Home / Pernikahan / Jadi Miskin Di Hadapan Mertua / Chapter 241 - Chapter 250

All Chapters of Jadi Miskin Di Hadapan Mertua: Chapter 241 - Chapter 250

403 Chapters

CERITA SEBESEK KUE RANGIN!

Sebesek Kue Rangin!"Setidaknya aku sedikit lega mendengar ucapan ini darimu, Fahmi. Aku akan mengatakan pada istriku dan aku akan menemui Laras bersamanya. Siapa tahu Dinda bisa menjelaskan dengan perlahan, dia cukup ahli untuk melobi dan melunakkan hati wanita," kata Hasan."Itu ide yang bagus. Karena jika kita yang menjelaskannya maka kita tak akan mengerti perasaan wanita. Bukankah wanita itu sulit di mengerti. Hahaha," ujar Fahmi."Benar apa katamu! Apakah ini tandanya kau sudah menaklukkan hati Ifah?" tanya Hasan."Em...""Dengan jawabanmu yang mengambang seperti itu, rasanya kau masih ragu ya?" tanya Hasan. Fahmi terlihat menghela nafasnya panjang. "Bukannya ragu, tapi ada sesuatu hal yang membuatku berpikir ulang untuk mendekati Ifah, San. Bukan karena dia tak cantik atau karena nasab dan sebagainya. Bukan karena itu, namun aku lebih memiliki masalah kepada diriku sendiri. Apakah pantas aku mendapatkannya? Bisakah aku menafkahinya? Dapatkah dia menerima keluargaku? Mengingat
Read more

SUARA TAMPARAN TANGAN PAK HENDI!

SUARA TAMPARAN TANGAN PAK HENDI!"Loh, kok banyak sekali, Mas?" tanya Dinda."Taruh besek kita ke rumah Pak Hendi, Dek!" perintah Hasan."TIDAK!" teriak Bu Nafis nampak keluar dari dalam kamarnya. Dia mencegah Hasan untuk ke rumah pak Hendi."Kenapa sih, Bu?" tanya Hasan."Ibu sebenarnya ingin masalah ini cepat selesai atau tidak?" tanyanya lagi."Atau diam- diam Ibu sudah berhubungan dengan Pak Hendi lagi di belakang Hasan? Kalau memang Ibu begitu ya sudah, lanjutkan semau Ibu! Tapi ingat kalau ada apa- apa silakan Ibu selesaikan semuanya sendiri. Hasan tak ingin ikut campur lagi," ancam Hasan."Dek cepat kau ke belakang! Tata makanan itu dalam wadah yang pantas. Aku akan ke rumah Pak Hendi setelah sholat," perintah Hasan lagi.Dinda pun melangkahkan kakinya di dapur. Dia meneguk ludanya kasar. Baru semam dia di sini, peperangan itu sudah terjadi lagi. DInda mengelus perutnya perlahan, sambil berkali kali istigfar."Hasan kau akan datang ke sana untuk mengatakan apa? Kau lupa? Kita
Read more

INI BUKAN TENTANG PASANGAN TAPI SEMUA DEMI HATI ANAK PEREMPUAN!

INI BUKAN TENTANG PASANGAN TAPI SEMUA DEMI HATI ANAK PEREMPUAN!"Pak Hendi," tegur Dinda."Assalamualaikum," sambung Dinda."Mbak! Tolong kakakku," pinta Safira berlari ke arah Dinda.Dinda menelan ludahnya kasar, dia juga ragu ingin melangkah karena wajah Pak Hendi memerah. Dia sangat takut kandungannya kenapa- kenapa. Namun tak mengurungkan niat Dinda untuk tetap menolong anak Pak Hendi. Laras yang terlihat pipinya sudah memerah seperti tomat."Istighfar Pak Hendi! Istighfar!" perintah Dinda."Bapak jangan marah- marah, meskipun anak ini Bapak bunuh sekali pun tak akan bisa mengembalikan keadaan. Bukankah darah itu lebih kental dari pada air? Apalagi ini adalah anak kandung pak Hendi sendiri," jelas Dinda."Lagi pula ketika panjenengan nanti tua yang merawat itu anak, Pak Hendi! Apalagi Pak Hendi ini sudah tak memiliki istri. Wajar jika umur seperti Laras ini masih emosi, masih labil, bukankah dulu kita juga begitu, Pak?" tanya Dinda sambil terus mencoba merayu Pak Hendi.Pak Hend
Read more

PERCAKAPAN DUA LELAKI DEWASA!

PERCAKAPAN DUA LELAKI DEWASA!"Maaf jika pertanyaan saya terkesan tak tahu adat dan kurang ajar, setelah Pak Hendi mengalami kekacauan ini dengan an Bapak. Namun, saya mohon pikirkan lagi. Ini bukan tentang Pak Hendi ataupun Ibu saya, Tidak! Ini semua tentang Laras dan Safira, ke dua anak perempuan Pak Hendi," jelas Hasan."Hasan," panggil Pak Hendi."Ya?""Harus bagaimana aku bersikap? Kau lelaki dan aku lelaki. Kita sama- sama lelaki, kau tentu mengerti maksudku kan?" tanya Pak Hendi lagi.Hasan menghela nafasnya panjang. Dia memandang ke depan, bukannya tak ingin mengatakan semua ini. Jujur saja, saat suasana seperti ini dia kembali teringan tentang almarhum Abahnya. Dulu sang Abah sering kali mengajak Hasan untuk berdiskusi hal- hal seperti ini di luar rumah sambil menikmati semilir angin malam. Sekarang tak ada lagi, Abah meninggalkan Hasan tanpa pegangan yang teguh di pondasinya. Membuat Hasan kelimpungan sendiri. Sebenarnya saat ini kesempatan bagi Hasan jika dia berniat untuk
Read more

JANGAN JADI PAHLAWAN KESIANGAN, MAS!

JANGAN JADI PAHLAWAN KESIANGAN MAS!"Mas," panggil Dinda."Kenapa?""Aku curiga bahwa Laras dan Safira yang selama ini meneror kita," ujar Dinda."Kenapa kau bisa berpikir begitu?" tanya Hasan."Aku menemukan beberapa benda yang menurutku cukup mencurigakan berada di kamar Laras, Mas. Benda itu rasanya tak wajar ada di sana," jawab Dinda dengan mimik muka bersungguh- sungguh."Benarkah? Benda apa yang kau maksud? Barang macam apa yang kau temukan itu, Dek? Kenapa barang itu bisa membuatmu mencurigai Laras? Sampai kau juga bisa menyimpulkan bahwa laras adalah bagian dari peneror itu?" tanya Hasan beruntun."Mas, saat Dinda tadi menccoba meenangkan Laras, kamar anak itu sangat berantakan sekali. Bukan berantakan karena tak di rawat, namun sepertinya Laras baru mengamuk daan mengacaj- ngacak kamarnya itu. Lalu saat aku membersihkan pecahan kaca dan menyapu, di bagian bawah meja belajar Laras, aku tak sengaja menemukan seperti sobekan bekas mukena lama yang tak di pakai begitu, Mas," jawa
Read more

AJAKAN LARAS!

AJAKAN LARAS!"Bu! Ibu! Bu! Hasan ingin berbicara pada ibu," teriak Hasan. Bu Nafis pun membukakan pintu kamarnya. Nampak Ibunya masih menggunakan mukena putih."Apa maksud ibu mengatakan seperti itu pada Mas Zain? Apa Ibu ingin mengaduku dengan kakak kandung sendiri, Bu?" tanya Hasan.Bu Nafis pun langsung menangis sesegukan. Hasan pun langsung bingung padaal dia belum mengatakan atau menanyakan hal apapun pada Ibunya itu. Namun Bu Nafis langsung menangis sesegukan. Dia sampai tak bisa berkata- kata lagi. Hasan sampai bingung, sebagai seorang anak dia tak bisa membedakan mana saat ibunya benar- benar serius menangis karena sakit hati atau sedih dan mana jika ibunya sedang bersandiwara. Jadi lebih baik Hasan segera menyingkir, karna takut akan tersulut emosi juga menghadapi Ibunya yang penuh drama."Sudahlah, Bu! Hasan lelah, terserah Ibu saja sudah. Atur bagaimana baiknya saja," kata Hasan sambil meninggalkan Bu Nafis yang masih berdiri di ambang pintu.Hasan pun segera ke kamar da
Read more

SEBUAH PENGAKUAN!

SEBUAH PENGAKUAN!"Siapa, Din?" teriak Bu Nafis."Ada Dek Laras, Bu," sahutnya. Tanpa butuh waktu lama lagi Bu Nafis segera keluar. Dia melihat Laras berada di depan pintu."Eh Laras! Masuk, Nak! Cari siapa?" tanya Bu Nafis berusaha untuk seramah mungkin."Tidak usah! Laras hanya ada urusan dengan Mbak Dinda," jawab Laras."Mbak Dinda ada waktu? Bisa kita pergi keluar sebentar?" tanya Laras.Dinda terdiam sambil memandang wajah Laras penuh arti. Kemudian beralih ke wajah mertuanya yang nampak kaget dengan perkataan gadis itu. Dinda meneguk ludahnya kasar. Dia menghela nafas panjang, dia tak mau membuat gadis itu kecewa."Baiklah kita beli jajan di warung depan aja yuk! Mau?" tanya Dinda. Laras menganggukkan kepalan."Sebentar ya, Dek! Mbak Dinda ambil jilbab dulu, kita ke warungnya Mbok Jum di depan ya beli rujak petis dan es dawet, segar sekali kayaknya. Mbak Dinda traktir deh," ujar Dinda."Sini masuk dulu," ajak Dinda. Laras hanya mengang
Read more

USAPAN LEMBUT DINDA UNTUK LARAS!

USAPAN LEMBUT DINDA UNTUK LARAS!"Mbak selama ini Laras yang meneror keluarga Mas Hasan. Laras lah yang selalu membuat keluarga kalian ketakutan, Laras lah pelakunya," kata Laras dengan nada suara yang bergetar."Astagfirulloh," gumam Dinda.Meskipun sebenarnya Dinda sudah menduganya semenjak dia menyapu lantai kamar Laras dan menemukan beberapa bukti bahwa Laras peneror itu semalam, namun rasanya dia masih kaget saja saat gadis itu langsung mengatakannya langsung padanya. Dinda menghela nafasnya panjang meski jantungnya sekarang lumayan berdegub keras. Dinda mencoba berusaha menguasai keadaan dengan baik agar tak membuat Laras kagok. Dia masih ingin melanjutkan dan mendengarkan perkataan dan pengakuan Laras. Dinda pun mengelus tangan Laras perlahan."Maafkanlah Laras, Mbak. Maafkan aku," ujar Laras mulai menitikkan air matanya. Dia menghela nafasnya panjang."Laras melakukan itu semua bukan tanpa alasan, Mbak. Laras sangat sakit hati dengan semua perlakuan
Read more

TIDAK UNTUK MENIKAH!

TIDAK UNTUK MENIKAH!"Sekarang yang penting, jangan kau ulangi lagi semua perbuatanmu itu, karena Mbak Dinda tidak jamin kau akan aman selamanya. Tetapi, setidaknya setelah kau berhenti melakukan teror itu semoga saja Mas Hasan ataupun Bu Nafis bahkan Ifah bisa melupakan semua kejadian ini dan mereka tidak mengungkit- ngungkit tentang teror itu. Bahkan Mbak Dinda berdoa semoga mereka tidak bisa menemukan celah atau petunjuk yang membuktikan bahwa pelaku peneror itu adalah dirimu," sambungnya."Lalu aku harus bagaimana, Mbak?" tanya Laras sedikit ketakutan mendengarkan ucapan dari Dinda.Dinda pun menghela nafasnya panjang. Sepersekian detik dia terdiam karena mencoba mencerna apa yang sebenarnya sedang terjadi sampai menemukan jawaban yang tepat untuk Laras. Dinda menata wajah Laras mendalam, dia mencari cara untuk menghadapi anak itu. Rasanya dia juga tak ingin menakut-nakuti Laras, namun dia juga ingin sedikit memberi pelajaran pada Laras agar tak mengulanginya lagi."Mbak Dinda bi
Read more

JANGAN MEMBUAT LELAKI SAKIT HATI! BAHAYA!

JANGAN MEMBUAT LELAKI SAKIT HATI! BAHAYA!"Entahlah, Mas! Rasanya Ifah belum siap untuk melanjutkan ke jenjang selanjutnya, bukan karena Ifah tak sayang namun Ifah benar- benar belum ingin menikah muda, Mas. Karena terlalu banyak hal yang ingin aku lakukan dan rasanya Ifah tak mau hal itu sia- sia, menghabiskan waktu muda dengan mengasuh Ibu Mas dan menikah terdengar ribet," kata Ifah."Siapa yang sedang bertelepon dengan Ifah ya?" tanya Dinda dalam hati."Ya sudah kalau begitu, Mas. Silahkan Mas cari yang lain saja, assalamualaikum," kata Ifah sambil segera mematikan teleponnyaTerdengar Ifah mengeluh nafas panjang sambil mengusap ujung matanya. Sepertinya adik iparnya itu sedang tidak baik- baik saja. Terlihat dari sikap dan tingkahnya dari belakang. Memang wanita itu pandai menyembunyikan perasaan, mereka mengatakan baik- baik saja di mulut padahal hatinya terluka. Saat Ifah menengok ke belakang, dia terkejut karena melihat kakak Iparnya sudah ada di belakangnya."Astagfirullah Mb
Read more
PREV
1
...
2324252627
...
41
DMCA.com Protection Status