Home / Pendekar / Bara Dendam di Perbatasan / Chapter 151 - Chapter 160

All Chapters of Bara Dendam di Perbatasan: Chapter 151 - Chapter 160

192 Chapters

Bab 151

Arya Jatikusuma berdiri di ambang pintu kemahnya. Paras senopati Jenggala itu merah padam karena amarah yang terpendam.Dengan sorot mata tajam, Arya Jatikusuma memandang Ki Sajiwa yang tetap tenang meski berhadapan langsung dengannya. Keduanya saling menatap, seperti dua raksasa yang siap bertarung kapan saja. Namun, kali ini bukan otot yang beradu, melainkan kata-kata."Baiklah," kata Arya Jatikusuma akhirnya, suaranya rendah namun penuh tekanan. "Aku membiarkan kau membawa perempuan itu pergi. Tapi kau harus memastikan satu hal: jangan bawa cerita ini ke Istana. Namaku tak boleh tercemar hanya karena perbuatan sepele seperti ini."Ki Sajiwa menyipitkan matanya, tersenyum kecil yang lebih bernada ejekan daripada persetujuan."Aku tak mau menjanjikan apa-apa padamu. Tapi jika kau ingin nama baikmu tetap bersih, lebih baik kau menata kembali kelakuanmu," sahutnya petapa asal Teluk Lawa itu."Oya, satu lagi. Aku butuh satu kuda tambahan. Anggap saja
last updateLast Updated : 2024-11-30
Read more

Bab 152

Ki Sajiwa menghentikan kudanya di tepi Bengawan Sigarada, sebuah sungai lebar yang mengalir tenang tetapi menyimpan arus deras di bagian tengahnya. Aliran air itu memotong jalan tanah menuju Turyantapada.Jika ingin meneruskan perjalanan ke selatan, maka harus menumpang rakit menyeberangi bengawan. Seorang juru rakit tak seberapa jauh dari Ki Sajiwa dan Sitadewi tampak memperhatikan, berharap-harap mendapat tumpangan.Pagi menjelang siang itu, kabut tipis di atas air mulai menguap, memberi pemandangan perbukitan kecil di seberang bengawan. Ki Sajiwa memandang ke arah Sitadewi yang berdiri di belakangnya, wajahnya masih menyiratkan kebimbangan."Hanya sampai di sini aku bisa mengantarmu, Nisanak. Selebihnya, kau harus melanjutkan perjalanan sendiri ke Turyantapada," ujar Ki Sajiwa dengan nada tegas namun tetap ramah.Sitadewi mengangguk, meski jelas tampak ragu. "Apakah Kisanak benar-benar tidak bisa menemani sampai sedikit lebih jauh? Perjalanan ini cukup
last updateLast Updated : 2024-11-30
Read more

Bab 153

Di atas gerobak yang berguncang perlahan, Seta termenung. Tangannya yang terikat di belakang tubuh terasa nyeri.Namun lebih dari itu, pikirannya dipenuhi oleh berbagai kemungkinan yang membayang di hadapannya. Ia menatap jalan tanah berdebu yang membentang di depan, sesekali melirik ke arah Ki Baswara yang duduk diam di sebelahnya.“Tuan Penolong...” gumam Seta perlahan, cukup untuk membuat Ki Baswara mengangkat kepala.“Apa kau bilang?” tanya Ki Baswara, sambil menyipitkan mata.“Tuan Penolong itu,” ulang Seta, kini suaranya lebih jelas. “Orang yang muncul di tengah-tengah kekacauan ini. Orang yang selalu saja tiba-tiba datang membantuku, membantu kita keluar dari Lembah Rengganis. Siapa sebenarnya dia? Bagaimana kau bisa mengenalnya, Ki?”Ki Baswara tersenyum tipis, senyum yang seolah sudah dipersiapkan untuk pertanyaan seperti itu.“Dia bukan orang sembarangan, Seta, itu yang pasti. A
last updateLast Updated : 2024-12-01
Read more

Bab 154

Nama itu membuat Ki Tunggul langsung memasang sikap siaga. Sorot matanya berubah saat mendengar nama yang begitu akrab di telinganya.Senopati Wira Tunggala seingatnya adalah salah satu orang kepercayaan Dyah Wisesa. Bukanlah seseorang yang bisa diremehkan begitu saja, tetapi sebagai orang satu kubu ia merasa tak perlu khawatir.Sementara Seta dan Ki Baswara yang mendengarkan percakapan itu dari atas gerobak saling melirik. Seta menajamkan pendengarannya, mencuri setiap kata yang diucapkan di antara kedua lelaki itu."Senopati itu kaki tangan Dyah Wisesa," ucap Ki Baswara perlahan, tetapi Seta dapat mendengarnya dengan jeas.“Dyah Wisesa lagi,” gumam Seta dengan suara yang juga pelan.“Kau lihat sekarang, pengaruhnya sudah menyusup jauh ke dalam,” lanjut Ki Baswara dengan nada penuh penyesalan. “Kita akan tahu apa yang terjadi sebentar lagi.”Sementara itu, Senopati Wira Tunggala melangkah mendekati geroba
last updateLast Updated : 2024-12-01
Read more

Bab 155

Saat para prajurit mendekati gerobak untuk memindahkan tahanan, mereka dibuat terperangah. Tali yang semula mengikat Seta dan Ki Baswara telah terputus, dan kedua tawanan itu menghilang. Hanya suara jangkrik di kejauhan yang memecah keheningan.“Sang Hyang Jagat!” seru salah seorang prajurit. “Mereka kabur!”Senopati Wira Tunggala yang berdiri di sisi jalan langsung memutar tubuhnya dengan gerakan tajam.“Apa maksudmu mereka kabur?” Ia melangkah cepat menuju gerobak, matanya menyapu tempat itu. Kekosongan di dalam gerobak membuat amarahnya mendidih.“Kalian semua bodoh!” bentaknya, suaranya menggema hingga membuat prajurit-prajuritnya tersentak mundur. “Segera cari mereka! Mereka pasti belum pergi jauh dari sini!”Tanpa menunggu perintah kedua, para prajurit menyebar ke segala arah dengan sikap waspada.Senjata terhunus di tangan masing-masing dari mereka.Hutan di sekitar perbatasan
last updateLast Updated : 2024-12-01
Read more

Bab 156

Di dalam Balairung Agung Istana Jenggala di Kotaraja, siang yang berangsur turun ditemani suara lembut gemericik air dari taman istana.Sri Prabu Girindra duduk di singgasananya, wajahnya tampak murung namun penuh pertimbangan. Di hadapannya, Rakryan Demung dengan sikap penuh hormat tengah melaporkan keadaan kerajaan dan mengusulkan langkah-langkah yang perlu diambil untuk memperkuat pertahanan kerajaan.“Gusti Prabu,” ujar Rakryan Demung. “Setelah jabatan Rakryan Tumenggung kosong beberapa hari ini, sudah selayaknya kerajaan membutuhkan seorang panglima baru yang tangguh dan dihormati.”Sri Prabu Girindra mengangguk perlahan. “Benar, aku juga merasakan kekosongan itu. Maka aku memanggilmu untuk memberikan saran. Siapa menurutmu yang layak mengisi posisi ini?”Rakryan Demung terdiam sejenak sebelum menjawab. “Hamba berpandangan, Gusti Prabu, bahwa Rakryan Rangga saat ini sudah menunjukkan kelayakannya untuk dinaik
last updateLast Updated : 2024-12-02
Read more

Bab 157

Sepeninggal Rakryan Demung, Dyah Daru duduk bersila di hadapan Sri Prabu Girindra di balairung kecil istana. Wajahnya tetap tenang, meski percakapan tadi telah mengusik pikirannya.Kini, dalam lanjutan obrolannya bersama Sri Prabu Girindra, nama Seta muncul. Dyah Daru yang mendengarkan setiap ucapan dengan seksama langsung memahami bahwa murid Ki Sajiwa itu bukan orang sembarangan di mata kakaknya.“Jadi, Kakanda hendak menugaskan Seta untuk menjaga Nakmas Sasi Kirana dan cucumu di istana Panjalu?” tanya Dyah Daru, mencoba memastikan.Sri Prabu Girindra mengangguk. “Seta bukan sekadar prajurit muda. Dari laporan yang aku kumpulkan, dia memiliki kecerdasan, keberanian, dan kesetiaan yang langka. Aku ingin seseorang seperti dia melindungi keluargaku di Panjalu. Apalagi saat ini hubungan kita dengan Panjalu sedang rentan akibat ketegangan yang mulai terjadi.”Dyah Daru mengangguk perlahan. “Pilihan yang bijak, Kakanda. Namun, ap
last updateLast Updated : 2024-12-02
Read more

Bab 158

Langit Kotaraja yang mendung tidak mengurangi hiruk-pikuk pasar pagi itu. Ki Sajiwa, dengan langkah tenang namun penuh perhitungan, menyusuri keramaian menuju sebuah lapak pedagang kuda.Setelah menimbang-nimbang, Ki Sajiwa telah memutuskan untuk menjual kudanya. Pada pikirnya, ini langkah tepat agar gerakannya lebih leluasa dan sekaligus untuk menyamarkan kehadirannya di tengah Kotaraja yang banyak mata-mata."Aku mau menjual kuda ini," ujar Ki Sajiwa dengan suara tenang kepada seorang pedagang.Pedagang itu mengangguk-angguk sambil memeriksa kuda jantan hitam yang gagah itu. Terdengar decakan kagum dari mulut si lelaki."Kuda ini luar biasa, Kisanak. Harganya tentu sangat tinggi," kata pedagang tersebut.Ki Sajiwa tersenyum senang. "Baguslah kalau memang dihargai tinggi. Apakah bisa kau berikan aku dua ratus tael?" tanyanya.Ganti si pedagang kuda yang tertawa. "Ah, tidak setinggi itu juga, Ki. Di pasar ini, jarang ada pembeli yang ma
last updateLast Updated : 2024-12-02
Read more

Bab 159

Ki Sajiwa terus membuntuti dua prajurit di hadapannya. Sampai kemudian tiba di sebuah persimpangan jalan, kedua prajurit itu berpisah jalan.Hal ini membuat Ki Sajiwa tertegun sejenak, sebelum kemudian ia memilih berbelok. Petapa tersebut meyakinkan diri sendiri tengah mengikuti orang yang tepat, yakni yang tadi mengaku melihat langsung Ki Baswara dibawa oleh Senopati Wira Tunggala.Langkah Ki Sajiwa mantap, meski pikirannya penuh dugaan dan berbagai pertanyaan."Jika dia benar-benar tahu tentang penangkapan itu, aku harus bisa mendapatkan keterangan sebanyak mungkin dari prajurit itu," pikirnya.Beberapa jarak kemudian, prajurit yang dibuntuti berhenti di depan sebuah penginapan kecil di pinggir jalan. Bangunannya sederhana, tetapi cukup bersih, dengan lampu minyak menggantung di beranda.Ki Sajiwa memperhatikan dari kejauhan, menyembunyikan diri di balik pohon rindang. Dilihatnya seorang perempuan muda dengan wajah berseri menyambut si prajurit d
last updateLast Updated : 2024-12-03
Read more

Bab 160

Ki Sajiwa berjalan dengan langkah mantap menuju kediaman Senopati Wira Tunggala di sisi barat Kotaraja. Rumah besar itu berdiri megah, dijaga ketat oleh prajurit bersenjata.Meski prajurit bertebaran di mana-mana, Ki Sajiwa tidak gentar. Pengalaman dan kemampuannya membuat ia yakin bisa menyusup tanpa diketahui siapapun."Hmm, sebaiknya aku menunggu hingga gelap datang. Seharusnya tidak lama lagi," guman Ki Sajiwa, sembari mengamati keadaan.Dalam gelap, penjagaan di lingkungan puri akan lebih longgar. Selain karena pandangan para prajurit terhalang kegelapan, sebagian dari mereka juga mulai mengantuk.Maka begitu mentari terlelap di peraduannya, dengan gerakan ringan dan nyaris tanpa suara Ki Sajiwa memanjat tembok belakang kediaman itu. Ia berhasil masuk tanpa ada seorang pun yang menyadari.Ki Sajiwa memeriksa setiap ruangan di rumah besar itu dengan teliti. Dari kamar utama hingga ruang rapat kecil, ia mengendap-endap, menghindari penjaga yang
last updateLast Updated : 2024-12-03
Read more
PREV
1
...
1415161718
...
20
DMCA.com Protection Status