Home / Pendekar / Bara Dendam di Perbatasan / Chapter 161 - Chapter 170

All Chapters of Bara Dendam di Perbatasan: Chapter 161 - Chapter 170

192 Chapters

Bab 161

Dalam senyap, Ki Sajiwa bersembunyi di ruangan kecil dekat balairung. Ia menajamkan pendengaran dan daun telinganya menangkap pembicaraan antara Dyah Wisesa dan Rakryan Rangga yang baru saja tiba."Gusti, titah Sri Prabu adalah titah yang tak bisa diabaikan," kata Rakryan Rangga dengan nada tegas. "Beliau menunggu kehadiran Gusti sekarang juga di balairung agung. Gusti harus menghadap, sesuai pesan yang hamba sampaikan kemarin."Dyah Wisesa tampak enggan. "Malam-malam begini?" sahutnya malas. "Tidakkah Sri Prabu bisa menunggu sampai esok pagi? Lagi pula, aku sibuk mengurus hal-hal penting di puriku ini."Rakryan Rangga mengerutkan dahi. "Gusti, menunda titah Sri Prabu hanya akan menyebabkan kecurigaan beliau bertambah besar. Gusti tentu tahu, Sri Prabu sudah mencium banyak hal tak beres di Kotaraja yang semuanya mengarah padamu."Dyah Wisesa hendak membalas, tetapi Senopati Wira Tunggala membisikkan sesuatu di telinganya. Meskipun Ki Sajiwa tak bisa mende
last updateLast Updated : 2024-12-03
Read more

Bab 162

"Ayo, apa yang ingin kau lakukan terhadapku?" ujar Ki Sajiwa yang berdiri dalam keadaan siaga. Kedua tangannya tetap di sisi tubuh, meski kewaspadaan terpancar jelas dari tatapan matanya.Di depannya, Senopati Wira Tunggala menghunus pedang, wajahnya penuh amarah yang tertahan. Suasana halaman belakang puri yang tadinya hening berubah tegang."Kisanak," kata Senopati Wira Tunggala dengan nada berat, "kau berani menyusup ke dalam puri Dyah Wisesa dan mencoba membebaskan tahanan kerajaan. Perbuatanmu setara dengan pengkhianatan terhadap takhta kerajaan."Ki Sajiwa tersenyum tipis, menampakkan ketenangan yang berlawanan dengan keadaan di sekitarnya yang bertambah gawat."Dari dandananmu, aku yakin kau seorang senopati," sahut Ki Sajiwa, masih dengan sikap acuh tak acuh. "Ketahuilah, aku tidak datang untuk melawan kerajaan. Aku datang hanya untuk menyelamatkan seorang sahabat, Ki Baswara, dan muridku, Seta. Mereka bukan pemberontak, sehingga tidak layak ditah
last updateLast Updated : 2024-12-04
Read more

Bab 163

Ki Sajiwa bergerak dengan gesit melewati lorong sempit yang dingin dan lembap. Suara langkah kakinya nyaris tak terdengar, menyatu dengan bayangan yang menempel di dinding.Setibanya di satu tempat yang terdapat deretan pintu-pintu bergembok besi, Ki Sajiwa menghentikan langkah. Ia mengamati keadaan, sembari menajamkan pendengaran untuk menangkap suara-suara yang dapat dijadikan petunjuk.Sekejap berselang Ki Sajiwa mendekati salah satu pintu ruang tahanan, lalu mengintip melalui celah kecil di sana. Tidak salah! Ia menemukan Seta yang duduk bersila di lantai, tampak letih namun masih memancarkan semangat."Seta," bisik Ki Sajiwa, membuat muridnya itu menoleh kaget."G-guru!" Seta setengah berdiri, matanya membelalak antara heran dan lega. "Bagaimana kau bisa di sini? Apa yang terjadi? Apakah—"Ki Sajiwa mengangkat tangan, memotong rentetan pertanyaan muridnya."Cerewet sekali kau ini, seperti ibu-ibu di pasar menawar dagangan saja!" g
last updateLast Updated : 2024-12-04
Read more

Bab 164

Senopati Wira Tunggala berdiri dengan gagah di hadapan Ki Sajiwa, memutar pedang panjangnya untuk memamerkan keahlian. Sementara itu, Ki Sajiwa hanya berdiri tenang, satu tangan di belakang punggungnya, wajahnya seperti memandang seseorang yang ingin bermain-main."Kisanak, malam ini kau akan menyesal telah meremehkan kekuatan seorang senopati Jenggala!" seru Senopati Wira Tunggala jemawa.Ki Sajiwa tak dapat menahan tawa mendengar ucapan tersebut. Sebelum sempat ia menanggapi, Seta sudah melangkah maju dengan sigap. Tangan wira tamtama itu menggenggam tombak pendek, menatap langsung ke arah sang senopati."Senopati Wira Tunggala," ujar Seta dengan suara tegas, "jika kau ingin menumpahkan darah, lawanlah aku. Jangan guruku, dia bukan lawan sepadan bagimu."Senopati Wira Tunggala menyipitkan matanya, lalu tertawa kecil dengan nada mengejek. "Kau hanya seorang wira tamtama, Anak Muda! Apa kau pikir aku mau membuang waktu melawan bocah ingusan sepertimu?"
last updateLast Updated : 2024-12-04
Read more

Bab 165

Sri Prabu Girindra duduk di singgasananya dengan wibawa yang tak tergoyahkan. Raut wajahnya tampak bersungguh-sungguh, dengan kedua mata tajam memandang ke arah Dyah Wisesa yang baru tiba di balairung istana.Para pejabat istana dan bangsawan yang hadir saling berbisik pelan, menyadari ketegangan yang terasa di ruangan itu."Wisesa adikku," ujar Sri Prabu Girindra, suaranya tegas namun tenang. "Aku tidak akan berbasa-basi denganmu, jadi mari langsung saja kita buka pembicaraan ini langsung kepada inti permasalahan."Dyah Wisesa menunduk hormat. "Silakan, Kakang Prabu," sahutnya takzim."Aku mendengar berbagai kabar yang mencemarkan nama keluargamu—dan, pada akhirnya, nama Jenggala. Aku harap kau bisa memberi penjelasan yang memuaskan kepadaku," kata Sri Prabu lagi."Hamba dengan senang hati akan menjelaskan semuanya, Kakang Prabu. Namun harus Kakang Prabu ingat, fitnah dan kabar angin itu hanya mengotori istana. Semua tuduhan terhadap hamba a
last updateLast Updated : 2024-12-05
Read more

Bab 166

Dyah Wisesa melangkah keluar dari balairung istana dengan wajah masam. Langkahnya cepat, mantel panjangnya berkibar-kibar di sepanjang lorong istana. Ia menggerutu pelan, meski cukup keras untuk didengar oleh para pengawal yang berjaga di sekitar."Sungguh tak masuk akal!" gerutunya. "Daru seenaknya saja membuka rahasia. Dan Kakang Prabu, entah apa yang merasukinya sehingga terus mendesakku dengan tuduhan-tuduhan tidak berdasar!"Salah seorang abdi istana yang menunduk di tepi lorong memberanikan diri berkomentar, "Semoga Gusti Dyah Wisesa diberi jalan keluar oleh para dewa."Dyah Wisesa mendelik tajam ke arah abdi itu, membuat yang dipelototi gemetar ketakutan dan buru-buru bersimpuh di lantai.Tanpa berkata apa-apa, Dyah Wisesa melanjutkan langkahnya menuju kudanya yang telah disiapkan di pelataran istana. Dalam hati, ia mulai menyusun rencana untuk keluar dari situasi yang semakin tidak terkendali.Sementara di dalam balairung, Sri Prabu Girindr
last updateLast Updated : 2024-12-05
Read more

Bab 167

Kereta kuda Dyah Wisesa berhenti di pelataran purinya yang megah, tetapi suasana yang menyambut kedatangannya jauh dari tenang. Para prajurit berlarian ke sana kemari, wajah mereka menunjukkan kegelisahan.Sampai kemudian salah seorang pengawal utama maju menyambut Dyah Wisesa dengan wajah pucat.“Gusti Pangeran, mohon ampun,” katanya terbata-bata sambil menjura dalam-dalam. “Telah terjadi sesuatu di ruang tahanan. Penyusup berhasil masuk, merobohkan Senopati Wira Tunggala dan membawa kabur kedua tahanan.”“Maksudmu... Ki Baswara dan pemuda itu?” Dyah Wisesa bertanya dengan nada dingin, tetapi tatapannya memancar penuh ancaman.“Benar, Gusti,” jawab sang pengawal dengan kepala menunduk.Mendengar kabar itu, wajah Dyah Wisesa seketika memerah. Ia mengayunkan lengan, membuat sang pengawal mundur dengan panik.“Kalian semua tidak becus!” serunya marah. “Bagaimana bisa penyusup ma
last updateLast Updated : 2024-12-05
Read more

Bab 168

Ki Sajiwa, Seta, dan Ki Baswara melangkah perlahan meninggalkan kegelapan Kotaraja. Setelah perjalanan yang cukup jauh, mereka berhenti di tepian sebuah sungai yang airnya berkilau memantulkan cahaya bulan.Sebatang pohon besar doyong melintang di atas aliran sungai, seakan menjadi sebuah jembatan alami yang menghubungkan dua sisi bengawan tersebut. Di bawah naungan pohon itu, mereka akhirnya memutuskan untuk beristirahat.“Di sini kita aman untuk sementara,” ujar Ki Sajiwa sambil memeriksa sekitar. “Kotaraja masih jauh di belakang. Aku yakin mereka tidak akan mengejar kita hingga sejauh ini dalam waktu dekat.”"Para prajurit tadi sangat boleh jadi masih sibuk mengurusi senopati yang kau buat babak belur itu, Guru," sahut Seta, lalu tertawa kecil.Usai berkata begitu Seta mengamati sekitar untuk mencari ranting-ranting kering. Wira tamtama itu ingin membuat api unggun untuk menghangatkan suasana, sekaligus menghindari ancaman hewan
last updateLast Updated : 2024-12-06
Read more

Bab 169

Ketegangan menggantung di udara ketika suara gemerisik semakin dekat. Seta berdiri dengan pedang terhunus, matanya tajam memandang ke arah semak-semak yang bergerak.Di tempat lain, Ki Sajiwa dan Ki Baswara sama-sama waspada, siap menghadapi apa pun yang mungkin muncul.Lalu dari balik bayangan pepohonan, seorang lelaki tegap dengan pakaian panjang dan cadar di wajahnya muncul perlahan. Gerak-geriknya tenang tetapi mencerminkan kepercayaan diri yang luar biasa.Seta, tanpa ragu, maju hendak menyerang.“Jangan, Seta, tahan!” suara Ki Baswara tiba-tiba menggema, memotong langkah Seta.Seta menoleh dengan kebingungan. “Mengapa, Ki? Dia bisa saja mata-mata Dyah Wisesa!”Namun, Ki Baswara kembali mengangkat tangannya, memberi isyarat agar Seta menurunkan pedangnya. “Sepertinya aku tahu siapa dia. Jangan bertindak gegabah.”Lelaki bercadar itu tertawa kecil, suaranya dalam dan berwibawa. Ia perlahan membu
last updateLast Updated : 2024-12-06
Read more

Bab 170

Balairung istana Jenggala sunyi senyap ketika Dyah Wisesa melangkah masuk dengan wajah tegang. Sri Prabu Girindra telah menunggu di singgasana, dikelilingi oleh para abdi dalem yang berdiri berjajar dengan hormat.Sedari tadi, pandangan tajam sang raja tertuju langsung pada adiknya, membuat Dyah Wisesa merasa tubuhnya seperti tertimpa beban berat.Sri Prabu mengamati wajah Dyah Wisesa sejenak sebelum akhirnya berkata dengan nada tenang tetapi penuh wibawa, “Wisesa adikku, aku bisa melihat dari sorot matamu bahwa ada sesuatu yang buruk telah terjadi. Katakan padaku, apa yang sebenarnya terjadi?”Dyah Wisesa menundukkan kepala sesaat, mencari kata-kata yang tepat. Akhirnya ia memutuskan untuk berbicara jujur.“Ampun, Kakang Prabu. Ada seorang penyusup yang masuk ke kediaman hamba. Ia telah merobohkan para prajurit dan Senopati Wira Tunggala. Lalu... ia membebaskan dua tahanan: Seta dan Ki Baswara,” jawabnya dengan suara perlahan.
last updateLast Updated : 2024-12-06
Read more
PREV
1
...
151617181920
DMCA.com Protection Status