All Chapters of Suara Desahan di Kamar Anakku: Chapter 241 - Chapter 250

334 Chapters

241 Masih POV Author

"Tapi, Mas. Aku tidak mau diurus suster. Aku ini bukan bayi atau jompo. Aku masih bisa melakukan aktivitas sendiri kok." Tiba-tiba Jenifer mengelak."Tuh kan, Mas. Bisa kamu dengar baik-baik. Mba Jenifer ini memang wanita mandiri. Dia tak mau merepotkan siapa pun. Maka Mas Yusuf harus benar-benar memperhatikannya," celoteh Khaila turut memanas-manasi saja.Namun, tak ada balasan lagi dari Yusuf. Pria tampan dengan perawakan berisi itu tampak menatap ke arah depan, tak mau lagi menanggapi celotehan Khaila."Mas Yusuf harus bilang pada Mia kalau Mba Jenifer akan pindah ke kamar di lantai satu. Mba Jenifer akan tinggal di rumah kita selama masa kehamilan," saran Khaila sambil menaikan sebelah alisnya pada Jenifer seperti tengah memberikan kode."Itu tidak ada dalam surat perjanjian," balas Yusuf menanggapi."Jangan pikirkan surat perjanjian, Mas. Tapi pikirkan kesehatan Mba Jenifer yang tengah mengandung anak kamu, Mas. Calon penerus perusahaan Zubair. Jangan biarkan semuanya diatur ole
Read more

242 Kembali Ke POV Mia

Aku menghela napas kesal. Lagi-lagi harus berpapasan dengan Khaila di waktu yang tidak tepat."Terserah kamu saja, Khaila. Saya memang tak punya kuasa di rumah ini." Aku melanjutkah langkah. Tenggorokan ini rasanya kering membutuhkan segelas air minum."Tunggu!" Khaila menahan langkahku."Apa lagi?" Aku menghentikan langkah."Jangan pernah sekali-sekali mengganggu, Mba Jenifer. Dia sedang hamil anak Mas Yusuf. Jadi kami harus legowo menerimanya," pinta Khaila menekan tanpa sopan santun."Saya tidak pernah mengganggu siapa pun. Sebaliknya, jika hidup saya diganggu dan diusik, maka saya tak akan tinggal diam," balasku tanpa merasa takut. Segera kulanjutkan langkah tanpa perduli dengan panggilan Khaila lagi. Kepala ku pusing, lebih baik membuat kopi saja di dapur. "Bu Mia, ngopi sendirian?" Ijah menyapaku. Dia baru saja tiba entah muncul dari mana."Iya, Jah. Temani saya ngopi yu. Saya tidak punya teman di sini, selain kamu," balasku."Siap, Bu." Kulihat Ijah membawa sesuatu di tangann
Read more

243 Ada Barang Bukti

Mas Yusuf tampak terkejut. Sementara aku tak terlalu, karena aku merasa ucapan Khaila sering mengandung kebohongan."Siapa, Khaila?" Suamiku bertanya pada adiknya."Siapa lagi kalau bukan istri tuamu, Mas Yusuf," jawab Khaila dengan tatapan sinis dia melemparkan tuduhan padaku."Tidak!" Segera kubantah dengan tegas."Khaila, tolong jangan menuduh seperti itu." Mas Yusuf pun membantah."Mas Yusuf, pikir baik-baik. Siapa di rumah ini yang benci terhadap, Mba Jenifer," tekan Khaila yang tampak berusaha meyakinkan Mas Yusuf dengan tuduhannya.Bagaikan ular yang berbisa, tuduhan Khaila kali ini benar-benar meracuni pikiran Mas Yusuf."Saya memang tidak suka dengan, Jenifer. Tapi saya bukan wanita selicik itu. Jaga ucapan kamu, Khaila," bantahku dengan tegas tak mau kalah. Enak saja dia menuduhku tanpa bukti. Aku tak terima dengan tuduhan yang tak kulakukan sama sekali."Halah, mana ada maling ngaku!" cibir Khaila.Sementara Jenifer nampak duduk dengan anggunnya tanpa ikut mencampuri. Dia s
Read more

244 Hewan Lucu Apa?

"Tidak ada, Bu," jawab Ijah. Mengejutkanku."Loh, bukannya tadi ada di tong sampah belakang?" Aku mengernyitkan dahi."Sudah saya cari, Bu. Tapi tidak ada. Padahal baru beberapa menit saja," jawab Ijah Lagi."Sudahlah, tak usah memperkeruh suasana. Kalian berdua pandai berkilah ya," sindir Khaila tersenyum tipis. Pun dengan Jenifer yang kulihat.'Ada apa dengan mereka? Sepertinya ada yang sudah mereka manipulasi,' batinku bergumam."Tidak ada yang berkilah. Belasan menit lalu Ijah baru saja membuang plastik bekas minyak horeng ke dalam tong sampah belakang, yang telah ia temukan di lantai dua. Kamu pikir Ijah berbohong?" Balasku pada Khaila."Lalu mana buktinya?" Khaila menantangku. Sementara Jenifer hanya diam dengan senyuman tipis merasa aman dan menang."Ijah kamu boleh kembali belakang," perintaku pada Ijah."Saya yakin ada seseorang yang telah mengambil barang bukti itu. Seseorang yang licik yang pandai berdusta," sindirku pada dua wanita yang ada di ruangan ini."Sudahlah, Mia.
Read more

245 Tikus Got!

Aku dan Mas Yusuf tersentak. Kami saling melempar tatapan terkejut."Bukankah itu suara, Jenifer?" Mas Yusuf bertanya kepadaku."Iya, Mas. Kenapa ya?" Aku pura-pura berbalik tanya. Padahal sepertinya aku tahu penyebab Jenifer berteriak."Aarrgghh! Tolong!" Suaya Jenifer kembali menggelegar.Aku dan Mas Yusuf secara bersama-sama melangkah dengan cepat menuju sumber suara yakni kamar sebelah yang ditempati Jenifer.Hanya beberapa langkah saja, kami berdua sudah sampai di depan pintu kamar Jenifer. "Aarrgghh! Tolong!" Suara Jenifer kembali terdengar menggelegar dengan teriakannya.Mas Yusuf mengetuk pintu. "Jenifer, ada apa?" Terlebih dahulu bertanya."Tolong, Mas. Tolong!" Teriakan Jenifer dari dalam.Mas Yusuf memutar handle pintu yang ternyata tidak dikunci. Sepertinya Jenifer memang sengaja tak mengunci pintu.Pintu telah terbuka lebar. Ada debaran perasaan cemas di dalam dada, khawatir kalau rencanku akan ketahuan oleh suamiku ini.Mas Yusuf segera menyalakan lampu karena suasana d
Read more

246 Tertancap Paku

Jenifer melanjutkan langkahnya. Langkah yang kali ini terlihat cepat. Nah itu dia terlihat kuat kok, mengapa tadi minta dipapah Mas Yusuf ke kamarnya dengan alasan lemah. Ah dasar muka dua!Tak mau lama mendumel dalam hati, gegas kulanjutkan niat ke ruangan tempat dispenser berada. Kuambil segelas air mineral dan meneguknya dengan lahap."Bu!" Suara sopran berdesis. Kumenoleh segera. Rupanya Ijah tengah tertawa kecil sambil membekap mulutnya."Permaisuri tengah histeris ketakutan. Apa yang kamu letakan di sana, Jah?" tanyaku berbisik pada Ijah yang tengah menahan gelak tawanya."Ini rumah steril, Bu. Tak pernah akan ada makhluk menjijikan. Saya pastikan itu," jawabnya berbisik pula."Lalu, apa?" Aku mengangkat kedua tangan, amat penasaran."Hanya mainan yang tampak real saja. Saya pegang remotnya. Saya bisa kendalikan dari balik dinding luar rumah," jelas Ijah. Dia sudah kesulitan menahan tawanya.Aku menggelengkan kepala seraya mengangkat kedua ibu jari. "Kamu benar-benar cerdas. You
Read more

247 Wanita Itu Pasti Berdusta

Ijah menggelengkan kepala. Ia juga nampak menelisik. Aku masih merasakan perih pada telapak kaki. Sementara Ijah mencari sesuatu di lantai. Mungkin masih khawatir ada teman-teman paku payung yang lain."Bu, masih banyak di lantai." Ijah mengambil beberapa paku payung. Rupanya tak hanya satu.Ya ampun, kerjaan siapa ini. Jahat sekali."Pastikan tak ada paku yang lainnya, Jah. Jangan sampai mencelakai orang lain," perintahku pada Ijah."Ya, Bu." Ijah dengan teliti mencari benda runcing dan kecil itu.Tak habis pikir. Benda itu telah mencelakaiku sampai berdarah. Apa ini ulah, Jenifer? Ya, aku pikir ulah siapa kalau bukan dia."Sudah bersih, Bu. Saya akan buang benda tajam ini." Ijah langsung berjalan menuju ruang belakang. Mungkin dia akan segera membuang benda berbahaya itu.Aku berjalan dengan sebelah kaki. Satu kaki kuangkat karena masih terasa bengkak. Aku masuk ke dalam kamar dan mengunci pintu. Kamar pribadi harus selalu dikunci. Setelah kejadian ini aku harus banyak berhati-hati.
Read more

248 Aku Punya Rencana

Aku menggelengkan kepala. Bisa-bisanya Khaila menuduhku."Lalu, Mas Yusuf percaya dengan laporan, Khaila?" tanyaku pada suamiku. Sedikit kesal. Bahkan tak ada senyuman sedikit pun di bibir ini."Saya tidak mudah percaya tanpa bukti. Hanya saja saya sempat terkejut dan hampir termakan laporan, Khaila. Saya melihat cairan merah menetes keluar dari telapak kaki Jenifer," jawab Mas Yusuf. Ia tampak merasa bersalah denganku."Saya tidak melakukan itu, Mas. Saya tidak sepicik itu. Saya malah menjadi korbannya." Aku meyakinkan Mas Yusuf."Sudahlah jangan dibahas lagi." Mas Yusuf mengakhiri. Dia memijat pelipisnya."Bagaimana hasil penyelidikan hari ini, Mas?" Aku mengalihkan topik."Masih nihil. Tapi sedikit banyaknya saya sudah tahu kalau ternyata Jenifer pernah membuat skandal di kantor," jelas Mas Yusuf."Skandal apa, Mas?" Kian merasa penasaran saja."Menurut penyelidikan hari ini bersama Anjani. Skandal yang pernah dibuat Jenifer kala itu, dia pernah mengalihkan data keuangan perusahaa
Read more

249 Aw Ketahuan

"Ih apaan itu!" Jenifer menjerit. Kedua kakinya meloncat-loncat seperti jiji terhadap sesuatu. Dia berdiri di samping Mas Yusuf tampak bergidik dengan kedua kaki masih melocat-loncat."Kamu apa-apaan sih, Jenifer?" Mas Yusuf yang melihat tingkah Jenifer tampak aneh."Itu geli banget, Mas. Apaan ya aku tidak tahu," jawab Jenifer. Kedua bahunya diangkat-angkat. Dia juga meluruskan jari telunjuknya ke bawah tempat duduknya barusan.Mas Yusuf langsung memeriksa. Tak ada apa pun ditemukan. "Tidak ada apa-apa, Jen!" "Aku gak tahu, Mas. Tadi keinjak sama aku. Jiji geli banget," jawab Jenifer kali ini nampak ketakutan. Rupanya dia masih trauma dengan malam lalu."Tak ada apa-apa. Kamu lihat saja," bantah Mas Yusuf dengan yakinnya."Mas, lihat," desisku memberi kode pada Mas Yusuf.Aku dan suamiku melihat Jenifer berdiri baik-baik saja. Tak terlihat wajah kesakitan lagi. Kaki Jenifer menapak dengan sempurna di atas lantai, tak seperti tadi yang nampak kesakitan."Kamu tampak baik-baik saja ya
Read more

250 Memanas-manasi

Semenjak saat itu, kepercayaan Mas Yusuf pada Jenifer tambah memudar. Hari ini satu minggu telah berlalu semenjak pernikahan Mas Yusuf dan Jenifer, masih juga belum terbongkar tentang kebenaran siapa Ayah dari janin yang dikandung Jenifer.Sering terdengar Jenifer merengek, tapi tak diperdulikan oleh Mas Yusuf. Dia enggan mendengar rengekan palsu dari istri mudanya."Mas, bolehkan saya ijin keluar?" Hari ini tepat pukul sembilan pagi aku meminta ijin pada suamiku untuk keluar. Saat matahari mulai naik ke atas ubun-ubun, saat Mas Yusuf telah selesai sarapan. Lagi pula, kondisi telapak kakiku sudah mulai membaik dan aku bisa berjalan seperti biasanya."Kamu mau kemana?" Mas Yusuf bertanya. Dia menoleh ke arahku. Ke arah tempat dudukku di depan cermin rias."Saya ingin bertemu dengan, Siska. Ada suatu hal yang ingin saya bicarakan dengannya," jawabku yang sebenarnya."Boleh-boleh saja. Lagi pula jadwal therapi kan masih besok. Jadi saya akan ke kantor karena masih belajar di sana. Apa m
Read more
PREV
1
...
2324252627
...
34
DMCA.com Protection Status