangat sulit. Nizam menggenggam telapak tangan ini erat. Pemandangan di hadapanku itu cukup membuat syok. Sahabat yang selama ini menemani, ternyata di sisi lain mengkhianati. Di depan memeluk, ternyata di belakang menu*uk. Dia dan pria yang bersama sahabatku itu mungkin–keduanya telah bersekongkol di belakangku. Bersekongkol menghancurkanku. Pria yang sedang bersama Asti itu, yang sedang saling tatap dan melempar senyum dengan sahabatku itu adalah ... Mas Aqsal. Suamiku. Suami yang selama ini kukenal kejam, ternyata lebih mengerikan dari sebilah pisau tajam. Suami yang di hadapanku, yang bersamaku bersikap bengis, dengan orang lain, dengan Asti justru bersikap manis. Sahabatku, Asti. Bisa dibilang dia cerminku, yang mana apa yang ada dalam diriku, dia tahu semua. Celah keburukan dalam diriku apa pun itu akan terlihat olehnya. Sahabatku, Asti. Dia selalu ada untukku. Namun, ternyata mungkin ada maksud tersembunyi. Dia se
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-07-23
Baca selengkapnya

Bagian 37. Berhenti Tidak?

Suara itu, suara Asti.Tanggul pertahanan yang sejak tadi kubangun, akhirnya jebol juga. Air mata ini berhamburan terjun bebas di pipi. Pasukan air mata ini seolah-olah ikut merasakan dahsyatnya perang batin yang kurasa.Maaf. Satu kata yang punya banyak makna. Maaf. Bisa saja berarti orang yang dulu mengaku sahabatku ini berbuat licik di belakangku entah sejak kapan.Lalu siapa sekretaris Mas Aqsal itu? Apa mereka ada hubungan? Siapa Dinda? Apa Dinda dan Mas Aqsal betul-betul menikah? Apa mereka wayang yang pemerannya atas perintah Asti? Masih banyak yang belum aku tahu. Aku terlalu bodoh untuk memahami semua ini.Jika bertanya untuk menjawab semua rasa penasaran itu, kepada siapa? Untuk saat ini, tidak ada yang bisa kupercaya.“Maaf, Ti? Katakan padaku maaf untuk apa? Lalu sejak kapan kamu bersalah kepadaku?” tanyaku balik, tak kalah lirih.“Kekerasan Mas Aqsal yang dilayangkan kepadaku, lalu dia benar-benar menikah lagi. Apa itu semua kamu ikut andil di dalamnya?” Aku kembali berta
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-07-24
Baca selengkapnya

Bagian 38. Ambil Tali

Tidak. Aku tidak boleh melunak. Mungkin itu hanya akting Mas Aqsal saja pura-pura tertabrak lalu jatuh. Lagian, di sana ada Asti yang akan membantunya.Mungkin, terkesan aku ini jahat. Namun, aku juga lelah dijahati terus-terusan. Mas Aqsal pernah mengabaikanku, sekarang aku akan melakukan hal yang sama. Balas dendam? Mungkin. Sebab hatiku sudah kebas dengan perilakunya.“Sudah, Bu. Berhenti di sini saja,” ujarku setelah sampai di jalan raya.Aku turun, lalu membuka tas dan menyerahkan uang dua puluh ribu kepada ibu itu. Aku rasa ini sudah cukup karena jaraknya tidak jauh.“Terima kasih banyak karena sudah memberikan tumpangan ke saya, Bu.”“Nggak usah, Mbak. Kebetulan saya juga arah ke sini.” Ibu itu menolaknya. Aku paksa, akhirnya beliau menerima.“Sekali lagi terima kasih. Bantuan Ibu sangat berarti buat saya. Semoga Allah membalas kebaikan Ibu dengan hal yang lebih indah.”“Aamiin. Saya jalan dulu. Assalamualaikum.”“Waalaikumussalam.” Ibu itu berlalu setelah kujawab salamnya.Aku
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-07-25
Baca selengkapnya

Bagian 39. Siapa Lagi?

Mataku membola. “Apa? Bukannya Mas Aqsal habis kecelakaan? Kenapa bisa datang?”“Aku nggak tahu, Mbak. Udah, jangan banyak tanya. Ayo bawa yang penting saja.”Apa, sih, maunya mereka?Kuikuti instruksi Nizam. Dompet dan beberapa baju kumasukkan ke dalam tas, lalu kami keluar melalui pintu belakang.Kos-kosan ini bentuknya memanjang. Kamar mandi terletak di dalam. Belakang kos-kosan masih ada sedikit lahan kecil yang biasanya digunakan untuk menjemur baju. Di sampingnya sebelum tembok tinggi, ada jalan kecil. Kami berjalan melewati jalan tersebut. Tiba di kos-kosan paling ujung, belakang rumahnya ditutup asbes. Kami kebingungan bagaimana cara agar sampai di jalan depan.“Gimana ini, Zam?” Aku mulai diserang kebingungan.“Kita ketuk pemilik kos-kosan aja kali, ya. Kita izin buat lewat bentar.”Aku mengangguk dengan idenya. Pintu belakang yang terbuat dari seng itu kuketuk. Namun, tidak ada tanggapan.“Kayaknya nggak ada orang, deh, Mbak.”“Cari jalan lain coba.”Nizam berjalan ke sana k
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-07-26
Baca selengkapnya

Bagian 40. Membuka Aib

Mobil itu berhenti. Kaca depan yang terbuka, menampakkan seorang pria.“Kalian mau ke mana?” Pria yang berada di kursi kemudi itu bertanya.“Mau balik ke pondok, Ustaz,” jawab Nizam.“Kenapa jalan kaki? Ayo masuk, barengan.”Nizam melihatku, mungkin sedang meminta pendapat. Aku mengangguk. Tidak apalah menumpang. Lagi pula, rasa nyerinya sudah tidak tertahan lagi.Nizam membuka pintu depan, aku pintu belakang.Mobil melaju. Aku menyenderkan kepala di kursi, lantas terpejam. Dadaku bekas jahitan terasa makin berdenyut sakit.“Ustaz dari mana tadi?” tanya Nizam.“Servis mobil abah. Kebetulan pas mau balik ke pondok. Kamu dari mana mau ke mana?”“Dari kos-kosan mau ke pesantren.”“Oh.”Inilah yang kusuka dari Ustaz Sauqi. Dia tidak terlalu kepo. Bertanya pun hanya sekadar.Dua pria itu mengobrolkan banyak hal tentang pelajaran dan pesantren.Aku bersyukur, ternyata Ustaz Sauqi yang tadi memanggil kami. Entah kebetulan melintas atau mungkin memang sengaja dikirim Allah untuk menolong.“Se
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-07-27
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
11
DMCA.com Protection Status