Home / Pendekar / Bara Dendam di Perbatasan / Chapter 141 - Chapter 150

All Chapters of Bara Dendam di Perbatasan: Chapter 141 - Chapter 150

192 Chapters

Bab 141

Seta menatap tubuh Prabangkara yang terkapar di tanah, dikelilingi para penyerang bercadar yang kini mendekat dengan hati-hati. Jeritan kesakitan sahabatnya masih terngiang, membakar dada Seta dengan amarah yang sulit dibendung.“Tuan Penolong!” Seta berteriak lantang, suaranya menggema di tengah medan yang kini penuh bau darah. “Aku tidak akan membiarkan satupun dari mereka keluar hidup-hidup!”Tuan Penolong hanya mengangguk, matanya menyipit, menyiratkan ketegangan yang sama. “Kita habisi mereka!” serunya sambil melompat maju, goloknya bergerak seperti badai yang memusnahkan apapun di jalurnya.Seta menyerang tanpa ampun. Pedangnya berkilat, memotong udara dengan kecepatan luar biasa, menghantam tubuh demi tubuh para penyerang bercadar.Tidak ada gerakan sia-sia—setiap tebasan adalah ancaman mematikan. Teriakan para penyerang mulai terdengar, satu demi satu jatuh, darah mereka mengalir membasahi tanah.Se
last updateLast Updated : 2024-11-25
Read more

Bab 142

Malam menyelimuti Kotaraja Jenggala dengan keheningan yang penuh rahasia. Tuan Penolong menyusuri lorong-lorong gelap dengan langkah ringan, memastikan dirinya tetap tak terlihat.Dengan langkah pasti, lelaki yang belum terungkap latar belakangnya itu menyelinap masuk melalui jalur kecil di belakang pasar utama, menuju kediaman Dyah Wisesa, salah satu bangsawan yang selama ini ia curigai terlibat dalam kekacauan yang menimpa dirinya bersama Seta, Prabangkara dan Ki Baswara.Ketika ia mencapai gerbang besar kediaman itu, dua sosok berkuda keluar dengan tergesa-gesa. Mereka mengenakan jubah sederhana, tetapi gerak-geriknya menunjukkan bahwa mereka bukan orang biasa. Kuda mereka berpacu cepat, meninggalkan debu yang mengepul di udara.Tuan Penolong mengintip dari balik bayangan. "Siapa mereka?" gumamnya lirih.Mulanya ia sempat mempertimbangkan untuk tetap menyusup masuk ke kediaman Dyah Wisesa, tetapi rasa ingin tahu dan nalurinya mengatakan bahwa kedua ora
last updateLast Updated : 2024-11-25
Read more

Bab 143

Malam masih menyelimuti Kotaraja. Dengan kesabaran dan ketenangan seorang yang telah lama terbiasa bergerak dalam bayang-bayang, Tuan Penolong menyusup lebih jauh ke dalam lingkungan kediaman Dyah Wisesa.Jalan setapak kecil di sisi tembok membawa dirinya ke sebuah sudut gelap yang memberikan pandangan jelas ke halaman depan kediaman itu. Ia mengamati dengan cermat, mencoba mencari petunjuk yang dapat memperjelas keterlibatan Dyah Wisesa dalam kematian Rakryan Tumenggung.Namun perhatian Tuan Penolong teralihkan ketika suara derap kuda terdengar di kejauhan. Ia mendekam lebih dalam ke bayangan tembok, matanya menyipit mencoba mencari tahu siapa yang datang.Sebuah pasukan kecil, terdiri dari sekitar dua puluh prajurit, berhenti di depan gerbang kediaman Dyah Wisesa. Pasukan itu dipimpin oleh seorang pria bertubuh tegap dengan pakaian khas pejabat militer—Rakryan Rangga, wakil panglima kerajaan yang kini menggantikan posisi Rakryan Tumenggung untuk sementar
last updateLast Updated : 2024-11-26
Read more

Bab 144

Langit di atas istana Jenggala tampak mendung, seolah mencerminkan suasana hati Sri Prabu Girindra yang gelisah. Di dalam balairung agung, Sang Prabu duduk di atas singgasananya yang megah, didampingi Rakryan Demung, kepala rumah tangga istana yang selama ini setia berada di sisinya.Aura kewibawaan Sri Prabu Girindra terlihat jelas, tetapi ada bayang-bayang murka di matanya. Ia menunggu kedatangan Rakryan Rangga, yang baru kembali dari kediaman Dyah Wisesa.Rakryan Rangga melangkah masuk dengan penuh hormat. Ia berhenti di hadapan singgasana, membungkukkan tubuhnya dalam sembah. “Ampun, Baginda. Hamba kembali membawa laporan dari kediaman Dyah Wisesa.”Sri Prabu Girindra memberi isyarat agar ia berdiri. “Bicaralah. Apa yang kau temui di sana?”Rakryan Rangga menghela napas sejenak sebelum menjawab. “Baginda, hamba telah menyampaikan perintah agar Dyah Wisesa segera menghadap ke istana untuk menjelaskan keterlibatannya dalam
last updateLast Updated : 2024-11-26
Read more

Bab 145

Sementara itu, nun jauh dari Kotaraja....Mentari baru saja tenggelam di kaki langit barat, meninggalkan sisa-sisa kehangatan yang terasa samar di jalanan berbatu. Kuda-kuda yang ditunggangi Seta dan Ki Baswara melaju perlahan, menyusuri jalur sempit yang membelah bukit dan lembah.Seta yang tampak lebih segar setelah istirahat singkat di sebuah pondok sebelumnya, memecah keheningan perjalanan dengan sebuah pertanyaan."Ki, siapa sebenarnya yang hendak kita temui di Hantang nanti? Sejak awal perjalanan, kau hanya menyebut bahwa dia bisa dipercaya tanpa memberiku banyak penjelasan. Bahkan sebuah nama tak kau sebut."Ki Baswara menoleh sebentar, kemudian menarik napas panjang sebelum menjawab. “Aku sejujurnya juga belum pernah bertemu muka dengannya, Seta. Tetapi aku mendapatkan namanya dari seorang kawan lama yang masih setia kepada Sri Prabu Girindra. Orang ini diyakini berada di pihak kita.”Mendengar jawaban itu, Seta mengerutkan keni
last updateLast Updated : 2024-11-27
Read more

Bab 146

“Ada apa, Ranuwijaya? Kenapa kau ke sini pagi-pagi buta begini?” tanya pria itu dengan suara rendah tetapi tegas.“Aku harus melaporkan sesuatu, Tunggul,” jawab Ki Ranuwijaya, suaranya terdengar gugup. “Ada dua orang yang baru saja tiba di rumahku. Salah satunya adalah Seta, prajurit muda kita yang sempat dirundung masalah besar itu.""Hmm, dia datang ke rumahmu untuk menumpang karena rumahnya sudah terbakar habis, begitu?" tanya Ki Tunggul, lelaki yang didatangi Ki Ranuwijaya."Bukan begitu," tukas Ki Ranuijaya. "Dia datang mengantar seseoang yang ... aku yakin itu yang bernama Ki Baswara, buronan yang sedang dicari-cari kerajaan.”Mata Ki Tunggul menyipit. “Ki Baswara? Kau yakin?”“Tentu saja. Dia memang tidak menyebut dirinya secara langsung, tetapi Seta yang memperkenalkannya dengan nama itu. Lalu mengenai peristiwa pengepungan Lembah Rengganis itu, Seta juga berkata akan menceritakannya pad
last updateLast Updated : 2024-11-27
Read more

Bab 147

Ruangan rumah Ki Ranuwijaya yang sempit kini menjadi medan pertempuran sengit. Denting senjata, teriakan, dan suara benda-benda jatuh menciptakan hiruk-pikuk yang seakan mengguncang dinding rapuh rumah itu.Seta dan Ki Baswara berusaha keras bertahan melawan delapan orang yang terus mengepung mereka, mencoba mengatasi kelelahan dan kurang tidur yang turut menggerogoti daya juang mereka.Seta, dengan napas yang mulai memburu, melompat menghindari tebasan parang seorang lawan. Ia membalas dengan mengayunkan pedangnya, membuat lawan terpaksa mundur.Di sisi lain ruangan, Ki Baswara menghadapi dua orang sekaligus dengan hanya berbekal tongkat kayu. Meskipun usianya sudah tua, tongkat itu bergerak lincah, memukul tangan salah satu penyerang hingga senjatanya terlepas.Namun keunggulan jumlah di pihak lawan lambat laun mulai terasa.“Sial!” Seta mengumpat saat salah satu lawan berhasil menyerang kakinya. Sebuah tendangan keras membuatnya terh
last updateLast Updated : 2024-11-28
Read more

Bab 148

Roda gerobak bergemeretak di atas jalan berbatu. Seta dan Ki Baswara duduk bersebelahan di bak terbuka itu, tangan mereka masih terikat erat.Matahari belum sepenuhnya muncul. Pagi yang dingin menyelimuti perjalanan mereka, sementara bulan sabit yang cahayanya mulai memudar tengah bersiap meninggalkan langit.Seta menghela napas panjang, mengendurkan bahu yang terasa kaku akibat tali pengikat. Ia memalingkan wajah ke arah Ki Baswara yang diam memandang ke kejauhan.“Ki,” gumam Seta tiba-tiba, suaranya berat tetapi bercampur nada geli, “kau sadar sesuatu?""Apa itu?" sahut Ki Baswara tanpa mengangkat wajah."Kau telah menempuh perjalanan panjang meninggalkan Kotaraja untuk bersembunyi di Lembah Rengganis, lalu pergi ke Hantang hanya untuk... dibawa kembali ke Kotaraja,” kata Seta lagi, sembari tersenyum getir.Ki Baswara menoleh, lalu tersenyum samar. “Begitulah jalan kehidupan manusia, Seta. Tapi aku harus menga
last updateLast Updated : 2024-11-28
Read more

Bab 149

Embun pagi masih menyelimuti Teluk Lawa ketika Ki Sajiwa bersiap meninggalkan tempat itu. Hatinya resah karena Seta sudah terlalu lama pergi tanpa kabar.Kalau Seta pergi sekadar pergi, Ki Sajiwa tak akan secemas ini. Akan tetapi muridnya itu membawa surat yang ia titipkan untuk disampaikan kepada Ki Baswara, dan itu tak kunjung mendapat balasan.“Tidak biasanya Seta seperti ini,” gumam Ki Sajiwa pelan, sambil menepuk leher kudanya yang mulai bergerak meninggalkan pantai. “Apa sesuatu telah terjadi padanya di Kotaraja sana?”Dengan keyakinan yang didorong oleh kekhawatiran, Ki Sajiwa memutuskan untuk menyusul ke Kotaraja. Ia berharap bisa mencari tahu apa yang sedang terjadi, baik pada Seta maupun Ki Baswara.Perjalanan panjang itu berlangsung tanpa halangan berarti, hingga matahari mulai naik ke puncak langit. Ki Sajiwa tiba di sebuah penginapan yang terletak di pinggir jalan utama menuju Kotaraja.Namun suasana di tempat i
last updateLast Updated : 2024-11-29
Read more

Bab 150

Di dalam kemahnya yang besar dan luas, Arya Jatikusuma memutar langkah dengan perlahan, dengan sengaja membangun tekanan pada Sitadewi. Membuat perempuan itu tersudut, matanya penuh dengan ketakutan.Sementara itu, Arya Jatikusuma yang merasa memegang kendali penuh semakin mendesaknya dengan berbagai tuduhan tentang keterlibatan Seta."Seta pasti menceritakan sesuatu padamu, bukan?" ujarnya memulai desakan dalam tanya. "Aku yakin ia tidak sekadar bermalam. Kau tahu siapa yang ia temui, dan kau tahu rahasianya. Cepat katakan padaku!"Sitadewi menggeleng. Diam-diam ia mulai bersiaga jika ternyata ketakutannya menjadi kenyataan.Bagaimanapun Sitadewi menyadari jika dirinya seorang jalir, seorang perempuan pemuas hasrat lelaki. Apa yang direncanakan seorang lelaki seperti Arya Jatikusuma dengan membawanya kemari kalau bukan...."Jangan dusta!" sentak Arya Jatikusuma, memutus dugaan buruk di dalam kepala Sitadewi."Aku tidak tahu apa-apa, Senopat
last updateLast Updated : 2024-11-29
Read more
PREV
1
...
1314151617
...
20
DMCA.com Protection Status