Semua Bab Menantu Pilihan Bukan Pemilik Hati: Bab 101 - Bab 110

228 Bab

101. Kejutan Setelah Kejutan

Pagi itu, Nadhif terus mengamati wajah Nadina yang masih terpejam sembari mengelus pucuk rambut Nadina pelan. Malam tadi keduanya telah menjadi satu untuk selamanya. Nadhif tak hentinya menatap sang istri sembari terus memohonkan ampunan bagi keduanya dan memohon yang terbaik kepada Sang Pencipta untuk istri dan pernikahannya itu. Nadina perlahan membuka matanya lalu turut tersenyum saat melihat Nadhif masih memandangnya dengan senyuman manis di wajahnya. “Nadina tidak akan tanggung jawab jika Mas Nadhif semakin jatuh cinta pada Nadina karena terus menatap wajah Nadina saat tidur. Ibu bilang Nadina semakin cantik saat tidur! Mas pasti semakin jatuh cinta bukan?” ujar Nadina percaya diri sembari menimpa tangannya di bawah kepalanya itu. “Tidak perlu bertanya lagi, Nadina. Saya sudah berulang kali jatuh cinta saat melihatmu baik terbangun atau tertidur, Nadina. Saya yakin kamu yang tidak akan kuat menanggung besarnya cinta saya kepadamu,” sahut Nadhif sembari kembali tersenyum. “Hu
Baca selengkapnya

102. Amarah sang Mertua

Aminah langsung berlari ke dalam kamarnya hingga membuat Ali yang saat itu sedang membaca Al-Quran terkejut bukan main. “Abi! Lihat ini, Abi!!” pekik Aminah memanggil sang suami. Ali pun segera mengakhiri sesi bacaannya itu dan mengembalikan Al-Quran ke tempatnya. “Ada apa, Umi? Kenapa terburu dan mengagetkan seperti ini?” sahut Ali lalu menghampiri sang istri. Aminah tampak memandangnya dengan sedikit air mata menetes di pipi. “Abi baca ini! Putra kita berbohong!” pekik Aminah sembari menyodorkan kertas dari rumah sakit itu kepada Ali. Ali pun tampak membaca dengan saksama. Hingga pada saat matanya usai membaca kalimat yang membuat Aminah terkejut, Ali sedikit menundukkan pandangannya. “Bagaimana bisa Nadhif merahasiakan hal ini dari kita, Abi?! Dia bilang menantu baik-baik saja! Tapi lihat laporan itu! Bahkan Nadina bilang kepada Umi bahwa mereka telah melakukan malam pertamanya semalam! Lantas hasil ini?! Nadina turut berbohong pada Umi begitu?!” sergah Aminah. “Umi, tenangka
Baca selengkapnya

103. Membuat Hubungan Baru

Aminah tampak mengalihkan tubuhnya. Dengan cukup lama wanita paruh baya itu terdiam sementara Nadhif dan Ali menunggu jawaban atas maksud kalimat terakhir yang Aminah berikan. “Umi!” pekik Nadhif lalu berjalan ke depan Aminah. Dipegangnya lengan tangan sang umi sambil memandangnya kelu. Segala pikiran buruk kini menghantui Nadhif. Ia benar-benar takut jika jawaban yang akan uminya katakan akan sesuai dengan ketakutannya kala itu “Umi! Jawab Nadhif, Umi! Katakan apa yang ada di pikiran Nadhif salah!” sergah Nadhif. “Beritahu istrimu tentang masalahnya ini! Umi akan carikan cara lain untuk tetap melanjutkan mimpi umi, abi, juga keluarga pondok yang lain!” pekik Aminah. “Apa maksud, Umi? Abi tidak akan mengizinkan hal buruk terjadi pada putra putri kita, Umi!” pekik Ali menengahi. “Suruh putra Abi yang telah jago berbohong ini keluar!” sergah Aminah. Nadhif tampak menggelengkan kepalanya sembari sedikit berkaca-kaca atas perubahan sikap Aminah yang amat drastis menurutnya. Tanpa m
Baca selengkapnya

104. Antara Melepas dan Bertahan

“Saya tidak akan melepaskanmu, Nadina! Sampai kapanpun itu! Saya tidak akan bisa tenang melepaskanmu dan hidup sendiri tanpamu!” pekik Nadhif. “Siapa yang bilang mas akan hidup sendiri? Menikah, Mas! Menikahlah lagi dengan seorang wanita sempurna di luar sana. Dia akan mengurus mas dengan baik. Dia akan menjaga mas, menjaga umi, abi, juga pondok ini jauh lebih baik daripada Nadina. Dia akan melayani mas dan pondok dengan lebih sempurna. Yang pasti dia tidak akan membuat mas diabaikan selama seperti yang Nadina lakukan,” “Hentikan bicaramu, Nadina! Saya tidak akan pernah setuju! Sampai kapanpun! Saya tidak akan pernah mau! Jangan lagi mengatakan hal itu! Saya tidak akan melepaskanmu! Tidak akan pernah!” Nadhif bangkit dari ranjang laku berjalan ke arah lain kamar sambil menghapus air matanya. Keyakinannya atas pernikahan yang ia janjikan itu terasa semakin mengerat. Setiap ia mengatakan untuk mempertahankan segalanya, Nadina terus menarik talinya hingga seakan mematahkan setiap buli
Baca selengkapnya

105. Meskipun Hanya Berdua

Nadhif menatap tajam mata Nadina yang berusaha tengar mengatakan izinnya barusan. Sementara Nadina terus memasang wajah meyakinkan, Nadhif malah menggeleng tak setuju. “Melantur! Kamu sangat melantur, Nadina! Jangan pernah katakan hal itu di depan saya apalagi orang lain! Saya tidak membutuhkan wanita lain untuk menjadi istri saya selain kamu!” pekik Nadhif. “Mas butuh! Mas butuh keturunan! Mas butuh cinta yang sama besarnya dengan cinta yang mas berikan! Dan Nadina tidak bisa memberikan itu semua! Tidak akan pernah bisa, Mas! Tolong pahami posisi Nadina di sini.” “Istighfar, Nadina! Jika kamu terus begini sama saja kamu tak lagi mempercayai Tuhanmu! Daripada membuat rencana untuk saling melepas atau merelakan, akan lebih baik jika kita terus bersama, membuat rumah ini tetap nyaman meskipun hanya berdua saja.” “Mungkin saat ini kita memang belum cukup mampu untuk menjadi orang tua, karenanyalah Allah memberikan cobaan ini! Tetapi saya yakin apapun itu mungkin bagi Allah. Kalau kit
Baca selengkapnya

106. Bahagia Atas Tiga

Nadina berusaha menahan air matanya yang menetes deras dan suara senggukannya kala mendengar semua pembicaraan antara Nadhif dan Aminah. Tak pernah sedikitpun ia membayangkan bahwa sang umi yang selama ini ia rasa menjadi ibu kedua harus bersikap seperti ini kepadanya. Tak pernah terbayang bahwa masalah keturunan akan membuat rumah tangganya hancur lebih seperti saat ini. Saat Nadhif berjalan ke arahnya dan meninggalkan Aminah, Nadina dengan cepat berbalik. Namun seseorang rupanya berada di bekakangnya. Melati, salah satu santriwati pondok yang saat itu sempat bergurau bersama Nadina di kantor umum. “Eh, Melati! Kamu di sini? Ehm, mencari siapa?” Dengan cepat Nadina mengalihkan wajahnya sembari menghapus semua air mata di wajah cantiknya itu. “Waktu itu Mbak Nadina pernah minta saya kemari saat senggang. Saya pikir saya bisa sekarang. Tetapi jika Mbak Nadina masih ada urusan, tidak apa-apa saya kembali kapan-kapan saja,” tutur Melati sambil menunduk takut membuat Nadina malu karen
Baca selengkapnya

107. Belum Usai Berdetak Kencang

Nadina dan Melati langsung menoleh ke belakang dan bangkit dari duduk mereka saat menyadari Nadhif berdiri di belakang mereka dan berjalan menuju Nadina. Melati yang merasa sedikit canggung karena berada di antara sepasang suami istri perlahan memundurkan dirinya dan memberi ruang pada Nadhif untuk menghampiri Nadina. Nadhif tanpa canggung menjatuhkan pelukannya kepada Nadina lanjut mengelus pucuk kepala wanita itu dan mengecupnya. “Jangan pergi tanpa kabar! Saya tidak mau sibuk mencarimu! Saya tidak ingin kamu pergi! Kabari saya apapun caranya, Nadina! Jangan buat saya khawatir!” sergah Nadhif. Melati tampak sedikit tersenyum namun sedikit merasa aneh atas semua perkataan dan perlakuan Gus Nadhif barusan. “Mas, Nadina baik-baik saja. Nadina hanya pergi sebentar dari kamar, bagaimana bisa mas langsung khawatir seperti ini?” celetuk Nadina hendak melepaskan pelukannya dari Nadhif. “Jangan dilepas! Jantung saya belum berhenti berdetak kencang karena khawatir mencarimu!” pekik Nadh
Baca selengkapnya

108. Perang Dingin Ibu dan Anak

Keesokan harinya, tepatnya pagi hari saat Nadina baru saja menginjakkan kakinya di dapur berusaha setegar mungkin dan mengatur dirinya sendiri untuk bertemu sang umi, tiba-tiba Aminah menoleh namun kembali mengalihkan pandangan. “Assalamualaikum, Umi!” sapa Nadina lalu beranjak menuju sisi sang umi dan hendak meraih beberapa peralatan dapur untuk membantu uminya itu menyiapkan makanan. “Waalaikumsalam. Bagaimana kabarmu, Nadina? Semua baik-baik saja?” sahut Aminah terdengar dingin. Sangat jauh berbeda dengan Aminah yang selama ini Nadina kenal. “Alhamdulillah baik, Umi. Umi dan Abi juga baik-baik saja bukan?” balas Nadina balik bertanya sembari menoleh ke arah Aminah. Wanita paruh baya itu tampak sedikit melirik ke arah Nadina namun dengan cepat kembali mengubah pandangannya. “Entahlah, Nadina. Semoga saja begitu!” celetuk Aminah sembari berjalan menjauh dari Nadina menuju meja makan. Sudut mata wanita itu seketika menangkap Nadhif yang rupanya sejak tadi mengekor Nadina. “Abim
Baca selengkapnya

109. Mencari Menantu Baru

Ali menoleh kepada putranya sebentar tanpa menghentikan langkah. “Abi paham. Abi pun paham apa yang umimu itu khawatirkan. Umi juga seorang menantu di sini. Umimu juga mendapatkan banyak tekanan dari keluarga pondok. Mungkin itulah yang menyebabkan umimu secara tidak langsung hendak menjodohkanmu kembali.” “Sebaik apapun wanita pilihan umi nanti, Nadhif tidak mau, Abi. Nadhif hanya mau bersama Nadina,” lanjut Nadhif. “Keputusanmu baik, Nadhif. Tetapi jangan sampai membuatmu durhaka kepada umimu. Bicarakan semuanya baik-baik. Cari jalan tengah terbaik. Untukmu, untuk Nadina, untuk Umi, Abi, pondok, dan segalanya.” Ali menepuk pundak tegap sang putra. “Kemarin Nadhif melihat umi berbicara dengan Azalea di kantin. Nadhif takut jika tanpa sepengetahuan Nadhif umi telah membuat ikatan untuk Nadhif, Abi.” “Pada awalnya, pernikahan antara Nadhif dan Nadina juga karena bentuk bakti Nadhif pada Abi dan Umi bukan? Saat Nadhif telah berikrar dan benar jatuh cinta padanya, saat semua ini ter
Baca selengkapnya

110. Keputusan Istri Pertama

Nadina menundukkan pandangannya, baru saja pertanyaan itu keluar dari mulut Aminah, mata Nadina telah berair dan membuatnya gemetar hanya untuk menjawab iya atau tidak. “Jangan menangis, Nadina. Kenyataan ini tidak hanya pahit untukmu. Ini bahkan lebih pahit untuk umi yang telah banyak bermimpi tentang putra putri kalian!” imbuh Aminah semakin membuat Nadina merasa sesak. “Maafkan Nadina, Umi. Nadina telah gagal menjadi menantu dan istri yabg baik untuk keluarga ini dan Mas Nadhif. Nadina terlalu lama membiarkan semua ini mengambang,” ujar Nadina sambil sedikit sesenggukan. “Kamu benar Nadina. Kamu terlalu lama. Terlalu lama membiarkan suamimu itu menunggu hingga Allah melaknatmu dengan apa yang menimpamu sekarang. Awalnya umi pikir kalian memang membutuhkan waktu, tapi ternyata ini sudah berbulan-bulan lamanya Nadina!” “Kamu terlalu lama menunggu! Hingga akhirnya kamu tak bisa lagi memberikan kami cucu. Apa kau tahu betapa besarnya masalah ini, Nadina?!” sergah Aminah kini menole
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
910111213
...
23
DMCA.com Protection Status