Home / Pernikahan / Madu Wasiat Adik Iparku / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of Madu Wasiat Adik Iparku: Chapter 41 - Chapter 50

75 Chapters

Bab 41: Kejutan

***“Kamu nggak apa-apa, Ra?” tanya Sabrina saat kami sudah kembali masuk ke dalam.Bohong jika aku berkata tidak. Rasa sakit akibat tamparan yang diberikan mas Rafa saja masih terasa, ditambah tuduhan bertubi-tubinya itu. Semua masih jelas terasa di hatiku. Membuatku harus mengucap istighfar berkali-kali.“Sakit, Sab. Apa yang harus aku lakukan ya?”“Kamu mau cerai, Ra?”Sejujurnya iya, karena aku sudah tak tahan lagi. Tidak ada kecocokan lagi antara aku dan mas Rafa. Lelaki itu benar-benar telah tertutup akal sehatnya. Bisanya hanya menyalahkanku saja.“Entahlah, Sab. Aku bingung dengan semua ini. Kenapa mas Rafa jadi seperti ini ya? Dia seperti orang lain,”Sabrina menghela napas dengan berat. “Sabar Ra, mungkin kamu dan suamimu itu memang tidak ditakdirkan untuk bersama selamanya,” ucapnya.“Hem, tapi ada yang sempat membuatku tertegun untuk beberapa saat tadi,” ucapku.“Apa itu?” tanya Sabrina.“Mas Rafa bilang dia ingin meminta maaf,”“Alah! Nyatanya dia datang ke sini hanya unt
Read more

Bab 42: Fitnah

***“Ibu mau ke mana?” tanya Naura saat aku bersiap untuk pergi menemui Andin. Kebetulan hari ini adalah hari minggu, Naura tidak sekolah.Aku tahu percuma bertemu dengan maduku itu, tapi aku hanya ingin tahu apa yang akan dia lakukan. Pelajaran seperti apa yang wanita itu maksud.“Ibu akan bertemu dengan tante Andin sebentar. Nau tunggu di toko nggak apa-apa?”Naura menggelengkan kepalanya. “Nggak apa-apa, Bu. Ada mbak juga di sana, kan?” tanyanya.Mbak yang Naura maksud adalah karyawanku yang mulai dekat dengannya. “Iya Sayang. Ibu antar ke toko ya. Nanti Ibu usahaka pulang cepat!” ujarku.“Iya Bu,” balas Naura.Kami keluar dari rumah setelah itu. Aku menggandeng tangan Naura. Mambukakan pintu mobil untuknya. “Jangan lupa kenakan sabuk pengaman, Nak!” pintaku yang segera Naura laksanakan.Baru saja aku hendak ikut masuk ke dalam mobil, tapi tiba-tiba tetanggaku menghampiri. “Eh Mbak, kamu tetangga baru itu kan?” tanyanya dengan ekspresi wajah yang sedikit mengesalkan kalau aku boleh
Read more

Bab 43: Pelakor Itu Bukan Diriku

***Sesampainya di toko langsung saja aku titipkan Naura pada Sinta dan satu karyawanku yang lain. Untungnya Naura benar-benar menjelma menjadi anak yang manis. Dia tak keberatan meskipun kutinggal pergi.“Nau, jangan nakal ya. Ibu hanya pergi sebentar,” pesanku pada Naura.“Iya Bu,” balas putri semata wayangku itu.Lantas aku pun berpamitan pada yang lain. Lalu pergi dengan mengendarai mobilku sendiri. Saat sedang fokus berkendara, sebuah pesan masuk ke dalam ponselku. Nama Andin tertera di layarnya.Kubuka pesan tersebut sambil sesekali fokus pada jalan raya.“Kafe teratai?” Andin mengajakku bertemu di kafe teratai. Namun, aku tak tahu di mana tempat itu. Beruntung Andin cepat mengirimiku pesan lagi, berupa alamat kafe tersebut. Segera aku mengarahkan mobilku ke sana.“Loh, ini bukannya dekat dengan kantor Andin sendiri?” tanyaku setelah berkendara sekitar Lima Belas menit. Kantor Andin artinya kantor mas Arlan juga. Tak menutup kemungkinan aku akan bertemu dengan pria itu di sekita
Read more

Bab 44: Habis Pedih Terbitlah Tawa

***“Ndin,” geramku memberinya peringatan. Namun, wanita itu tersenyum senang dibalik mata yang terus saja meneteskan airnya. Apa sekarang aku salah jika ingin menyiksa Andin dengan foto-foto yang Sabrina berikan? Dia jahat sekali karena memfitnahku di depan orang banyak seperti ini.“Kenapa, Mbak? Apa nggak ada lelaki lain selain suamiku? Rumah tangga kami hancur gara-gara kehadiranmu. Tolong jangan ganggu suamiku, Mbak,” Wanita itu semakin gila saja.“Wahhh! Percuma si mbaknya pakai jilbab gitu kalau jadi simpanan suami orang. Sadar mbak, jangan jadi perusak!” komentar wanita yang mejanya tepat berada di sebelah kami. Kafe memang cukup ramai sebab orang-orang kantor sedang sarapan di sini.Aku menggigit bibirku. Bagaimana ini? Rasanya percuma saja meksipun aku membela diri. Semua orang telah teracuni oleh mulut kotor Andin.“Iya, Mbak. Kasihan bini orang. Mana lagi hamil gitu!” ujar yang lainnya. Aku terpojok. Rupanya pelajaran seperti ini yang ingin Andin berikan. Kupandangi sekali
Read more

Bab 45: Katanya Masih Cinta

***“Mas Arlan nggak apa-apa kan kalau kami pindah?” tanyaku melanjutkan obrolan.“Kalau niatmu sudah bulat aku bisa apa? Tapi tolong kabari aku kapan kalian ingin pindah. Aku akan membantu,”“Tolong jangan menolak bantuanku, Ra!” ujar lelaki itu cepat, seolah tahu aku akan menolaknya.“Baiklah Mas, terima kasih kalau begitu,” ucapku setuju.“Sama-sama. Oya, madumu itu orang kantorku, kan?” tanya Mas Arlan tiba-tiba. Ahh, aku memang belum menceritakan secara keseluruhan seperti apa kehidupan seorang Andin. Aku pun mengangguk sebagai jawaban. “Dia yang Sabrina buntuti selama ini, Mas,” ucapku. Sabrina memang sempat izin keluar masuk ke kantor mas Arlan selama ini untuk menyelidiki Andin dan selingkuhannya itu.Mas Arlan mengizinkan dengan syarat jangan sampai mengganggu pekerjaan karyawannya.“Mas nggak kenal kan sama dia?” tanyaku.“Nggak Ra,”Itu wajar sebab mas Arlan dan Andin tidak bekerja di lantai yang sama. Bahkan menurut Sabrina lelaki ini jarang menampakan wajahnya di kantor s
Read more

Bab 46: Debar Untuk Lelaki Lain

***“Jadi benar apa yang Andin katakan? Kamu sedang bersama lelaki yang bukan mahram,” ucap mas Rafa sambil menudingku dengan jari telunjuknya. Entah datang dari mana lelaki itu, akan tetapi tiba-tiba saja dia kini tepat berada di depanku dan mas Arlan.Aku berdiri dari dudukku masih dalam keadaan terkejut. Seketika itu pula pandanganku dan mas Arlan terputus.“Maaf mas jangan asal tuduh. Aku nggak sengaja ketemu mas Arlan.” Aku membela diri.“Zahra benar, kami nggak sengaja bertemu,” Mas Arlan ikut menjelaskan.Namun, mas Rafa tak pernah mau mendengarkan. Lelaki itu menarik pergelangan tanganku, menyeretku dari tempat itu. “Mas!”“Diam kamu Zahra! Ikut aku pulang.”Tidak! Aku tidak mau. Cukup sudah diriku dipermalukan di depan umum hari ini.“Berhenti, Mas! Aku nggak mau. Aku mau ke toko. Naura di sana menungguku!”“Berani membantah?” bentak lelaki itu. Aku terus menggeleng. Mas Rafa benar-benar kasar.Lalu tanpa kuduga mas Arlan berdiri dari duduknya. Sebuah tinju melayang ke wajah
Read more

Bab 47: Satu Nyonya

***Andin terlihat marah saat aku dan Naura memasuki rumah. Sengaja kulewati dirinya tanpa menyapa. Wajar bila aku mengabaikannya. Kelakuannya pagi tadi masih membuatku sakit hati. Namun, yang membuat diri ini terheran-heran adalah sikap mas Rafa. Lelaki itu tak menyapa Andin dengan mesra seperti biasa. Dia pun hanya melewati Andin tanpa memeluk apalagi menciumnya.“Mbak Zahra!” ujar Andin memanggil namaku saat kaki ini baru saja akan melewati pintu.“Nau, kamu ke kamar duluan ya,” Tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, aku pun meminta Naura untuk masuk ke kamarnya terlebih dahulu. Meskipun terlihat jelas harapan Naura ingin masuk bersamaku, tapi akhirnya dia mengikuti perintah.Gadis kecilku meninggalkan ibunya dengan hati yang was-was. Aku yakinkan dia bahwa semuanya akan baik-baik saja.“Mbak nggak dengar peringatanku ya? Aku bilang menjauh, Mbak! Jangan ganggu rumah tanggaku!” ujar wanita sialan itu.Aku mengembuskan napas dengan berat. Terkadang aku bingung dengan perasaan yang
Read more

Bab 48: Mas Rafa Berubah?

***“Akhirnya selesai juga, Mbak!” ujar Rani kepadaku saat ayam goreng tepung kesukaan Naura siap untuk dihidangkan. Aku mengangguk singkat sebagai jawaban. “Terima kasih ya Ran atas bantuannya,” ucapku.“Justru aku yang harusnya ngucapin makasih sama mbak Zahra. Jarang-jarang loh majikan mau bantuin pembantunya,” kekeh gadis itu.“Nggak perlu sungkan, Ran, kan mbak udah bilang kalau nyonya di rumah ini hanya Andin seorang,”“Ahh, mbak Zahra bisa aja, tapi serius loh mbak! Aku benaran kaget saat mbak memperkenalkan diri sebagai istri pertamanya si Bapak. Aku pikir mbak Zahra bercanda,”Kali ini aku yang terkekeh karena ucapannya. “Ya begitulah,” komentarku seadanya.Rani seakan ingin mengatakan sesuatu yang lain, tapi mulutnya mendadak terkatup rapat dengan mata yang melirik tepat ke belakangku.Ketika aku menoleh, kudapati Andin ada di sana sambil mengelus perut buncitnya.“Kamu kok lama amat masak gulai ikan nilanya, Ran?” tanya Andin dengan eskpresi wajah yang tak enak untuk dipand
Read more

Bab 49: Mas Rafa Tahu Sesuatu?

***Andin terpuruk. Wajahnya pucat saat keluar dari kamarnya untuk makan malam. Dapat aku lihat garis wajah yang biasanya tegas kini mengendur. Wanita itu frustrasi. Iya, siapa memangnya yang tak terkejut melihat perubahan pada diri Mas Rafa? Lelaki yang biasanya bersikap teramat manis pada Andin itu tiba-tiba sangat kasar.Bahkan tak segan menyakiti fisik.Aku menghela napas dengan berat. Tak ingin larut dalam masalah keduanya, kufokuskan perhatianku pada Naura yang duduk tepat di sampingku. Tak peduli pada tanda tanya di mata Andin yang tampak penasaran akan keberadaan mas Rafa.“Di mana suamiku, Ran?” tanyanya kemudian mengudara.Ran tergopoh menghampiri. “Rani nggak tahu, Buk. Nggak sempat lihat,” ucapnya menjawab pertanyaan Andin.Terdengar embusan napas berat dari Andin. Lalu hening. Saat aku mengalihkan pandangan padanya, kulihat dia sedang memperhatikan gulai ikan nila yang katanya diinginkannya itu. Bukannya mengambil piring, mengisinya dengan nasi lalu gulai ikan nila, tapi
Read more

Bab 50: Retak

***Usai menyaksikan keanehan di ruang makan, aku membawa Naura masuk ke kamar. Naura sudah lama terlelap, tapi mataku masih tak menemukan kantuknya. Masih saja terbayang olehku bagaimana suara mas Rafa mengalun lembut menyapa telinga. Tak seperti biasa, lelaki itu bersikap seperti dirinya yang dulu. Penuh perhatian.“Ada apa sebenarnya?” Kuhela napas ini. Bagaimanapun juga sikap mas Rafa membuatku resah. Dia seolah menunjukkan menolak perpisahan yang aku ajukan.Bukan aku teramat menyukai perceraian, hanya saja sudah tidak ada cinta di hati sejak mas Rafa berbagi. Semua hampa. Rumah tangga ini sudah lama retak pondasinya. Mas Rafa teramat telat bila ingin berubah.Sekali lagi aku menghela napas dengan berat. Sebuah notifikasi membuyarkan lamunanku tentang perubahan yang terjadi pada ayah anakku. Kuraih ponsel yang tergeletak di atas nakas. Nama Sabrina menari di layarnya.“Assalamu’alaikum. Ada apa Sab?” tanyaku setelah menggeser tombol hijau di atas layar.“Wa’alaikumsalam. Ra, bisa
Read more
PREV
1
...
345678
DMCA.com Protection Status