Home / Pernikahan / Mertua Bengis dan Pilih Kasih / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of Mertua Bengis dan Pilih Kasih: Chapter 1 - Chapter 10

81 Chapters

Sah Menikah Walau Dipermalukan

“Sah!”Para saksi pernikahan kami mengucapkan kata-kata itu selepas suamiku mengucapkan ijab-qabul. Para hadirin bertepuk tangan karena suamiku mengucapkannya dengan lancar tanpa hambatan.Ada pemandangan aneh di palang pintu gedung sebelah kiri, sekumpulan orang yang begitu banyak layaknya rombongan piknik, berkumpul di satu titik pintu tersebut."Bang! Itu yang di palang pintu masuk sebelah kiri siapa ya? Kok banyakan?" tanyaku menepuk tangan Bagaskara pelan. "Abang juga gak tahu, Yang!" jawab Bagaskara memantau sekumpulan orang itu.Rombongan pengantar pengantin pria yang tengah duduk di dalam gedung, beranjak pada acara ramah-tamah, berbaris mengantre hidangan parasmanan yang telah disediakan, diikuti oleh sekumpulan orang yang berkumpul di palang pintu tadi."Loh! Mereka rombongan pengantar rupanya, Bang?!" ujarku menoleh pada Bagaskara.Bagaskara menunduk diam, lalu meminta maaf padaku karena ia pun tidak tahu akan hal itu. Mama dan Papa saling memandang aneh, karena masih tak
Read more

Masalah Di Awal Pernikahan

"Kenapa, Sayang?" tanya suamiku menatap wajahku dan barang hantaran itu.Aku melanjutkan membuka satu per satu hantaran itu, sambil merasa heran, aku tak habis pikir mengapa bisa begini?"Lihat deh, Bang! Hantaran yang keluargamu bawa beda dengan yang kita pilih sebelumnya. Katanya udah fix, kok jadinya begini?" heranku memperlihatkan satu hantaran utama pada suamiku."Abang gak tahu, Nay! Apa mungkin ada yang nuker? Tapi siapa?” jawab suamiku mencoba menenangkanku."Terus kalau gak ada yang nuker, ketuker gitu? Ketuker sama siapa, Bang? Suka aneh-aneh aja kamu. Ini lagi baju tidurnya kok jadi yang tipis banget kayak gini!" marahku melempar piyama tipis menerawang."Abang kan cuma mengira-ngira aja, Abang juga nggak tau jawabannya. Abang telepon Ibu aja, gimana?" tanya Bagaskara mengambil ponselnya di atas nakas.Aku buru-buru mencegahnya, karena tidak mau urusannya menjadi semakin rumit. Bagiku sama saja seperti menyulut api."Gak perlu, Bang! Pelakunya pasti keluarga kamu, siapa lag
Read more

Lagi-lagi Masalah

"Ibu apa, Bu!" marah Bagaskara.Bu Aini-mertuaku, tertunduk di hadapan putranya, ia seolah enggan mengungkap kebenaran tentang putrinya yang tak lain adalah kakak dari suamiku. Namun, Bapak memberi isyarat pada Ibu untuk mengatakannya dengan jujur. Tanpa menunggu lama, bapak lekas menepuk tangan Ibu yang tengah mengetuk-ngetukkan jarinya tidak karuan. Lantas Bapak menegur, "Ayo! Bilang sama Bagas, Bu! Jangan tutupi terus kesalahan Hana, kalau memang benar dia yang melakukannya, Ibu gak usah takut Hana marah sama Ibu!"Ibu menganggukkan kepalanya walau nampak ragu, sambil menoleh pada Bapak, seolah meminta perlindungan."Itu semua … Hana yang menukarnya. Katanya gak perlu yang mewah kalau sekadar untuk hantaran, tabungan kamu lebih baik dipakai keperluan lain.” Ibu mengatur napasnya usai kalimatnya yang panjang. “Ibu pikir kenapa enggak, itu kan menghemat budget?!" ungkap Ibu gugup sembari memantau setiap sudut ruangan. Mungkin beliau khawatir aku mendengar pengakuannya."Duh Ibu! Kak
Read more

Gara-gara Telur

"Enggak tahu, Bang! Jangan tahu lah, kalau mereka tahu nanti mereka ikut-ikutan mikirin," jawabku merenung."Berdoa saja lah, semoga rezeki kita lancar, dan bisa terus membantu," jawab Bagaskara menghiburku.Keesokan harinya, saat mentari menghangatkan tubuhku yang tengah berjemur di halaman, Bagaskara berjalan menghampiriku."Yang! Kita ke rumah Ibu yuk! Udah lama kita belum nengok," katanya."Boleh, sekalian aja kita manpir dulu ke toko kue yang di jalan Ir.H Djuanda itu, kita belikan brownies kukus coklat kesukaan Ibu dan Bapak, Bang!" ajakku semangat. "Boleh lah, sudah lama juga kita gak kasih oleh-oleh, ya?" kata Bang Bagas. Aku pun mengangguk, lalu pergi ke kamar untuk bersiap. Rupanya Bang Bagas sudah lebih dulu siap, dengan kemeja flanel berwarna biru dongker, celana joger chinos dan sepatu sport bermerk Niki.Bang Bagas nampak tampan, duduk di kursi rotan menunggu di teras rumah.Kami pun segera berangkat dengan skuter matic asal Italia itu. Bang Bagas melaju dengan kecepat
Read more

Mama Meninggal

"Sudahlah Sayang, mulai saat ini kita berkunjung ke rumah Ibu cukup sebulan sekali aja, gak usah setiap seminggu sekali, bisa panas telingaku." Begitu ucap Bagaskara setelah kami meninggalkan rumah mertuaku. Aku langsung mengangguk, tak menutupi rasa panas akibat mulut pedas Kak Hana tadi. "Iya, Bang! Begitu jauh lebih baik! Keluargamu julid banget sama aku, Bang!" sahutku setuju sambil menatap wajah sedih suamiku."Iya. Dan lagi-lagi Abang dibuat malu dengan keluarga sendiri," kata Bang Bagas dengan lesu.“Tapi, mereka begitu karena cemburu padamu, Nay.” Aku menelengkan kepala. “Ngapain cemburu sama aku?" "Iya, karena keluarga kamu orang terpandang, kamu juga berpendidikan, apalah artinya mereka jika dibandingkan dengan kamu, Nay?" sahut Bang Bagas merendahkan diri. Aku mengibas-kibaskan tangan. "Jangan terlalu melebih-lebihkan, Bang! Aku tidak sebaik itu!" jawabku. "Kamu menyesal nikah sama Abang, Nay?"Dahiku kembali merengut mendengar pertanyaannya. “Kenapa sih, itu terus y
Read more

Mereka Tidak Datang

"Bang! Kok Ibu sama Bapak gak kelihatan? Mereka kemana? Kamu udah kasih tahu mereka kan, kalau Mama meninggal?" tanyaku. "Sudah Abang kasih tahu, Kok! Malah Bapak bilang agak sore mau kesini katanya." Sahut Bagaskara. Tak lama setelah itu, nampak Bapak di depan teras menyalami saudara-saudaraku. Rupanya Bapak hanya sendirian tidak ditemani Ibu. "Assalamualaikum." Salam Bapak. "Waalaikumussallam," jawab Papa dan Bang Bagas. "Maaf Pak Rendra, saya baru datang." Bapak duduk di samping Papa. "Kenapa sendirian? Bu Aini gak ikut? Saudaranya Bagas?" tanya Papa menoleh pada besannya. "Maaf istri dan anak-anak saya sepertinya gak bisa datang, karena ada keperluan lain." Tutur Bapak merasa tidak enak. "Oh ya sudah, tidak apa-apa Pak Alan, itu hak mereka." Sindir Papa melirikku. "Naya! Buatkan Bapakmu minum!" titah Papa. "Iya, Pa!" sahutku. Aku melangkahkan kakiku menuju dapur, seraya memanggil Bang Bagas yang sedang menyelesaikan pekerjaannya di laptop. "Bang! Sudah dulu kerjanya
Read more

Tanggal 25, Ada Apa?

"Mungkin Ibu, biasanya ibu suka bawel kalo Bapak belum pulang, apalagi selarut ini." Sahut Bagaskara sembari menggulung karpet yang berada di ruang tamu.Aku menggelengkan kepala lalu menoleh pada bapak. Kemudian Bapak mengambil benda pipih itu sembari memantau siapa nama yang tertera di layar monitor ponselnya dengan malas, beliau tekan tombol berwarna hijau dengan mode loudspeaker."Ada apa telepon terus! Gak usah telepon!" "Kamu dimana ini! Malah ceramahin aku! Lekas pulang! Sudah malam, Pak!" "Ini di rumah Naya, mau apa memangnya! Aku gak akan pulang, mau bermalam disini temani Bagas!""Bagaskara itu sudah dewasa, Pak! Lelaki yang sudah menikah, kenapa minta ditemani! Macam anak-anak saja!" "Dia enggak minta ditemani, akunya saja yang gak mau pulang, kasihan Kanaya, baru saja kehilangan Ibunya." "Terserah kamu, Pak! Cuma dia mantumu, ya!"Tak banyak bicara lagi, Bapak segera menutup panggilan dari Ibu sebelum ibu selesai dengan kalimatnya, bapak merasa tidak enak karena belia
Read more

Nyinyiran Tetangga

"Lihat rekening Abang, sudah masuk belum gaji kamu bulan ini? Kita kan mesti kasih uang sekolah adik-adik kamu, Bang!""Oya! Kok Abang bisa lupa? Makasih sudah ingetin Abang, Sayang!""Iya, sama-sama, Bang! Kita mesti gerak cepet sebelum ibu ngomelin kamu. Aku belum bisa gajian, Bang! Kan belum dapat sebulan aku disini." Ungkapku khawatir."Aduh! Gimana ya, belum masuk gajinya, kayaknya pending deh, soalnya kemarin menejer Abang bilang kalau Abang harus cari lagi nasabah dua orang, biar gajinya turun." Keluhnya memperlihatkan bukti saldo di aplikasi bank digitalnya."Tenang, pasti bakal ada jalan, Bang! Aku cek juga saldo punyaku, siapa tahu masih punya tabungan sisa gaji dari SPG kemarin." Kataku menenangkannya.Selepas pulang dari restoran, kami merebahkan diri di atas ranjang, Bagaskara merenung nampak tak tenang."Bang, gak usah cemas, masih ada waktu lima hari lagi. Kita berdoa aja ya.""Gak usah terbebani, kalau gak ada gak apa-apa, kita bilang aja sama ibu. Kamu gak usah ikut-i
Read more

Tidak Ada Habisnya

"Kamu mana denger, ibu kalau ngomong begituan gak pernah ada kamu, Bang! Nanti juga pasti kamu tahu!" ketusku meyakinkan suamiku."Ya udah, jangan sedih terus. Kamu jangan bosan memaklumi ibu ya, ibu memang begitu, Abang minta maaf!" jawab Bang Bagas."Gak perlu minta maaf, bukan salah kamu!" kesalku membanting pintu kamar mandi."Kamu suka gitu sih Yang kalau aku bilangin. Maafin Abang dong, jangan ngambek lagi ya!" teriaknya di depan pintu kamar mandi yang kututup."Iya, deh iya! Aku juga minta maaf, kalau bawaannya ketus melulu, habis aku kesel! Udah digibahin sama tetangga, ibu juga sama aja, nah kamu malah gak ngerti! Mereka semua gibahin aku belum punya anak melulu!" Kesalku memasang wajah masam keluar dari kamar mandi."Gak usah kamu pikirkan kata-kata mereka dong, Sayang! Mereka tugasnya cuma ngeramein hidup kita aja, gak usah dianggep, ya!" bujuk Bang Bagas."Iya deh!" sahutku singkat.Sebenarnya banyak ketidak cocokkan antara aku dan suamiku, karakterku adalah kebalikannya.
Read more

Tidak Diberi Seragam di Acara Pertunangan Lya

"Gak ada yang kasih tahu kami pakai seragaman. Justru Bagas mau tanya sama Kakak, kenapa seolah kalian sengaja bikin kami malu, sudah gak aneh kalian begini sama Bagas!" Bang Bagas berbicara dengan nada tinggi. Kak Hana mendengus kesal tanpa menghiraukan suamiku, lalu pergi meninggalkan kami membawa saudara Bagaskara lainnya untuk mengikutinya. Kemudian Bang Bagas menghampiri Bapak yang kebetulan sedang berada di ruang tengah, tempat kami berkumpul. "Pak! Kok ibu gak bilang kalau bajunya seragaman? Apa kalian sengaja gak kasih tahu Bagas?" tanya suamiku. "Masa sih, Gas?" tanya Bapak heran, seolah tak percaya. "Kalau Bagas memang nerima atau dikasih informasi jauh-jauh hari, untuk apa Bagas tanya Bapak?" bantah Bang Bagas. "Setahu Bapak, Ibu dan Hana belanja keperluan tunangan Lya minggu lalu. Bapak kira kamu sudah aman!" sahut Bapak. "Aman apanya, Pak! Malahan Ibu kasih tahu Lya tunangan juga, baru malem tadi! Kesannya kayak ngedadak!" keluh Bagaskara melirikku. "Ada-ada aja
Read more
PREV
123456
...
9
DMCA.com Protection Status