Share

Tanggal 25, Ada Apa?

Author: saffaghania
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Mungkin Ibu, biasanya ibu suka bawel kalo Bapak belum pulang, apalagi selarut ini." Sahut Bagaskara sembari menggulung karpet yang berada di ruang tamu.

Aku menggelengkan kepala lalu menoleh pada bapak. Kemudian  Bapak mengambil benda pipih itu sembari memantau siapa nama yang tertera di layar monitor ponselnya dengan malas, beliau tekan tombol berwarna hijau dengan mode loudspeaker.

"Ada apa telepon terus! Gak usah telepon!" 

"Kamu dimana ini! Malah ceramahin aku! Lekas pulang! Sudah malam, Pak!" 

"Ini di rumah Naya, mau apa memangnya! Aku gak akan pulang, mau bermalam disini temani Bagas!"

"Bagaskara itu sudah dewasa, Pak! Lelaki yang sudah menikah, kenapa minta ditemani! Macam anak-anak saja!" 

"Dia enggak minta ditemani, akunya saja yang gak mau pulang, kasihan Kanaya, baru saja kehilangan Ibunya." 

"Terserah kamu, Pak! Cuma dia mantumu, ya!"

Tak banyak bicara lagi, Bapak segera menutup panggilan dari Ibu sebelum ibu selesai dengan kalimatnya, bapak merasa tidak enak karena beliau berpikir,pasti aku mendengar percakapannya dengan ibu.

Aku kecewa, akan tetapi bagaimana lagi, begitulah ibu mertuaku.

Suamiku kemudian menoleh padaku yang tengah membantunya menggulung karpet di ruang tamu, kemudian dia bertanya, "Kamu denger tadi ibu bilang apa?"

Aku anggukkan kepalaku lalu diam. "Jangan ambil hati, kamu kan tahu ibu." Bagaskara menyahut lagi.

Di ruang tengah, bapak masih berbincang dengan Papa. Bang Bagas berjalan mendekati bapak lalu meminta bapak istirahat.

"Pak! Istirahat dulu,dari tadi bapak ngobrol terus sama Papa, takutnya Papa atau bapak cape, nanti sakit lagi! Gak usah begadang, Pak!" pinta Bagaskara.

"Iya, Gas! Kasihan Pak Rendra kelelahan menerima tamu sejak tadi pagi."

"Oya! Lain kali bapak jangan kerasin suaranya kalau lagi teleponan sama ibu, Naya denger Pak, Bagas jadi gak enak." Protes Bagaskara pelan.

"Iya, maafin bapak, Gas!"

Bapak memang tidak seperti yang lain, dibandingkan ibu beliau lebih perhatian padaku, hanya saja terkadang Bapak tidak tegas pada kakak dan adik-adik Bang Bagas. 

"Daripada capek mikirin Ibu, mendingan aku fokus sama Papa, gak usah nyesel gara-gara ibu sama iparku gak pada datang, anggap saja aku gak punya mereka, beres!" gumamku merapikan ruang tamu.

"Sayang, gak usah pikirin Ibu ya, pikirkan saja keluarga aku yang baik sama kamu, misalnya bapak! Biar kamu gak sakit hati." Bang Bagas tiba-tiba berada di belakangku lalu memelukku.

"Santai aja, Bang! Sekarang aku sudah mulai terbiasa kok dengan Ibu." Jawabku tersenyum.

Tak mau menambah kesedihanku, aku memilih untuk tak peduli dengan keluarga suamiku. Papa lebih membutuhkanku saat ini.

 

Hari demi hari berlalu, akhirnya aku menjalani hidup tanpa Mama yang selama ini selalu mengerti dan memahamiku, seperti apa pun diriku saat ini, aku harus berpikir logis, menerima kenyataan bahwa Mama sudah tiada. 

 

Singkat cerita, aku mulai bekerja di Bank swasta yang kemarin menghubungiku, menjalani proses sebagai karyawan training. Semua itu adalah hal yang patut kusyukuri sepeningal Mama.

"Aku masih beruntung, Tuhan kasih aku pekerjaan. Dia lebih tahu gimana jadinya kalau aku masih nganggur, sementara Mama sudah gak ada." Ujarku berjalan menyusuri trotoar bersama suamiku.

"Iya, sekarang Mama sudah tenang di sana, kamu tinggal fokus kerja dan perhatiin Papa. Kamu tenang aja, Abang bakal bantuin kamu." Ungkap Bagaskara menggandeng tanganku.

Bang Bagas selalu setia mengantar dan menjemputku bekerja, karena kami belum memiliki momongan, kami lebih bebas pergi kemana pun tanpa ada beban. Seperti saat ini, dia berencana mengajakku ke suatu tempat, entah kemana.

"Makasih ya, Bang! Kamu gak pernah bosen dan capek antar jemput aku, dan sekarang motor kamu masuk bengkel, kita jadinya naik angkot, kalau kayak gini mendingan aku pulang sendiri aja daripada susahin kamu, Bang! Lucu, suka ada-ada aja deh kamu!" tuturku menatap wajahnya sambil tersenyum.

"Ya, gak apa-apa juga kali, kan biar kamu ada temen, Yang!" kekehnya tertawa kecil.

"Kita mau kemana sekarang, Bang?" 

"Udah, kamu diem aja, aku mau kasih kamu surprise." Sahutnya memberhentikan angkutan umum yang melintas di hadapan kami.

"Kita udah sampai, Honey!"

"Waah, makasih banget, Bang! Kok kamu tahu kalau aku  udah lama pengin banget makan steak di sini?"

"Ya pasti tahu lah, Abang selalu tahu apa yang kamu mau, tapi maaf, untuk saat ini Abang baru bisa kabulkan keinginan kamu kesini." Katanya duduk memberikan pilihan menu padaku.

Aku tersenyum mengusap pipinya, kami duduk bersama menikmati keindahan tempat ini yang begitu nyaman dengan konsep outdoor. Namun, ditengah kebahagiaanku pikiranku menerawang menatap awan biru di langit.

"Seandainya ibu manjain aku, baik banget sama aku, jadiin aku temen curhat, ajak aku ke Mall bareng atau sekadar masak-masak di rumah, apalagi sekarang mama udah gak ada, pasti gak bakalan sesedih ini kehilangan Mama." Batinku sedih.

"Tapi itu semua cuma mimpi, hidupku tak seindah khayalanku!" gumamku.

"Hey! Stop ngelamunnya, ayo kita makan!"

"Kamu ngelamunin apa sih?"

"Enggak, bukan apa-apa!" sanggahku.

"Oya! sekarang tanggal berapa, Bang? Aku lupain sesuatu kayaknya." Aku terperanjat tiba-tiba teringat akan satu hal.

"Tanggal 25, Yang! Kenapa?" 

"Ya ampun, kenapa bisa lupa hal sepenting itu, kamu gak inget Bang? Kalau udah tanggal segini kita mesti ngapain?"

 

Related chapters

  • Mertua Bengis dan Pilih Kasih   Nyinyiran Tetangga

    "Lihat rekening Abang, sudah masuk belum gaji kamu bulan ini? Kita kan mesti kasih uang sekolah adik-adik kamu, Bang!""Oya! Kok Abang bisa lupa? Makasih sudah ingetin Abang, Sayang!""Iya, sama-sama, Bang! Kita mesti gerak cepet sebelum ibu ngomelin kamu. Aku belum bisa gajian, Bang! Kan belum dapat sebulan aku disini." Ungkapku khawatir."Aduh! Gimana ya, belum masuk gajinya, kayaknya pending deh, soalnya kemarin menejer Abang bilang kalau Abang harus cari lagi nasabah dua orang, biar gajinya turun." Keluhnya memperlihatkan bukti saldo di aplikasi bank digitalnya."Tenang, pasti bakal ada jalan, Bang! Aku cek juga saldo punyaku, siapa tahu masih punya tabungan sisa gaji dari SPG kemarin." Kataku menenangkannya.Selepas pulang dari restoran, kami merebahkan diri di atas ranjang, Bagaskara merenung nampak tak tenang."Bang, gak usah cemas, masih ada waktu lima hari lagi. Kita berdoa aja ya.""Gak usah terbebani, kalau gak ada gak apa-apa, kita bilang aja sama ibu. Kamu gak usah ikut-i

  • Mertua Bengis dan Pilih Kasih   Tidak Ada Habisnya

    "Kamu mana denger, ibu kalau ngomong begituan gak pernah ada kamu, Bang! Nanti juga pasti kamu tahu!" ketusku meyakinkan suamiku."Ya udah, jangan sedih terus. Kamu jangan bosan memaklumi ibu ya, ibu memang begitu, Abang minta maaf!" jawab Bang Bagas."Gak perlu minta maaf, bukan salah kamu!" kesalku membanting pintu kamar mandi."Kamu suka gitu sih Yang kalau aku bilangin. Maafin Abang dong, jangan ngambek lagi ya!" teriaknya di depan pintu kamar mandi yang kututup."Iya, deh iya! Aku juga minta maaf, kalau bawaannya ketus melulu, habis aku kesel! Udah digibahin sama tetangga, ibu juga sama aja, nah kamu malah gak ngerti! Mereka semua gibahin aku belum punya anak melulu!" Kesalku memasang wajah masam keluar dari kamar mandi."Gak usah kamu pikirkan kata-kata mereka dong, Sayang! Mereka tugasnya cuma ngeramein hidup kita aja, gak usah dianggep, ya!" bujuk Bang Bagas."Iya deh!" sahutku singkat.Sebenarnya banyak ketidak cocokkan antara aku dan suamiku, karakterku adalah kebalikannya.

  • Mertua Bengis dan Pilih Kasih   Tidak Diberi Seragam di Acara Pertunangan Lya

    "Gak ada yang kasih tahu kami pakai seragaman. Justru Bagas mau tanya sama Kakak, kenapa seolah kalian sengaja bikin kami malu, sudah gak aneh kalian begini sama Bagas!" Bang Bagas berbicara dengan nada tinggi. Kak Hana mendengus kesal tanpa menghiraukan suamiku, lalu pergi meninggalkan kami membawa saudara Bagaskara lainnya untuk mengikutinya. Kemudian Bang Bagas menghampiri Bapak yang kebetulan sedang berada di ruang tengah, tempat kami berkumpul. "Pak! Kok ibu gak bilang kalau bajunya seragaman? Apa kalian sengaja gak kasih tahu Bagas?" tanya suamiku. "Masa sih, Gas?" tanya Bapak heran, seolah tak percaya. "Kalau Bagas memang nerima atau dikasih informasi jauh-jauh hari, untuk apa Bagas tanya Bapak?" bantah Bang Bagas. "Setahu Bapak, Ibu dan Hana belanja keperluan tunangan Lya minggu lalu. Bapak kira kamu sudah aman!" sahut Bapak. "Aman apanya, Pak! Malahan Ibu kasih tahu Lya tunangan juga, baru malem tadi! Kesannya kayak ngedadak!" keluh Bagaskara melirikku. "Ada-ada aja

  • Mertua Bengis dan Pilih Kasih   Pertengkaran Hebat

    "Sudah, sayang! Daripada kamu ngerasa gak enak kita mendingan pulang aja ya!" bujuk suamiku mengusap pipiku."Gas! Mau kemana? Kok buru-buru aja, belum makan udah pulang!" panggil Harits-adik bungsunya tersenyum menyeringai."Yang sopan sama kakakmu, Har! Dia 15 tahun lebih tua dari kamu! Kok kayaknya gak enak sekali dengar kamu panggil dia dengan namanya langsung!" tegurku dalam keheningan saat itu.Semua pasang mata tertuju padaku. Mereka terkejut karena aku tidak pernah banyak bicara selama ini, akan tetapi apa yang baru saja kukatakan membuat mereka heran.Hey! Miss Kanaya, kamu bukannya gak pernah komplen ya, sekalinya bicara kok marah?" sindir Kak Hana membela Harits."Memangnya kenapa kalau dia komplen, Kak?! Dia membela suaminya, adikku ini memang gak pernah belajar etika." Marah Bang Bagas."Harits adiknya Bagas, kamu gak berhak menegur dia, Jeng Naya yang baik dan pintar!" sinis Kak Hana membela adik bungsu Bagaskara lagi."Dia istriku tentu dia berhak, dia juga ikut andil b

  • Mertua Bengis dan Pilih Kasih   Gibah Tetangga

    "Bukan masalah boleh gak boleh, sayang! Hubungan darah itu gak bisa diingkari, menurut Abang, untuk sementara ini kita gak usah menemui mereka kalau bukan karena sesuatu darurat. Bukan ingin memutus persaudaraan, tapi karena ingin menjaga hati dari rasa sakit yang timbul karena mereka." "Iya, Bang! Aku ngerti." Tiba-tiba Bagaskara terdiam, ia mengingat masa lalu kelamnya, ia merenung menatap langit-langit kamar. "Yang! Dulu, Bapak kesel sama Harits dan Arkan sampai hampir menampar mereka, tapi Abang cegah." "Kenapa Abang cegah? Bukannya itu malah bikin mereka jadi gak sadar kesalahan mereka?!" "Itu karena Abang gak mau mereka ngalamin apa yang Abang alamin. Kasihan, Abang juga ngerasain gimana rasanya disiksa Bapak sendiri. "Tapi mereka gak tahu diri banget, Bang! Abang sudah urus mereka tapi mereka kurang ajar sama Abang!" "Yaah, begitulah mereka, kamu jangan heran." Adik-adiknya itu sama sekali tak tahu diri, disayangi malah mencibir. Mereka bilang kalau Bagas itu Kakak yang

  • Mertua Bengis dan Pilih Kasih   Kok Belum Hamil

    "Mumpung libur bu, apalagi saya lihat ibu-ibu pada ngumpul, saya jadi penasaran ada apa, ternyata ada Mang Sayur." Jawabku menyindir."Iya dong Neng Naya! Sekali-kali ya keluar rumah dan ngobrol disini, jangan di rumah terus, gak akan bertelor juga kan?" kekeh Bu Ipah."O iya dong Bu Ipah, kan aku belum bertelor ya, udah disamain sama ayam aja nih, Bu Ipah!" sahutku melirik Bang Bagas di dalam rumah."Neng Naya mah masih langsing aja ya, padahal udah lama nikah, kapan nih mau program hamil? Mumpung masih muda cepetan produksi, yang lain udah punya dua malah." Kata Bu Ipah memanas-manasi."Santuy aja Bu Ipah, kan belum tua-tua amat gak dikejar target kok, nikah juga baru dua tahun, belum lama! Bu Ipah bisa aja kalo ngomong." balasku menyindir lagi.Akhirnya Bu Ipah gak bisa berkutik lagi, dia kalah telak. Aku memang diam dan tidak pernah tertarik beradu argumen, namun sekali-kali melawan itu juga perlu, agar dia tahu kalau tidak semua orang bisa dia gibahkan sesuka hatinya, hingga ora

  • Mertua Bengis dan Pilih Kasih   Perjalanan Ke Pondok Pesantren

    Aku menganggukkan kepalaku, lalu Bang Bagas menyalakan sepeda motornya, ia sudah mengerti isyarat yang kuberikan.Sejak saat Ibu tercyduk membicarakan aku, saat itu juga Ibu malah sengaja menunjukkan sikap julidnya padaku. Dan saat itu aku jadi over thinking."Bang! Aku kok jadi kepikiran omongan ibu terus, lama-lama aku bisa stress Bang!""Makanya jangan terlalu dipikirkan, sayang!" jawab Bang Bagas.Aku stress, hingga tidak mau makan beberapa hari, kepikiran bagaimana caranya agar aku hamil, ketakutan juga akan Bang Bagaskara mencari wanita lain, kalimat-kalimat julid yang dilontarkan Ibu mertuaku terus terngiang dalam benakku, seolah isi kepalaku adalah Ibu dan Ibu. "Sayang, jangan dipikirkan kata-kata Ibu tadi. Kita jalan-jalan saja yuk, ke luar kota. Besok kan kamu libur, kita ke pondok pesantren tempatku mondok waktu jadi santri. Kita ketemu Pak kyai dan istrinya, mereka baik sekali, adem kalau bicara dengan mereka." Ajak Bang Bagas."Aku takut kamu cari lagi wanita lain, teru

  • Mertua Bengis dan Pilih Kasih   Ditanya Tentang Anak

    "Iya, Umi! Ini Kanaya istri saya." Sahut Bang Bagas."Pintar kamu pilih istri, cantik dan santun." Puji Umi.Bagaskara tersenyum percaya diri, lalu Umi mengajakku ke dapur, "Ayo! Kita ke dapur buatkan kopi atau teh manis untuk para suami." Kekeh Umi."Iya, Umi!" jawabku."Disini mah jangan canggung ya, Neng! Bagaskara sudah seperti putra kami sendiri. Bagas itu baik, rajin, dia gak pernah mengeluh, apa saja mau dikerjakannya, dia sering bantu Abah dan Umi."Aku mengangguk sambil menuangkan serbuk kopi ke dalam cangkir. Umi terus saja bercerita tentang Bang Bagas. "Umi kebetulan tidak punya putra, punyanya putri semua, ada empat.""Sama Um, saya juga emkat bersaudara semuanya perempuan." Sahutku."Masyaallah,-" jawab Umi."Pernah dulu, tapi maaf loh ya, ini kan cuma obrolan saja, Umi mau menjodohkan Bagas dengan putri Umi yang pertama, karena Bagas belum juga punya istri padahal sudah 29 tahun.""Oya, Umi?!" tanyaku terkejut."Iya, tapi Bagas nolak, 'enggak mau, katanya putri-putri Umi

Latest chapter

  • Mertua Bengis dan Pilih Kasih   Wanita Yang Bersama Arkan

    "Aku yang harus mengakhiri semuanya, dan mulai saat ini aku berjanji akan menutup lembaran lama itu, dia sudah ikhlas kehilanganku begitu juga aku, maka tak ada alasan bagiku untuk terus berada dalam bayang masa lalu." Ungkap batinku. Saat malam tiba, suamiku-Bagaskara, pulang membawakan oleh-oleh untuk kami. Raut bahagia nampak jelas di wajahnya, sementara hatiku masih diselimuti perasaan bersalah padanya, aku masih merasa berdosa. "Bang! Bikin kaget aja! Aku kira siapa tadi!" aku terkejut saat suamiku membuka pintu kamar. "Loh! Kok kamu kaget? Kan emang udah biasa Abang pulang ucap salam sambil buka pintu, gak ada yang aneh! Kamu pasti lagi ngelamun, ya!" ujarnya tersenyum melihat raut wajahku. "E-enggak, kok!" dan aku pun menyahutnya dengan senyuman tanpa dosa. "Ini Abang bawakan kamu kalung perak, tadi Abang nukar uang ke toko perak lalu lihat ada kalung yang cakep banget, Abang rasa cocok buat kamu!" ujarnya gembira. Seketika aku merasa terkejut dan kikuk, tak tahu apa yang

  • Mertua Bengis dan Pilih Kasih   Cinta Tak Harus Memiliki

    "Kanaya!" panggil seorang lelaki bersuara berat mirip Rizky.Aku menoleh ke belakangku, dan rupanya ... kekhawatiranku nyata. Dia, yang menepuk pundakku adalah Rizky, seseorang yang selama ini kuhindari."Mau apa kamu kesini!" ketusku."Gak boleh aku kesini?" tanyanya membalas."Jelas gak boleh! Kita sudah bukan siapa-siapa lagi, dan kamu terus saja datang menggangguku!" aku melangkahkan kakiku menuju teras rumah sambil buru-buru menutup pintu ruang tamu."Tunggu!" Rizky menahan dorongan pintu yang kutekan semakin kuat.Rupanya lelaki itu bersikeras ingin menemuiku, apa hendak dikata, aku tak sanggup melawan bantahannya, hingga akhirnya aku menyerah dan memberinya ruang untuk berbincang denganku."Please Kanaya! Kasih aku waktu sebelum aku pergi!" Rizky berteriak sambil mendorong pintu."Ya sudah, masuk! Aku gak punya banyak waktu, to the point aja!" ketusku lagi."Oke," Akhirnya aku dan Rizky berbicara satu sama lain, saling menyalahkan. Ia menjelaskan bahwa saat ia meninggalkanku a

  • Mertua Bengis dan Pilih Kasih   Dia datang lagi dan lagi

    Suamiku segera ambil sikap, memantau dan memgambil ponselku yang tergeletak di atas ranjang. Aku ingin merebutnya dari tangannya, tapi aku tidak mau ia mencurigaiku. Aku tidak ingin menjadi orang bersalah dimatanya, karena jujur saja ... bukan aku yang memulai. "Mamin?" Suamiku mengernyitkan dahi sambil bertanya heran memantau layar ponselku. "Yang! Telepon dari Mamin!" teriak suamiku. "Iya! Sebentar, Bang!" sahutku seolah tak tahu apa-apa. "Sudah kuduga, itu pasti dia! Untung saja aku menamai dia Mamin!" batinku. Ya, Mamin. Itu adalah sebuah nama panggilan akrabku untuk Rizky ketika kami pacaran, nama itu kusematkan tanpa sengaja, mengalir begitu saja, dan aku beruntung, suamiku tidak sampai mencurigaiku karena nama itu. Apa yang akan terjadi jika aku sematkan nama Rizky yang sesungguhnya? Tentu saja ia akan murka. "Nay! Sayang! Biasanya jam segini gak ada yang telepon kamu, kecuali darurat. Lah, yang tadi siapa, Yang? Temen kamu?" tanyanya menoleh ke arahku. "Iya, teman kuliah

  • Mertua Bengis dan Pilih Kasih   Cinta Lama Bersemi Lagi

    "E-enggak kok, Bang! Kami tuh sahabatan bertiga, waktu kita nikah aku gak undang dia karena gak tahu harus hubungin dia kemana, soalnya kontak dia hilang, dianya juga ngilang, gak ada yang tahu dia kemana." Ungkapku menoleh pada suamiku. "Oh, gitu ya!" jawabnya ragu. Suamiku nampak tak bahagia. Raut wajah yang biasanya ramah dan selalu tersenyum, tiba-tiba tanpa ekspresi, seolah ia memikirkan sesuatu, tentang aku dan Rizky. Mungkin sudah saatnya aku jujur padanya, tapi aku ragu apakah aku sanggup? "Yang! Rizky sekampus sama kamu gak?" tanyanya lagi. "Enggak, Sayang! Dia itu beda kampus, aku sama dia kenal karena sempat magang di kantor yang sama." Jawabku. "Kenapa soh, Bang! Tanya-tanya dia terus?" "Abang masih penasaran pengin tahu banyak tentang dia. Waktu dia natap wajah kamu, kok kayaknya ada yang beda, cara dia bicara dan memperlakukan kamu Abang rasa seperti bukan hanya teman." Katanya lagi. "Abang bakal sakit sendiri kalau mikirin dia terus, dan aku gak akan tanggung ja

  • Mertua Bengis dan Pilih Kasih   Dia yang Tiba-tiba Datang

    "Abang gak tahu, Nay!" sahut suamiku. "Siapa malem-malem begini datang bertamu? Gak tahu apa? Kalo aku lagi capek banget pengin ngaso!" aku bergumam sambil berjalan menuju pintu utama. "Ri-rizky?" aku terkejut sambil menutup mulutku yang terbuka dengan telapak tangan kananku. "Hai, kamu masih inget aku, kan?" tanya dia. Aku mengangguk sambil berpikir, benarkah yang kulihat itu? Benarkah dia? Mantan kekasihku yang tiba-tiba pergi dan menghilang kala itu? Antara terkejut dan takut. Takut karena mengkhawatirkan perasaan suamiku dan takut berdosa pada Sang Khalik. "Hei, georgeous! Kamu kok bengong terus sih?" ia bertanya sambil menatap fokus mataku dan melambai-lambaikan tangannya memeriksa sepasang mataku yang tak fokus. "I-iya, silakan duduk! Maaf kita gak bisa ngobrol di dalam ya," aku menjawabnya pelan sambil menengok ke dalam, memastikan suamiku ada di sana atau tidak? "Ka-kamu hamil? This is realy you?" tanyanya. "Iya, aku lagi hamil anak kedua, dan aku bakalan panggil suami

  • Mertua Bengis dan Pilih Kasih   Ibu Marah

    "Maksud Bagas jangan terlalu sering kemari, Bu! Bagas gak enak, kan di sini Bagas jualan, bukan lagi pameran, Bu!" keluh suamiku lagi."Kamu berani bilang begitu sama Ibu? Gak boleh Ibu datang lihat usaha kamu, Gas? Ibu cuma gak mau kamu lupa diri, sudah sukses istrimu makin sombong!" sindir Ibu mertuaku."Bagas belum sesukses itu, Bu! Ini Bagas masih ngerintis, alhamdulillah ramai terus pelanggan, itu juga berkat doa Ibu, tapi Bagas juga kecewa sama Ibu, karena Ibu gak pernah ngertiin Bagas. Dan Bagas mohon sama Ibu, jangan pernah mengatakan Kanaya sombong, karena dia tidak seburuk yang Ibu pikirkan, Ibu sudah kena hasut Si Hana! Maaf kalau Bagas bicara begini sama Ibu." Ungkap suamiku.Sejak saat ibu mertuaku menyinggung namaku dalam perdebatan mereka, aku memilih pergi perlahan membawa Ishana dan Malik ke luar toko, mencari udara segar, daripada mendengar mereka, seakan aku ikut campur. Meski terkadang aku merasa wajib membela diri."Mungkin kamu yang kena hasut istri kamu, Gas! Ib

  • Mertua Bengis dan Pilih Kasih   Ikut Sibuk

    "Abang jamin semua itu, tolong jangan ragukan Abang lagi, Yang!" jelas suamiku."Aku cuma takut, Bang!" ketusku."Abang gak akan banyak bicara, pokoknya mau Abang buktikan aja sama kamu." Jawabnya.Suamiku terus memohon padaku untuk memercayainya. Ia tidak ingin aku meragukannya sedikit pun, tapi seharusnya ia memahami perasaanku, betapa aku trauma. Ada hal yang patut aku syukuri, yaitu dalang pelaku tabrak lari itu sudah diketahui, meski aku tak menyangka siapa dibalik layar drama kecelakaanku saat itu, aku tetap menyimpan sedikit curiga padanya, karena pernah satu ketika, Amy menerorku dengan panggilan selulernya yang tak kukenal, yang kukenal hanya suaranya. Aku sempat menepis semua dugaanku, tapi kali ini aku yakin bahwa penelepon gelap itu adalah Amy."Kanaya! Kamu dari tadi ngelamun terus, gak usah overthinking masalah Amy. Abang benar-benar sudah bertobat." Suamiku memelukku dengan mata yang berkaca-kaca seolah mengisyaratkan pengampunanku.Aku hanya mengangguk tanpa mengatak

  • Mertua Bengis dan Pilih Kasih   Rupanya Pelakor Itu

    Terima kasih, Pak! Saya ingin membuat sebuah pengakuan, saya yakin Bapak dan Ibu tahu siapa saya 'kan?" lelaki itu bertanya sambil menundukkan kepalanya seolah ia enggan mengangkat wajahnya. "Iya, saya masih ingat, anda yang melarikan diri saat saya kejar anda di rumah sakit sat itu!" jawab suamiku. "Uhm, Sa-saya ingin menyampaikan pada Ibu dan Bapak bahwa yang memberi perintah pada saya untuk menabrak Ibu Kanaya adalah Bu Amy." Ungkapnya. "Amy?" gumamku terkejut. "Lalu yang mengirim pesan pribadi pada saya siapa? Yang memberitahu pada saya bahwa anda mendapat perintah untuk mencelakakan istri saya?" suamiku bertanya sambil menajamkan sorot matanya yang memerah menahan amarah. "Yang memberi pesan itu saya, Pak! Saya mohon maaf." Ujar Lelaki itu. "Sebenarnya saya ingin sekali melaporkan anda pada pihak yang berwajib, tapi saya belum punya cukup bukti." Jelas suamiku. "Tolong jangan laporkan saya, Pak! Saya punya anak yang masih bayi, saat itu saya bersedia menerima perintah Bu Am

  • Mertua Bengis dan Pilih Kasih   Menjenguk Berujung Berdebat

    "Mungkin mereka hanya mengira-ngira aja kalau itu mobil Bagas, Kak Hana bilang sama Ibu gak mungkin kalau itu mobil Kak Lana, soalnya di dalam mobilnya banyak barang Bagas dan Naya juga Ishana." "Jadi gitu? Mereka iri sama kamu, Gas! Bapak lihat sekarang kamu maju, jujur sama Bapak kamu kerja dimana sekarang?" tanya Bapak mertuaku. "Bagas buka refil parfum, Pak! Lumayan, sekarang penghasilannya melebihi gaji Bagas kemarin." Jawab suamiku. "Kenapa kamu rahasiakan kerjaan kamu, Gas?" tanya Bapak lagi. "Bagas gak mau, Ibu kak Hana, dan saudara Bagas yang lain, deket sama Bagas kalau ada keperluannya aja, Pak!" suamiku menundukkan kepalanya dengan raut merasa bersalahnya khawatir menyakiti perasaan Bapak. "Bapak tahu, kok! Bapak juga sering nasihatin Ibu sama saudara kamu, tapi mana mereka dengar, mereka malah balik memusuhi Bapak." Ungkap Bapak. "Iya, Pak! Gak apa-apa Bagas juga ngerti posisi Bapak." Jawab Bagaskara. Singkat cerita, acara aqiqah putra kami-Malik sudah dilaksanakan,

DMCA.com Protection Status