Home / Romansa / Pembantu Kesayangan Tuan Muda / Chapter 71 - Chapter 80

All Chapters of Pembantu Kesayangan Tuan Muda: Chapter 71 - Chapter 80

284 Chapters

71. Adik Kesayangan

“Apa aku mengambil sesuatu yang menjadi milikmu, Jelita?” Jelita tertegun mendengar pertanyaan Sam yang ditujukan padanya. “Ap-apa?” Jelita bingung. “Caramu menatapku, … seperti aku baru saja mencuri milikmu yang berharga.” Sial! Jelita kesal sekali pada pria ini. Apa sih maksudnya? Terlebih ada sorot mengejek di mata itu saat mengatakannya. 'Ya, kau mencuri William-ku!' ketus Jelita dalam hati. Tapi kemudian Jelita tertawa getir. 'Atau malah aku yang mencuri William-nya?' pikirnya kecut. “Sama sekali tidak. Masa saya menuduh Anda begitu? Padahal ini pertama kalinya kita bertemu.” “Pencopet tak harus bertemu lebih dulu dengan korbannya saat akan mencuri dompetnya. Dia bisa saja mencopet sejak pandangan pertamanya dengan si korban, bukan?” Jelita tertawa garing, tak mengerti ke mana arah bicara orang aneh ini. “Selera humor Anda bagus, tapi maaf …, saya tak paham apa maksudnya.” Kali ini William terbahak-bahak setelah kediaman panjangnya sejak tadi, membuat Jelita menoleh heran
last updateLast Updated : 2023-06-06
Read more

72. Malu Sama Tato

Bimo masih bergelung di atas kasur saat Atika membuka pintu kamarnya, dengan cara mendobrak. Brak! “Woy, kebo, ... bangun lu!” Atika mematikan AC lalu menarik selimut Bimo. “Bangun!” omelnya sambil mencubit bokong adiknya yang meringkuk seperti bayi. “Wadaw!” Bimo mengusap-usap pantatnya sambil melotot kepada Atika yang berkacak pinggang. Atika pun balas memelototinya dengan sebagian rambut yang di roll. Persis ibu tiri! “Apaan sih, Kak!” “Gas dan isi galon habis, buruan beli sono ke warung.” “Telpon aja toko langganan!” “Udah, lagi tutup mereka. Buruan gih, beli. Lagian elu kan ada kuliah ntar jam 10, bangun makanya.” Mendengar kata kuliah disebut-sebut Bimo langsung sadar sepenuhnya. Dia ingat sudah janjian dengan Jelita mau ke kampus bareng. Tanpa menunggu komando Atika lagi, Bimo langsung lompat dari atas kasur menuju kamar mandi. Dia harus siap-siap, jangan sampai telat! Selesai mandi dan berpakaian rapi, Bimo menyambar tas dan menuruni tangga. Di bawah tangga sudah ad
last updateLast Updated : 2023-06-07
Read more

73. Deja Vu

“Gue suka sama elu, Ta.” “Bagus. Berarti elu bukan pelangi.” Bimo garuk-garuk kepala. Bingung menerima reaksi Jelita yang diluar dugaan. Gadis itu sedikitpun tak terlihat canggung apalagi kaget. Malah membandingkan dengan kaum pelangi segala. Apaan sih! Baru kali ini Bimo mengatakan rasa sukanya secara serius dan baru pertama kalinya juga dicuekin. Jika ini gadis lain, mungkin sudah semaput di pelukan Bimo. “Serius loh gue, Ta.” “Aku juga suka sama kamu, Bim. TAPI sebagai teman.” “Teman tapi mesra? Boleh juga. Gue nggak nolak.” Bimo mengedipkan sebelah matanya dan meringis saat Jelita menabok lengannya yang bertato sambil mendelik. Astaga. Kenapa Bimo makin suka melihatnya ya? Jelita tetap cantik meskipun lagi mode galak. Menjelang sore, Jelita mengajak pulang, tapi Bimo malah membawanya makan dulu di resto tepi pantai sambil menikmati angin sepoi-sepoi. “Kira-kira kita ntar sampai rumah jam berapa, Bim?” “Kenapa sih, Ta? Buru-buru amat.” Jelita menghela napas. “Aku kan ngga
last updateLast Updated : 2023-06-07
Read more

74. Aku Tahu Rahasiamu

“Sayang …?” “Saya punya nama, Tuan!” “Kamu ini kenapa sih, Ta!” William menggebrak meja makan dan membuat Jelita terlonjak kaget. “Saya harap kita bisa berpisah baik-baik, Tuan. Tak perlu ribut-ribut seperti ini.” “Jelita, please …!” William menggenggam tangannya erat-erat, ingin sekali dia memukul meja atau membanting gelas. Tapi dia sadar itu kekanakan dan hanya akan memperkeruh suasana. Bisa-bisa Jelita malah semakin takut kepadanya. Pria itupun menghela napas, mengumpulkan kembali stok kesabarannya yang mulai setipis kertas. “Bukan cuma kamu yang lelah dengan hubungan kita yang rumit ini, Ta. Aku juga. Tapi aku mencintaimu. Aku tak peduli jika keluarga Subrata tak sudi mengakuiku sebagai anggota keluarga mereka lagi, asalkan aku bisa tetap bersamamu. Aku lebih pilih kamu ketimbang mereka, Ta.” Jelita mendesah. Dirinya mulai goyah. Kenapa William bisa mengucapkannya dengan begitu alami dan sepenuh penjiwaan? Seakan memang benar seperti itu. Seolah dia memang menginginkan Jeli
last updateLast Updated : 2023-06-08
Read more

75. Saudara Terbaik

“Elu tuh umur berapa sih! Masih aja gelut kayak gini, sama tetangga sendiri pula. Malu-maluin. Dasar anak nakal!” Bimo meringis karena Atika malah menjewer sambil mengompres hidung dan wajahnya yang memar kebiru-biruan. Bimo ingin balas mengomel, tetapi dia terdiam karena sekarang Atika malah menangis, meskipun mulut kakaknya itu mengomel tetapi tangannya tak berhenti bergerak mengobatinya dengan tatapan sarat kekhawatiran yang muram. “Maafin gue, Kak.” Bimo berkata lirih setelah Atika berhenti mengomel, namun tangan si kakak belum berhenti mengompres wajahnya yang lebam. Bimo tahu, Atika sejak dulu sangat menyayanginya. Saat kecil, ketika Bimo masih bertarung di arena, Atika adalah orang yang paling ramai menyemangatinya di pinggir lapangan dan menjerit paling keras saat Bimo meraih kemenangan. Dan Atika jugalah orang pertama yang akan memeluknya saat Bimo menerima kekalahan. Sedangkan keluarganya yang lain sibuk dengan urusannya masing-masing. Mereka bukan anak yatim-piatu tetapi
last updateLast Updated : 2023-06-08
Read more

76. Sam

“Nah. Jadi? Masih mau putus?” William mengedipkan sebelah matanya saat Jelita menunduk namun mencuri-curi tatap kepadanya. Melihat Jelita masih terdiam sambil menggigiti bibirnya, William sudah tak tahan lagi, direngkuhnya gadis itu dan diciumnya sebanyak-banyaknya bibir Jelita yang sangat dia rindukan. “Awhh.” Dia meringis karena rasa perih di bibirnya akibat pukulan Bimo. “Sakit?” Jelita membelai-belai bibir William dengan mata berkaca-kaca, matanya yang berkabut air mata itu memandang wajah William yang terluka dengan sorot cemas. William tersenyum, ada kelegaan luar biasa menyembul dalam hatinya. “Tak sesakit saat mendengarmu minta putus dariku,” bisiknya seraya menciumi Jelita lagi. Dan dia mendesah bahagia kala gadis itu membalas ciumannya dengan hati-hati, seperti mengkhawatirkan luka di bibirnya. Kembalinya Jelita ke pelukannya bagai penebus segala rasa sakit yang William rasakan belakangan ini. Kerasnya pukulan Bimo tak ada apa-apanya dibandingkan rasa nyeri yang menusuk
last updateLast Updated : 2023-06-08
Read more

77. Pelakor

Di rumah keluarga Adyatama, di dalam sebuah kamar, Nadya buru-buru mengusap air mata saat mendengar pintunya diketuk-ketuk. Ketika dia membukanya, tampak wajah sang ibu yang memandangnya dengan sorot prihatin. Nadya tak suka dengan sorot itu. Sejak William mengumumkan kabar tentang putusnya hubungan mereka, dia jadi tampak menyedihkan di depan semua orang. Nadya benci dipandangi seperti itu. Inilah yang membuatnya tak nyaman masih tinggal bersama orangtua, sulit mendapatkan privasi karena gerak-geriknya mudah terawasi. Nyonya Mirasih memang melarang keras puterinya berpisah tempat tinggal dengannya hingga sang puteri nanti menikah dan ikut suaminya. “Boleh Mama masuk?” Nadya memiringkan badan, memberi jalan sang ibu memasuki kamarnya. Nyonya Mirasih mengedarkan pandang ke kamar Nadya yang selalu rapi dan apik. Sejak kecil Nadya memang peka dengan hal-hal yang estetik. Nyonya Mirasih duduk di sebuah sofa malas yang tadi diduduki Nadya, tanpa sengaja matanya menangkap sebuah album f
last updateLast Updated : 2023-06-09
Read more

78. Aku Memilihmu

“Katakan, … siapa perempuan itu? Memang apa hebatnya dia sampai-sampai kau melepas seorang Nadya Putri Adyatama!” William menghela napas dalam-dalam. Dia sudah siap untuk membuka hubungannya dengan Jelita. Namun dilihatnya Jelita menggeleng keras-keras di belakang Nyonya Marta. “Katakan!” Nyonya Marta tak sabar melihat kediaman William. William bergeming, menatap Jelita yang memucat di belakang Nyonya Marta. Jika mengikuti emosi, dia ingin jujur saja sekarang, tapi dia juga perlu mempertimbangkan kesiapan Jelita. Dan tiba-tiba terngiang kembali nasehat Sam yang menyuruhnya bersabar dalam menjalani hubungannya dengan Jelita. Dia tak boleh terlalu bernafsu menuruti egonya sendiri dan mengabaikan kenyamanan Jelita. “Baiklah,” Nyonya Marta bersedekap dan menatap William lurus-lurus, “apa perempuan itu puteri pejabat, politikus, atau puteri konglomerat?” Jika memang seperti itu sosok perempuan yang telah merebut William dari Nadya, dia masih bisa mempertimbangkan. “Atau jangan-jangan c
last updateLast Updated : 2023-06-10
Read more

79. Lebih Baik Diam Saja atau Berbohong

Sudah jam satu pagi, tapi Jelita belum tidur karena masih mengerjakan tugas mata kuliah statistik yang harus dikumpulkan besok. Jelita tak bisa berpikir jernih belakangan ini sejak kedatangan Nyonya Marta beberapa hari lalu. Kata-kata Nyonya Marta sangat mempengaruhinya. Kalau saja tadi Aya tidak meneleponnya dan bertanya tentang hasil jawaban Jelita dari soal itu, mungkin Jelita betul-betul lupa punya tugas kuliah. Tiba-tiba saja ponsel Jelita berdering, dari William. “Halo, Bang?” sapanya. “Sudah jam segini kok masih belum tidur?” “Kok Abang tahu aku belum tidur?” “Kamu mengangkat teleponku.” “Hehe … iya juga ya.” “Dasar.” William terkekeh, suaranya empuk dan enak didengar. “Sayang lagi ngapain?” tanyanya kemudian. “Ngerjain tugas kuliah.” “Lanjutkan saja besok, sekarang tidurlah, sudah lewat malam.” “Tanggung, Bang.” “Ada kesulitan?” “Kenapa emang? Mau bantuin?” “Butuh bantuan nggak?” “Nggak kok, bentar lagi selesai.” “Yakin jawabannya sudah benar? Sini coba kukoreksi
last updateLast Updated : 2023-06-10
Read more

80. Pagi, Hujan, dan Kamu

“Abang, bangun! Sudah pagi. Abang harus siap-siap ke kantor.” Jelita berkata sambil menyingkap gorden. Di luar memang masih terlihat gelap karena mendung, padahal ini sudah jam enam pagi yang seharusnya sudah mulai terang. “Bangun, Bang. Kau sudah melewatkan olahraga pagimu.” Jelita berkata sambil kembali ke sisi ranjang, tersenyum menatap wajah kekasihnya yang baru bangun tidur. Rambut William acak-acakan, tetapi tetap terlihat tampan. “Kemarilah,” kata William sambil menarik Jelita agar lebih dekat dengannya. “I love you,” bisiknya seraya memagut bibir gadis itu. Dia senang karena semalam Jelita mengizinkan dirinya melanjutkan tidur di sini, di ranjang Jelita. Mereka tidur berpelukan seperti saat di Bali dulu. William bahagia, seperti sedang berbulan madu. “Me too.” Jelita cepat-cepat menarik bibirnya, bakal lama kalau meladeni keinginan William. Jelita memandang William sambil menepuk-nepuk wajah sang kekasih. “Sekarang mandilah, terus sarapan,” ucapnya. Untuk sejenak William te
last updateLast Updated : 2023-06-11
Read more
PREV
1
...
678910
...
29
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status