Home / CEO / Dibuang Mantan, Dikejar CEO Sultan / Chapter 151 - Chapter 160

All Chapters of Dibuang Mantan, Dikejar CEO Sultan: Chapter 151 - Chapter 160

316 Chapters

BAB 150 : Informasi Yang Terlewat

“Tuan, saya berhasil mendapatkan satu keterangan bahwa nona Aruna dibawa oleh dua orang dan dibawa masuk ke dalam mobil jenis minibus berwarna hitam. Saksi mengatakan tidak begitu yakin, tapi ia melihat nona Aruna seperti tidak sadarkan diri saat dibawa masuk ke dalam mobil itu. Saya sedang mencoba melacak keberadaan mobil itu dan pemiliknya.” Brahmana diam mendengar penjelasan Fathan. Tangannya mengepal kuat hingga buku-buku jarinya memutih. Ia meremas berkas yang tengah ada dalam genggamannya. Kedua matanya menutup sesaat dengan tarikan napas yang dalam. Masih sangat segar dalam ingatan, ia mendapat penjelasan berbeda dari Aruna yang hanya mengatakan bahwa dirinya kecopetan, lalu berdiam diri beberapa waktu. Bibirnya terkatup saat akhirnya ia berkata pada Fathan. “Lanjutkan penelusuran.” Kalimat itu tidak dikatakan dengan suara keras dan tanpa panjang lebar. Namun itu menghantarkan aura dingin yang mematikan dengan tatapan yang berkilat seakan hendak merobek segala sesuatu di
Read more

BAB 151 : Semua Tidak Baik-Baik Saja

“Apa kau baik-baik saja?”Pertanyaan yang meluncur dari bibir Ardiya itu dijawab oleh anggukan kepala Aruna.Mereka berdua berada dalam satu kafe yang sedikit jauh dari pusat kota.Ardiya sebelumnya tengah bersantai di apartemen miliknya, ketika Aruna mendatangi dirinya di sana.Aruna kehilangan nomor kontak Ardiya karena ponselnya yang hilang, lalu berkata ingin berbicara khusus dengan Ardiya, namun menolak bicara di dalam apartemen milik Ardiya tersebut.Tentu saja Ardiya memahami kekhawatiran Aruna. Akhirnya pria muda sepupu Brahmana itu mengajak Aruna berbicara di luar.Usulan itu diterima Aruna, namun tetap meminta Ardiya untuk menuju kafe biasa yang tidak berada di pusat kota.“Aku baik.”Suara Aruna mengayun pelan untuk menjawab pertanyaan pembuka dari pembicaraan mereka.Ardiya menyipitkan matanya. “Yakin? Kau terlihat pucat, Runa.”“Ya. Aku baik-baik saja Diya.&rd
Read more

BAB 152 : Ardiya Dan Melissa

“Ya. Sebaiknya segera Anda lakukan apa yang saya minta.” Syam lalu menutup sambungan teleponnya pada seseorang. Ia menekan nomor kontak lain dan mulai berbicara lagi secara singkat. Entah apa yang dibicarakannya, namun saat ia telah selesai, ia mengempas tubuh dengan kasar di atas sofa panjang ruang tengahnya. Tangannya mengusap wajah dengan gelisah, berusaha mengenyahkan rasa bersalah dan juga gundah yang terus menerpa dirinya sejak semalam. “Tuan Pandhu.. maafkan aku. Aku tidak punya jalan lain untuk menyelamatkan putraku satu-satunya,” bisik lirih pria paruh baya itu seolah berbicara pada seseorang di depannya. “Dia satu-satunya harta berharga milikku…” desahnya lagi dengan kelopak mata yang menutup, seakan hal itu bisa meredam rasa berat di kepalanya. Syam baru saja menikmati berat di kepalanya itu beberapa menit, ketika ponselnya kembali mengeluarkan suara. Satu panggilan masuk memaksa Syam untuk membuka mata kembali. Ia bangkit dan meraih ponsel miliknya. Keningnya berke
Read more

BAB 153 : Kehangatan Untuk Dikenang

‘Ayaaaah!! Tidak!’‘Korban telat mendapatkan penanganan, Dok. Kondisinya mungkin tidak tertolong.’‘Kami mohon maaf karena menyampaikan ini. Bapak Erwin dalam keadaan koma.’‘Kasian kamu Nak. Berdoa saja agar ayah kamu bisa segera bangun kembali..’‘Kamu anak cantik, mungkin bisa sedikit membantuku. Coba ke ataskan rok kamu. Mungkin saya akan pertimbangkan untuk mengusut kasus ini lebih jauh…’‘Ingat kata-kataku baik-baik anak kecil. Jika kamu datang lagi membuat keributan, maka kami tak akan segan-segan menyeretmu ke dalam kurungan!’‘Lepaskan aku!! Lepaskan!’Pandangan sekeliling seketika gelap.“Hah!!”Aruna meraup udara sebanyak-banyaknya.Ia bangun terduduk dengan peluh jagung di pelipisnya.Kedua tangan kemudian terangkat dan meremas rambut di sisi kanan dan kiri, dengan napas tersengal.Matan
Read more

BAB 154 : Kenyataan Yang Menyakitkan

Langkah kaki itu terhenti di depan pintu dalam salah satu ruangan di lantai dua. Tangan rampingnya mendorong pelan setelah memutar handel pintu, hingga membuka. Aruna menahan napas ketika pintu itu terbuka lebar dan menampilkan ruang gelap tanpa pencahayaan. Setelah sarapan bersama Brahmana tadi pagi dan memastikan Brahmana pergi bekerja, ia menguatkan hati untuk tetap naik ke atas dan mencari tahu apa yang telah mengganggunya belakangan ini. Ia tidak terlalu mengkhawatirkan akan ada yang mengganggunya, karena ia yakin --meskipun tanpa dikatakan, Ima mengetahui Aruna mendapat perlakuan khusus dari Brahmana. Dan itu membuat wanita paruh baya yang telah mengabdi di kediaman ini mungkin akan berpikir ulang untuk menegurnya, sekalipun Aruna kedapatan memasuki ruangan ini. Tangan Aruna terangkat dan menekan saklar lampu, hingga membuat ruangan itu seketika terang. Pandangannya teredar ke sekeliling dan lagi-lagi berhenti pada pigura besar yang memajang gambar diri seorang wanita cant
Read more

BAB 155 : Perseteruan Yang Dimulai

“Semua berjalan sesuai yang kita harapkan. Syam telah menggerakkan orang-orang yang loyal pada Pandhu untuk menjualnya pada kita.” Joe tersenyum puas. Matanya lekat pada tablet di tangannya memantau laporan yang masuk di sana. Ardiya menghirup dan menyesap minuman berwarna kuning keemasan yang sedari tadi ia pegang. Heningnya Ardiya membuat Joe berpaling pada pria muda itu dengan alis menurun. “Kau mendengarkan?” “Hm.” Joe lalu meletakkan tablet dan berpindah duduk di sisi kanan Ardiya. “Apa yang kau pikirkan? Apa ada masalah dengan proses ini?” Ardiya menyesap lagi minuman dalam gelas berkaki itu. “Tidak ada masalah,” ucapnya santai. “Kau terlihat tidak fokus.” “Tidak. Aku fokus. Hanya menunggu sesuatu.” “Menunggu sesuatu?” Tepat setelah ujung kalimat Joe itu, ponsel milik Ardiya berdering. Pria muda itu tidak tergesa meraih ponsel dan menjawab panggilan tersebut. ‘Diya…’ Suara bergetar itu lalu terdengar. “Ya. Aku di sini. Ada apa?” Ardiya menjawab dengan nada intens.
Read more

BAB 156 : Meminta Bantuan

“Besok akan menjadi hari paling membahagiakan, bukankah begitu Suamiku?” Melissa dengan riang meletakkan secangkir kopi di hadapan Harsa.“Kevin kita benar-benar anak berbakti dan pintar,” ujarnya lagi saat tidak mendapati Harsa menanggapi kata-katanya.Harsa menatap Melissa dengan pandangan kompleks, setelah ia meletakkan selembar undangan rapat umum pemegang saham luar biasa yang akan dilakukan di Dananjaya Group besok.“Apakah kau mengetahui ini dari lama?” tanyanya.“Tidak penting kapan atau bagaimana aku mengetahuinya. Yang penting, apa yang kita harapkan akan segera terwujud.” Melissa mengembangkan senyumnya.“Apa yang kita harapkan?” Harsa membeo dengan kedua mata Harsa menyipit.“Ya. Tentu saja.”“Aku tidak pernah berpikir untuk merebut DG dari ayah!”Senyuman di wajah Melissa memudar. “Apa maksudmu kau tidak pernah berpikir hal it
Read more

BAB 157 : Kemelut Yang Mengintai

Brahmana tengah duduk di kursi CEO miliknya di gedung pusat Dananjaya Group. Matanya memang mengarah pada tumpukan dokumen di atas meja, namun pikirannya melanglang buana sejak ia selesai meeting beberapa saat lalu. Entah apa ia mendengarkan Fathan yang sejak tadi menyebutkan serentetan jadwal Brahmana selanjutnya di sisa sore hari ini. Namun suara Fathan tidak terdengar lagi. Berganti hening tatkala ia menjawab satu telepon masuk. Brahmana masih menyadari keheningan itu dan melirik sekilas pada Fathan. “Oke. Amankan mereka.” Kalimat Fathan tersebut menarik perhatian Brahmana, sehingga pria tampan berjas hitam itu mengangkat wajahnya kembali pada sang sekretaris. Tatapannya datar, menunggu penjelasan dari Fathan. “Tuan. Orang yang membawa Nona Aruna ke dalam mobil, telah ditemukan.” “Apa?” Desisan Brahmana tertangkap jelas oleh Fathan yang buru-buru melanjutkan penjelasannya. “Mereka telah ditangkap dan diamankan di satu tempat.” Brahmana segera berdiri dan berjalan melalui
Read more

BAB 158 : Dananjaya Sakit

Derap langkah tergesa dan dipenuhi entakan amarah, terdengar menggema dalam ruang besar di mansion milik Dananjaya.Brahmana sama sekali tidak menghiraukan sapaan beberapa pelayan yang ia lalui, saat hendak menuju ke ruang kerja milik kakeknya.Namun belum sempat ia tiba di lantai dua, seorang pelayan paruh baya dan berseragam terlihat menuruni tangga dengan tergesa dan panik.Brahmana mengerutkan kening melihat kepanikan pelayan yang merupakan kepala pelayan dalam mansion itu.“Pak. Ada apa?” Brahmana menegur kepala pelayan itu begitu si pelayan tiba di lantai dasar.“Tuan Besar.. Tuan Besar pingsan..” jawab Kepala Pelayan itu terbata.Brahmana terkejut, namun ia menahan mimik wajahnya tetap tenang.“Sudah panggil dokter?”“Sudah, Tuan Muda.” Kepala pelayan mengangguk cepat. “Saya sekarang akan menyuruh bagian dapur untuk membuatkan ramuan obat untuk Tuan Besar.”
Read more

BAB 159 : Meyakinkan Yang Terkasih

Brahmana termenung dalam perjalanan menuju kantor. Percakapan singkatnya dengan Aruna tadi pagi, membuat dirinya kian tenggelam dalam kemelut. Sudah beberapa hari ini kekasihnya itu memang terlihat bersikap biasa dan tidak menghindari dirinya seperti ketika Aruna tengah marah padanya, namun Brahmana dapat merasakan perbedaan yang sangat nyata dari diri Aruna. Aura yang menguar dari tubuh wanita muda itu, terasa sangat sepi dan sedikit memilukan. Brahmana merasa tidak tahan lagi, menunggu Aruna mengungkapkan ganjalan hatinya. Ia lalu memberanikan diri mengungkap yang ia yakini menjadi biang keladi-nya. “Aruna…” Wanita muda itu menoleh dari kegiatannya menata bekal untuk Maira. “Ya?” “Bisa kita bicara sebentar?” “Bukankah kau bilang hari ini ada rapat penting?” “Sebentar saja. Aku merasa tidak tenang sebelum kita bicara,” ujar Brahmana. “Kenapa?” Aruna memutar tubuh menghadap Brahmana. Tangannya berpindah ke depan tubuh dan saling berkait. “Aku tahu kau ingin menghindari per
Read more
PREV
1
...
1415161718
...
32
DMCA.com Protection Status