Home / Romansa / Unexpected Feeling / Chapter 81 - Chapter 90

All Chapters of Unexpected Feeling : Chapter 81 - Chapter 90

117 Chapters

Diskusi Tanpa Jatah

"Sayang, apa nggak lebih baik kita buka tentang pernikahan ini?" Fajar memulai pembicaraan setelah mereka selesai makan."Kenapa kakak tiba-tiba bicara begitu?" Indira memberikan tatapan penuh selidik "Apa ini ada hubungannya sama Mas Miko? Waktu masalah Lia sama Bu Retno nggak ada pembicaraan kearah sana, kenapa sekarang begini? Kakak cemburu? Lagian ya Mas Miko nggak mungkin suka sama aku, Kak. Aku sudah pernah bilang masih banyak cewek yang lebih baik dari aku jadi...""Miko suka sama kamu," potong Fajar langsung, Indira seketika terdiam dan langsung menggelengkan kepalanya "Andre, bagi pria yang sudah memiliki anak otomatis kebahagiaan anaknya lebih penting dibandingkan diri. Kamu bisa masuk kedalam Andre dan dia menerima kamu dengan senang, menganggap kamu sebagai pengganti ibunya.""Mas Miko bilang sama kakak?" Indira masih tidak percaya dengan ucapan Fajar, anggukan Fajar membuat Indira terdiam "Aku salah berarti ikut sama Mas Miko selama ini? Kakak
Read more

Kenyataan Masa Lalu

"Kenapa lagi dia?" bisik Rudi tepat disamping Indira "Nggak kamu kasih jatah?" Indira seketika membelalakkan matanya mendengar pertanyaan Rudi "Pantas." Rudi menganggukkan kepalanya yang semakin membuat Indira kesal dan langsung memukul lengan Rudi "Aww...sadis juga kamu.""Kenapa sih cowok suka banget mikirnya kearah sana?" Indira masih memberikan tatapan kesal pada Rudi.Rudi mengangkat kedua tangannya keatas, memberikan senyum terbaiknya yang tidak berdampak apapun pada Indira. Tatapan Indira pada Rudi semakin tajam, mengalihkan pandangan kearah lain tampak Fajar yang sibuk dengan laptopnya."Memang kalian kenapa?" tanya Rudi pelan dengan mengalihkan pandangan kearah Indira.Indira mengalihkan pandangannya kearah Fajar, hembusan napasnya terdengar keras "Dia marah aku dekat sama cowok yang jadi partner."Rudi menatap tidak percaya "Benaran?" Indira menganggukkan kepalanya "Wow...luar biasa." Rudi menepuk tangannya keras "Baru kali ini
Read more

Hamil

"Senyumnya nakutin." Indira bergidik ngeri melihat senyum Fajar setelah mereka keluar dari rumah sakit.Fajar mengikuti saran Rudi membawa Indira ke rumah sakit dan hasilnya sesuai dengan apa yang dikatakan Rudi, seketika sikapnya berubah yang membuat Indira menatap takut. Fajar mengulurkan tangannya membelai perut Indira, sedangkan tangan yang lain berada di wajah Indira membelainya lembut, memejamkan matanya menikmati sentuhan yang Fajar berikan."Kak, jangan senyum gitu bikin takut." Indira memberikan tatapan takut pada Fajar "Biasa aja kali.""Aku tokcer dan Miko nggak akan bisa ambil adik dari aku secara ada anak kita disini." Fajar kembali membelai perut Indira lagi dengan senyum yang tidak hilang dari bibirnya.Indira memukul tangan Fajar pelan "Fokus nyetir jangan sampai kenapa-kenapa.""Siap, Sayang." Fajar melepaskan tangannya dari perut Indira setelah membelainya pelan "Adik kaya nggak seneng, kenapa?""Kuliah aku gima
Read more

Ulah Hamil

"Indira muntah mulu, nggak mau makan." Fajar mengatakan dengan ekspresi sedihnya.Fajar bergabung bersama dengan ibunya di ruang keluarga setelah memastikan Indira tidur, semalam setelah Indira mengatakan dirinya jahat kembali masuk kamar dan muntah. Semalaman Fajar memastikan Indira baik-baik saja, tapi pada saat pagi kembali muntah dan baru tidur beberapa jam lalu."Namanya hamil, mas. Nggak usah khawatir atau bingung nanti kalau udah lewatin tiga bulan bakal baik-baik aja." Dian menatap Fajar lembut dengan membelai punggungnya pelan "Sekarang Indira tidur?" Fajar menganggukkan kepalanya "Untungnya masih libur kalian, besok masuk?""Bu...ibu." Indira melangkahkan kakinya kearah ruang keluarga dan langsung duduk disamping Dian dengan memeluknya erat "Kak Fajar jahat nggak bangunin aku semalam, aku kan pengen tidur sama ibu.""Siang ini gimana ibu peluk tidurnya?" Indira menggelengkan kepalanya "Terus?" Dian melingkarkan tangannya di pinggang Indi
Read more

Terbuka Sudah

Menelan salivanya kasar mendapati teman-teman dekat mereka memberikan tatapan penuh selidik, Indira meremas tangannya takut jika mereka tidak menyukainya, Fajar yang melihat perubahan ekspresi pada Indira meminta mereka duduk dan dirinya pindah disamping Indira dengan menggenggam tangannya yang tiba-tiba dingin."Adik atau aku yang bilang?" tanya Fajar dengan suara lembutnya."Kakak," ucap Indira nyaris berbisik, Fajar membelai punggung tangannya pelan."Kami sudah menikah." Fajar mengatakan langsung dengan menatap mereka satu per satu."Sejak kapan? Bandung itu?" tanya Wahyu tidak sabar."Liburan semester, setelah Bandung." Fajar menjawab tidak yakin."Sekarang Indira hamil?" tanya Mala yang diangguki Fajar "Ah...senangnya...tapi tunggu waktu masalah sama Lia itu...""Belum hamil," ucap Indira sambil menggelengkan kepalanya "Maaf kalau aku nggak bilang sama kalian." "Harusnya memang kita marah tapi...mau bagai
Read more

Larangan

"Aku hamil bukan sakit, Kak." Indira menatap kesal pada Fajar yang melarang dirinya berangkat ke sekolah untuk magang."Sayang, aku hanya nggak mau kelelahan nanti kasihan anak kita. Aku minta sama Nathali agar kamu...""Aku berangkat!" Indira berjalan meninggalkan Fajar tanpa mencium punggung tangannya, melihat itu segera mengejarnya dengan memegang lengan Indira untuk menghentikan langkahnya."Aku antar." Fajar mengatakan dengan nada datar.Membawa Indira masuk kedalam mobil, tidak ada yang membuka suara dengan Indira meletakkan kedua tangannya bersedekap di dada tanpa menatap kearah Fajar sama sekali. Sebenarnya Indira tahu apa yang dilakukannya saat ini salah, melawan perkataan Fajar tapi satu dalam dirinya mengatakan jika Fajar sangat berlebihan dan Indira melakukan ini semua demi pendidikannya bukan yang lain."Sayang, jangan marah." Fajar mengambil tangan Indira yang masih di dada "Maaf, kalau aku terkesan ngekang aku cum
Read more

Memancing Emosi

"Cukup lama kita tidak bertemu, Jim." Alan membuka suara saat berhadapan dengan Jimmy "Aku senang kamu berhasil menjadi dokter seperti yang kamu inginkan." "Apa kita saling mengenal sebelumnya?" Jimmy bertanya sedikit hati-hati, sama sekali tidak mengingat pria yang ada dihadapannya.Alan tersenyum tipis mendengar pertanyaan Jimmy "Arka, teman kamu yang meninggal pada saat kecelakaan." "Arka yang taruhan itu?" Alan menganggukkan kepalanya, Jimmy memberikan tatapan penuh selidik "Hubungan kalian?" sedikit berharap mereka tidak memiliki hubungan."Kita bicara di ruangan Lucas, tadi aku sudah meminta ijin sama dia." Alan mengajak Jimmy berbicara di tempat lain "Apa kamu mau di ruang rapat saja?""Ruang rapat bersama dengan yang lain, aku yakin mami masih terhubung." Jimmy memutuskan berbicara depan mereka agar tidak ada yang ditutupi kembali."Ada apa dengan kalian berdua?" tanya Tania melihat perubahan ekspresi Jimmy "Sayang, Sie
Read more

Membohongi

"Ganti!" Indira mengerucutkan bibirnya mendengar nada perintah Fajar mengganti pakaiannya, tidak ada yang salah dengan pakaiannya. Hari ini adalah waktunya untuk praktek mata kuliah psikodiagnostik tiga, jadwalnya melakukan interview dan sudah memesan ruangan sebelum dirinya dilarang ke kampus. Selama praktek diharuskan menggunakan rok, Indira sudah melakukannya dengan menggunakan rok pas lutut atau bisa dikatakan atasnya sedikit."Aku ada praktek interview, Kak." Indira mencoba bertahan dengan pakaiannya."Ganti! Pakai celana itu dibawa ganti disana!" Indira membelalakkan matanya mendengar nada tegas dan tidak bisa dibantah yang Fajar keluarkan.Menghentakkan kakinya melangkah ke lemari mengambil celana dan langsung menggantinya dihadapan Fajar, melipat rok yang tadi dipakai dengan memasukkannya kedalam tas. Indira kembali menghentakkan kakinya sebelum keluar dari kamar, Fajar hanya bisa menggelengkan kepala melihat sikap Indira selama hamil.
Read more

Merayu Penuh

"Aku benar nggak ikutan kalau Mas Fajar marah." Ryan memberikan peringatan lagi sebelum Indira berganti pakaian."Ya, kamu tenang aja. Aku akan mengatasinya." Indira mengatakan dengan penuh percaya diri, Ryan hanya memutar bola matanya malas.Masuk kedalam kamar mandi, mengganti celananya dengan rok. Merapikan penampilannya sebelum keluar, menatap kembali untuk memastikan jika sudah cukup rapi seperti layaknya profesional. Melangkahkan kakinya ke ruang laboratorium atau praktek, langkahnya terhenti saat mendapati Fajar bersama dengan Budi sibuk berbicara, menelan saliva kasar mencoba untuk tidak terlihat dan mencari keberadaan Miko."Sudah siap? Pertanyaannya sudah ditulis?" Indira hampir mundur saat mendengar suara Miko yang berada disampingnya "Kamu mau sama Fajar atau tetap aku?""Sama aku aja nggak papa ya, bro?" Indira membeku saat merasakan tangan Fajar melingkar di pinggangnya "Makasih udah dibantu, kebetulan hari ini aku bisa ijin jadi dat
Read more

Bedrest Total

"Harus bedrest total, nggak boleh melakukan apa-apa."Indira menundukkan kepalanya mendengar apa yang dokter katakan, semua tidak lain karena keinginannya kencan dengan Fajar dan menghabiskan waktu di mall. Indira jelas tidak menyangka akan menghadapi ini semua, pulang dari mall seketika dirinya kembali muntah-muntah dan akhirnya dibawa ke rumah sakit karena hampir pingsan. Menginap terlebih dahulu di rumah sakit, besok siangnya mereka pulang dan Fajar memutuskan pulang di rumah mereka sendiri, bukan rumah salah satu orang tua mereka dengan alasan tidak ingin merepotkan, walaupun pada kenyataannya tetap merepotkan kedua orang tuanya. Keluarga mereka datang bergantian menemani Indira termasuk keponakannya, setidaknya tidak merasakan kesepian saat ditinggal Fajar."Lain kali di dengarkan kalau suami bilang jangan lawan mulu," omel mamanya saat menemani Indira di rumah sakit pada saat itu yang semakin mengerucutkan bibirnya."Nggak lawan kok Indira,
Read more
PREV
1
...
789101112
DMCA.com Protection Status