Jauh sebelum itu, Nadina yang pergi dari hadapan Rayyan memutuskan untuk masuk ke dalem. Ia duduk di kamarnya dan memandang surat yang ia terima. “Apa maksud surat ini? Siapa dia? Siapa yang sengaja membuatku ketakutan seperti ini? Haruskah aku melaporkannya? Tetapi melaporkan siapa? Ya Tuhan, kenapa sekarang ujiannya semakin sulit? Jangan buat aku berprasangka buruk!” gumam Nadina. Nadina menyandarkan punggungnya di sofa yang ada di kamar itu. Setiap ia merasa jenuh, bingung, sedih, kesal, atau apapun itu, ketika ia duduk di sofa itu, akan ada satu memori yang terlintas. Dulu, saat Nadhif masih bersamanya, setiap ia merasa lelah dan suntuk, entah sebelum atau setelah memiliki Adnan kecil, Nadina selalu memilih meringkuk di sofa itu dan menangis. Dan secara ajaib tiba-tiba Nadhif berada di sebelahnya. Pemuda itu menepuk pundaknya perlahan sebelum akhirnya mengelus pucuk kepala Nadian sembari bertutur lembut, “Ada apa, Nadina? Ingin membaginya dengan saya? Katakan, saya siap menden
Read more