Beranda / Pernikahan / Mertua Bengis dan Pilih Kasih / Masalah Di Awal Pernikahan

Share

Masalah Di Awal Pernikahan

Penulis: saffaghania
last update Terakhir Diperbarui: 2023-03-08 12:05:45

"Kenapa, Sayang?" tanya suamiku menatap wajahku dan barang hantaran itu.

Aku melanjutkan membuka satu per satu hantaran itu, sambil merasa heran, aku tak habis pikir mengapa bisa begini?

"Lihat deh, Bang! Hantaran yang keluargamu bawa beda dengan yang kita pilih sebelumnya. Katanya udah fix, kok jadinya begini?" heranku memperlihatkan satu hantaran utama pada suamiku.

"Abang gak tahu, Nay! Apa mungkin ada yang nuker? Tapi siapa?” jawab suamiku mencoba menenangkanku.

"Terus kalau gak ada yang nuker, ketuker gitu? Ketuker sama siapa, Bang? Suka aneh-aneh aja kamu. Ini lagi baju tidurnya kok jadi yang tipis banget kayak gini!" marahku melempar piyama tipis menerawang.

"Abang kan cuma mengira-ngira aja, Abang juga nggak tau jawabannya. Abang telepon Ibu aja, gimana?" tanya Bagaskara mengambil ponselnya di atas nakas.

Aku buru-buru mencegahnya, karena tidak mau urusannya menjadi semakin rumit. Bagiku sama saja seperti menyulut api.

"Gak perlu, Bang! Pelakunya pasti keluarga kamu, siapa lagi kalau bukan mereka, sejak kejadian resepsi kita kemarin, aku jadi ilfil sama keluargamu, Bang! Maaf kalau aku terlalu jujur!" ketusku membelakangi Bagaskara.

"Belum tentu juga pelakunya keluargaku, gimana kalau hantaran itu memang tertukar sama pesanan orang lain? Jangan berburuk sangka dulu!" jawab Bagaskara membela.

"Itu jawaban yang konyol banget, Bang! Sebelum dihias dan dimasukkan kotaknya pasti mereka lihat dulu wujud barangnya, kalau salah dan memang tertukar, tinggal dikomplen aja, gampang kan?" kesalku memarahi suamiku lagi.

"Iya ... iya ... terserah kamu aja, Nay!" sahut suamiku.

"Bang! Bisa gak sih kalau hantaran ini, kita kembalikan lagi aja sama kakak kamu yang julid itu! Aku ikhlas kasihkan aja buat mereka, biar mereka ngerasain gimana rasanya pakai piyama tipis, mekap gak ada label halalnya, sepatu yang gampang rusak, dan ini, tas kecil kayak buat bocah!" marahku lagi.

"Jangan, Nay! Ibu nanti sakit hati pasti mereka merasa dituduh! Kamu gak boleh begitu, Yang! Baik buruk juga dia mertua kamu." Sahut Bagaskara.

"Terus? Aku harus gimana? Aku harus tuduh  penjualnya gitu? Barang ini juga gak akan kepake, mesti aku kemanain, Bang!?" kesalku.

"Maafin Abang, Nay! Kamu gak usah perpanjang lagi masalah ini ya, Abang ganti aja sesuai pesanan kita sebelumnya, tapi gak langsung, Abang cicil ya?" tawar Bagaskara pelan merapikan barang hantaran yang kubuka.

"Enggak usah repot-repot, Pak Bagas! Saya sudah malas, titik!" ketusku membanting pintu.

"Kamu marah-marah terus sih, Abang harus gimana, Nay?" marahnya membalas.

"Sudahlah, Bang! Aku capek. Aku yakin, paling ini ulah keluargamu, siapa lagi." Ketusku lagi.

"Iya, Oke! Kalau kamu bersikeras itu ulah keluarga Abang, bakal Abang selidiki semuanya, kamu gak perlu merutuk terus!" kesalnya meninggalkanku di kamar.

"Gak tahu ah, Bang! Males banget bahasnya!" ketusku.

"Tenang, nanti Abang belikan lagi yang lebih bagus ya." Bujuk Bang Bagas.

"Gak perlu! Kamu malah jadi terbebani nantinya, sudah lah, lupain aja!" ketusku naik ke ranjang lalu tidur dalam kemarahanku.

Bang Bagas nampak kesal padaku, tapi aku acuhkan saja. Aku terlanjur kesal pada keluarganya, aku pengin Bagaskara tegas pada keluarganya, tapi mengapa rasanya sulit?

Gara-gara masalah hantaran ini, kami jadi bertengkar, sebenarnya aku tidak ingin mempermasalahkannya, tapi aku merasa ditipu oleh keluarganya, aku juga punya hak untuk mendapatkan sesuatu yang layak,  tidak seperti ini! 

"Nay! Maafin Abang dengan semua ketidaksempurnaan yang Abang dan keluarga Abang punya. Kami memang sungguh gak berguna!" sindir Bagaskara mengusap rambutku.

"Lepasin aku, Bang! Aku kecewa, aku gak sudi ketemu keluargamu lagi, mereka jahat sama aku, Bang!" ketusku menepis tangan Bagaskara sembari sibuk mengusap air mataku.

"Ya sudah kalau begitu dugaanmu, nanti juga bakal ketahuan siapa dalangnya, kalau ini ulah keluarga Abang, Abang gak akan tinggal diam!" jawab Bagaskara membalas membelakangiku.

Keesokan harinya, Mentari pagi bersinar cerah ditengah gerimis hujan yang tak kunjung henti, kemudian pelangi muncul dibalik biasnya, membuat pemandangan indah di balik jendela kamarku.

Namun, keindahan pelangi tak menyurutkan kekesalanku akan masalah hantaran kemarin. Aku menyendiri di bibir jendela, menatap fokus pelangi di depan kamarku, sambil menyadarkan diriku bahwa aku telah melakukan kesalahan pada Bagaskara.

"Aku mau minta maaf aja sama kamu, Bang! Tapi aku gengsi! Aku anggap aja kemarin gak ada apa-apa deh, beres." Batinku.

Tak lama setelah itu, bel rumah berbunyi nyaring, Bang Bagas bergegas membuka pintu, dan terkejut melihat siapa yang datang.

"Bapak? Ibu?" heran Bang Bagas.

Bang Bagas segera mencium punggung tangan kedua orang tuanya, lalu memanggilku walau ragu. Mungkin ia masih ingat pertengkaran semalam, tapi karena dia memang baik, dia tidak memperpanjang semuanya, ia bersikap seolah tidak terjadi apa pun.

"Nay! Sayang! Ada Ibu sama Bapak!" teriak Bang Bagas di bawah.

"Iya, Bang! Aku ke bawah," jawabku dengan wajah tanpa dosa.

"Naya tinggal dulu ke dapur ya, Bu! Pak!" pamitku berjalan menuju dapur membuatkan teh manis hangat untuk mertuaku.

"Bapak dan Ibu ke mana saja? Bagas sampai aneh kalian datang, kok tumben?" sindir suamiku.

"Kok kamu begitu sama orang tuamu, Gas? Kita juga kan pengin kunjungan ke rumah mertuamu." Jawab Bapak menoleh pada Ibu.

"Ya lagian, Bapak sama Ibu gitu sih sama Bagas!" protes Bagaskara.

"Maafin kami, kami mengaku salah, kami baru sempat nengok kamu dan istrimu sejak resepsi," tutur Bapak menundukkan kepalanya.

"Gak apa-apa, Pak! Cuma Bagas heran aja, ke mana Bapak dan Ibu waktu Bagas di pelaminan? Bukannya dampingin Bagas, Ibu sama Bapak malah pulang!" ketus Bang Bagas menatap wajah kedua orang tuanya.

"Bapak sama Ibu ikut pulang sama rombongan, sekali lagi maafin kami, Gas …," sahut Bapak lemah.

"Bapak sama Ibu ini tega sama Bagas, gara-gara kalian ninggalin Bagas, tetangga Naya menggunjingkan kami kalau pernikahan kami tidak direstui Ibu sama Bapak!" ungkap Bagaskara sedih.

"Begitu, Gas? Maafin Bapak ya! Ibu sih ngajakin Bapak pulang!" ketus Bapak menoleh pada Ibu.

"Bapak ini! Bisanya salahin Ibu! Lagian Hana kan yang ajak kita, katanya biar sekalian aja pulangnya," sesal Ibu menyalahkan Bapak.

Pertikaian itu usai setelah aku menaruh dua cangkir teh manis hangat di meja tamu.

"Terima kasih, Naya!" ucap Bu Aini—Ibu mertuaku.

"Sama-sama, Bu!" 

Aku duduk di kursi sudut berwarna coklat tua yang sudah bertahun-tahun lamanya berdiri di rumahku. Kupandangi wajah kedua mertuaku yang tertunduk malu padaku.

"Bu! Sekalian aja Bagas mau tanya sama Ibu mumpung Naya ada disini, tapi maaf sebelumnya ya Bu!" izin Bang Bagas menoleh padaku.

"Bicara aja, Gas! Ibu dengarkan kamu, kok!" sahut Ibu.

"Sebelumnya Bagas minta maaf, Bu! Bagas mauntanya soal hantaran yang dikirim untuk Naya, kok beda dengan yang dipesan? Kan Ibu juga sudah setuju dengan pilihan Naya dan Bagas, terus kenapa yang Naya terima tidak sesuai?" telisik Bagaskara khawatir membuat ibunya tersinggung.

"Beda!? Mmm, Ibu ... gak tahu, Gas!" jawab Ibu mertuaku.

"Masa sih Ibu gak tahu? Ibu pasti ikut masukkin barangnya, ya kan?" tanya suamiku mendesak ibunya.

"Ibu gak ikut-ikutan soal hantaran, ibu waktu itu cuma duduk aja memantau dari jauh." Ibu beralasan lagi.

Dari gestur tubuhnya kulihat ibu nampak cemas dan gelisah. Seolah ada yang ingin ditutupinya.

"Apalagi kalau ibu ikut mantau, pasti tahu dong, Bu!" jawab Bagaskara menjebak.

"Ibu gak tahu, Gas! Pak! Kita pulang aja yuk, Hana mau ke rumah katanya.

"Bu! Jangan menghindari pertanyaan Bagas, dong! Kok tiba-tiba mau pulang aja sih!" ketus lelaki yang sudah sah menjadi suamiku bersandar ke kursi mengela nafasnya.

"Iya, Bu! Selesaikan dulu masalahnya, kalau benar Ibu tidak tahu, santai saja, kalau tahu ya Ibu harus jawab dengan jujur!" saran Bapak menepuk pelan pundak Ibu.

"I-itu, anu, Gas! Ibu—”

Bab terkait

  • Mertua Bengis dan Pilih Kasih   Lagi-lagi Masalah

    "Ibu apa, Bu!" marah Bagaskara.Bu Aini-mertuaku, tertunduk di hadapan putranya, ia seolah enggan mengungkap kebenaran tentang putrinya yang tak lain adalah kakak dari suamiku. Namun, Bapak memberi isyarat pada Ibu untuk mengatakannya dengan jujur. Tanpa menunggu lama, bapak lekas menepuk tangan Ibu yang tengah mengetuk-ngetukkan jarinya tidak karuan. Lantas Bapak menegur, "Ayo! Bilang sama Bagas, Bu! Jangan tutupi terus kesalahan Hana, kalau memang benar dia yang melakukannya, Ibu gak usah takut Hana marah sama Ibu!"Ibu menganggukkan kepalanya walau nampak ragu, sambil menoleh pada Bapak, seolah meminta perlindungan."Itu semua … Hana yang menukarnya. Katanya gak perlu yang mewah kalau sekadar untuk hantaran, tabungan kamu lebih baik dipakai keperluan lain.” Ibu mengatur napasnya usai kalimatnya yang panjang. “Ibu pikir kenapa enggak, itu kan menghemat budget?!" ungkap Ibu gugup sembari memantau setiap sudut ruangan. Mungkin beliau khawatir aku mendengar pengakuannya."Duh Ibu! Kak

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-08
  • Mertua Bengis dan Pilih Kasih   Gara-gara Telur

    "Enggak tahu, Bang! Jangan tahu lah, kalau mereka tahu nanti mereka ikut-ikutan mikirin," jawabku merenung."Berdoa saja lah, semoga rezeki kita lancar, dan bisa terus membantu," jawab Bagaskara menghiburku.Keesokan harinya, saat mentari menghangatkan tubuhku yang tengah berjemur di halaman, Bagaskara berjalan menghampiriku."Yang! Kita ke rumah Ibu yuk! Udah lama kita belum nengok," katanya."Boleh, sekalian aja kita manpir dulu ke toko kue yang di jalan Ir.H Djuanda itu, kita belikan brownies kukus coklat kesukaan Ibu dan Bapak, Bang!" ajakku semangat. "Boleh lah, sudah lama juga kita gak kasih oleh-oleh, ya?" kata Bang Bagas. Aku pun mengangguk, lalu pergi ke kamar untuk bersiap. Rupanya Bang Bagas sudah lebih dulu siap, dengan kemeja flanel berwarna biru dongker, celana joger chinos dan sepatu sport bermerk Niki.Bang Bagas nampak tampan, duduk di kursi rotan menunggu di teras rumah.Kami pun segera berangkat dengan skuter matic asal Italia itu. Bang Bagas melaju dengan kecepat

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-09
  • Mertua Bengis dan Pilih Kasih   Mama Meninggal

    "Sudahlah Sayang, mulai saat ini kita berkunjung ke rumah Ibu cukup sebulan sekali aja, gak usah setiap seminggu sekali, bisa panas telingaku." Begitu ucap Bagaskara setelah kami meninggalkan rumah mertuaku. Aku langsung mengangguk, tak menutupi rasa panas akibat mulut pedas Kak Hana tadi. "Iya, Bang! Begitu jauh lebih baik! Keluargamu julid banget sama aku, Bang!" sahutku setuju sambil menatap wajah sedih suamiku."Iya. Dan lagi-lagi Abang dibuat malu dengan keluarga sendiri," kata Bang Bagas dengan lesu.“Tapi, mereka begitu karena cemburu padamu, Nay.” Aku menelengkan kepala. “Ngapain cemburu sama aku?" "Iya, karena keluarga kamu orang terpandang, kamu juga berpendidikan, apalah artinya mereka jika dibandingkan dengan kamu, Nay?" sahut Bang Bagas merendahkan diri. Aku mengibas-kibaskan tangan. "Jangan terlalu melebih-lebihkan, Bang! Aku tidak sebaik itu!" jawabku. "Kamu menyesal nikah sama Abang, Nay?"Dahiku kembali merengut mendengar pertanyaannya. “Kenapa sih, itu terus y

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-09
  • Mertua Bengis dan Pilih Kasih   Mereka Tidak Datang

    "Bang! Kok Ibu sama Bapak gak kelihatan? Mereka kemana? Kamu udah kasih tahu mereka kan, kalau Mama meninggal?" tanyaku. "Sudah Abang kasih tahu, Kok! Malah Bapak bilang agak sore mau kesini katanya." Sahut Bagaskara. Tak lama setelah itu, nampak Bapak di depan teras menyalami saudara-saudaraku. Rupanya Bapak hanya sendirian tidak ditemani Ibu. "Assalamualaikum." Salam Bapak. "Waalaikumussallam," jawab Papa dan Bang Bagas. "Maaf Pak Rendra, saya baru datang." Bapak duduk di samping Papa. "Kenapa sendirian? Bu Aini gak ikut? Saudaranya Bagas?" tanya Papa menoleh pada besannya. "Maaf istri dan anak-anak saya sepertinya gak bisa datang, karena ada keperluan lain." Tutur Bapak merasa tidak enak. "Oh ya sudah, tidak apa-apa Pak Alan, itu hak mereka." Sindir Papa melirikku. "Naya! Buatkan Bapakmu minum!" titah Papa. "Iya, Pa!" sahutku. Aku melangkahkan kakiku menuju dapur, seraya memanggil Bang Bagas yang sedang menyelesaikan pekerjaannya di laptop. "Bang! Sudah dulu kerjanya

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-04
  • Mertua Bengis dan Pilih Kasih   Tanggal 25, Ada Apa?

    "Mungkin Ibu, biasanya ibu suka bawel kalo Bapak belum pulang, apalagi selarut ini." Sahut Bagaskara sembari menggulung karpet yang berada di ruang tamu.Aku menggelengkan kepala lalu menoleh pada bapak. Kemudian Bapak mengambil benda pipih itu sembari memantau siapa nama yang tertera di layar monitor ponselnya dengan malas, beliau tekan tombol berwarna hijau dengan mode loudspeaker."Ada apa telepon terus! Gak usah telepon!" "Kamu dimana ini! Malah ceramahin aku! Lekas pulang! Sudah malam, Pak!" "Ini di rumah Naya, mau apa memangnya! Aku gak akan pulang, mau bermalam disini temani Bagas!""Bagaskara itu sudah dewasa, Pak! Lelaki yang sudah menikah, kenapa minta ditemani! Macam anak-anak saja!" "Dia enggak minta ditemani, akunya saja yang gak mau pulang, kasihan Kanaya, baru saja kehilangan Ibunya." "Terserah kamu, Pak! Cuma dia mantumu, ya!"Tak banyak bicara lagi, Bapak segera menutup panggilan dari Ibu sebelum ibu selesai dengan kalimatnya, bapak merasa tidak enak karena belia

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-06
  • Mertua Bengis dan Pilih Kasih   Nyinyiran Tetangga

    "Lihat rekening Abang, sudah masuk belum gaji kamu bulan ini? Kita kan mesti kasih uang sekolah adik-adik kamu, Bang!""Oya! Kok Abang bisa lupa? Makasih sudah ingetin Abang, Sayang!""Iya, sama-sama, Bang! Kita mesti gerak cepet sebelum ibu ngomelin kamu. Aku belum bisa gajian, Bang! Kan belum dapat sebulan aku disini." Ungkapku khawatir."Aduh! Gimana ya, belum masuk gajinya, kayaknya pending deh, soalnya kemarin menejer Abang bilang kalau Abang harus cari lagi nasabah dua orang, biar gajinya turun." Keluhnya memperlihatkan bukti saldo di aplikasi bank digitalnya."Tenang, pasti bakal ada jalan, Bang! Aku cek juga saldo punyaku, siapa tahu masih punya tabungan sisa gaji dari SPG kemarin." Kataku menenangkannya.Selepas pulang dari restoran, kami merebahkan diri di atas ranjang, Bagaskara merenung nampak tak tenang."Bang, gak usah cemas, masih ada waktu lima hari lagi. Kita berdoa aja ya.""Gak usah terbebani, kalau gak ada gak apa-apa, kita bilang aja sama ibu. Kamu gak usah ikut-i

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-06
  • Mertua Bengis dan Pilih Kasih   Tidak Ada Habisnya

    "Kamu mana denger, ibu kalau ngomong begituan gak pernah ada kamu, Bang! Nanti juga pasti kamu tahu!" ketusku meyakinkan suamiku."Ya udah, jangan sedih terus. Kamu jangan bosan memaklumi ibu ya, ibu memang begitu, Abang minta maaf!" jawab Bang Bagas."Gak perlu minta maaf, bukan salah kamu!" kesalku membanting pintu kamar mandi."Kamu suka gitu sih Yang kalau aku bilangin. Maafin Abang dong, jangan ngambek lagi ya!" teriaknya di depan pintu kamar mandi yang kututup."Iya, deh iya! Aku juga minta maaf, kalau bawaannya ketus melulu, habis aku kesel! Udah digibahin sama tetangga, ibu juga sama aja, nah kamu malah gak ngerti! Mereka semua gibahin aku belum punya anak melulu!" Kesalku memasang wajah masam keluar dari kamar mandi."Gak usah kamu pikirkan kata-kata mereka dong, Sayang! Mereka tugasnya cuma ngeramein hidup kita aja, gak usah dianggep, ya!" bujuk Bang Bagas."Iya deh!" sahutku singkat.Sebenarnya banyak ketidak cocokkan antara aku dan suamiku, karakterku adalah kebalikannya.

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-07
  • Mertua Bengis dan Pilih Kasih   Tidak Diberi Seragam di Acara Pertunangan Lya

    "Gak ada yang kasih tahu kami pakai seragaman. Justru Bagas mau tanya sama Kakak, kenapa seolah kalian sengaja bikin kami malu, sudah gak aneh kalian begini sama Bagas!" Bang Bagas berbicara dengan nada tinggi. Kak Hana mendengus kesal tanpa menghiraukan suamiku, lalu pergi meninggalkan kami membawa saudara Bagaskara lainnya untuk mengikutinya. Kemudian Bang Bagas menghampiri Bapak yang kebetulan sedang berada di ruang tengah, tempat kami berkumpul. "Pak! Kok ibu gak bilang kalau bajunya seragaman? Apa kalian sengaja gak kasih tahu Bagas?" tanya suamiku. "Masa sih, Gas?" tanya Bapak heran, seolah tak percaya. "Kalau Bagas memang nerima atau dikasih informasi jauh-jauh hari, untuk apa Bagas tanya Bapak?" bantah Bang Bagas. "Setahu Bapak, Ibu dan Hana belanja keperluan tunangan Lya minggu lalu. Bapak kira kamu sudah aman!" sahut Bapak. "Aman apanya, Pak! Malahan Ibu kasih tahu Lya tunangan juga, baru malem tadi! Kesannya kayak ngedadak!" keluh Bagaskara melirikku. "Ada-ada aja

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-07

Bab terbaru

  • Mertua Bengis dan Pilih Kasih   Wanita Yang Bersama Arkan

    "Aku yang harus mengakhiri semuanya, dan mulai saat ini aku berjanji akan menutup lembaran lama itu, dia sudah ikhlas kehilanganku begitu juga aku, maka tak ada alasan bagiku untuk terus berada dalam bayang masa lalu." Ungkap batinku. Saat malam tiba, suamiku-Bagaskara, pulang membawakan oleh-oleh untuk kami. Raut bahagia nampak jelas di wajahnya, sementara hatiku masih diselimuti perasaan bersalah padanya, aku masih merasa berdosa. "Bang! Bikin kaget aja! Aku kira siapa tadi!" aku terkejut saat suamiku membuka pintu kamar. "Loh! Kok kamu kaget? Kan emang udah biasa Abang pulang ucap salam sambil buka pintu, gak ada yang aneh! Kamu pasti lagi ngelamun, ya!" ujarnya tersenyum melihat raut wajahku. "E-enggak, kok!" dan aku pun menyahutnya dengan senyuman tanpa dosa. "Ini Abang bawakan kamu kalung perak, tadi Abang nukar uang ke toko perak lalu lihat ada kalung yang cakep banget, Abang rasa cocok buat kamu!" ujarnya gembira. Seketika aku merasa terkejut dan kikuk, tak tahu apa yang

  • Mertua Bengis dan Pilih Kasih   Cinta Tak Harus Memiliki

    "Kanaya!" panggil seorang lelaki bersuara berat mirip Rizky.Aku menoleh ke belakangku, dan rupanya ... kekhawatiranku nyata. Dia, yang menepuk pundakku adalah Rizky, seseorang yang selama ini kuhindari."Mau apa kamu kesini!" ketusku."Gak boleh aku kesini?" tanyanya membalas."Jelas gak boleh! Kita sudah bukan siapa-siapa lagi, dan kamu terus saja datang menggangguku!" aku melangkahkan kakiku menuju teras rumah sambil buru-buru menutup pintu ruang tamu."Tunggu!" Rizky menahan dorongan pintu yang kutekan semakin kuat.Rupanya lelaki itu bersikeras ingin menemuiku, apa hendak dikata, aku tak sanggup melawan bantahannya, hingga akhirnya aku menyerah dan memberinya ruang untuk berbincang denganku."Please Kanaya! Kasih aku waktu sebelum aku pergi!" Rizky berteriak sambil mendorong pintu."Ya sudah, masuk! Aku gak punya banyak waktu, to the point aja!" ketusku lagi."Oke," Akhirnya aku dan Rizky berbicara satu sama lain, saling menyalahkan. Ia menjelaskan bahwa saat ia meninggalkanku a

  • Mertua Bengis dan Pilih Kasih   Dia datang lagi dan lagi

    Suamiku segera ambil sikap, memantau dan memgambil ponselku yang tergeletak di atas ranjang. Aku ingin merebutnya dari tangannya, tapi aku tidak mau ia mencurigaiku. Aku tidak ingin menjadi orang bersalah dimatanya, karena jujur saja ... bukan aku yang memulai. "Mamin?" Suamiku mengernyitkan dahi sambil bertanya heran memantau layar ponselku. "Yang! Telepon dari Mamin!" teriak suamiku. "Iya! Sebentar, Bang!" sahutku seolah tak tahu apa-apa. "Sudah kuduga, itu pasti dia! Untung saja aku menamai dia Mamin!" batinku. Ya, Mamin. Itu adalah sebuah nama panggilan akrabku untuk Rizky ketika kami pacaran, nama itu kusematkan tanpa sengaja, mengalir begitu saja, dan aku beruntung, suamiku tidak sampai mencurigaiku karena nama itu. Apa yang akan terjadi jika aku sematkan nama Rizky yang sesungguhnya? Tentu saja ia akan murka. "Nay! Sayang! Biasanya jam segini gak ada yang telepon kamu, kecuali darurat. Lah, yang tadi siapa, Yang? Temen kamu?" tanyanya menoleh ke arahku. "Iya, teman kuliah

  • Mertua Bengis dan Pilih Kasih   Cinta Lama Bersemi Lagi

    "E-enggak kok, Bang! Kami tuh sahabatan bertiga, waktu kita nikah aku gak undang dia karena gak tahu harus hubungin dia kemana, soalnya kontak dia hilang, dianya juga ngilang, gak ada yang tahu dia kemana." Ungkapku menoleh pada suamiku. "Oh, gitu ya!" jawabnya ragu. Suamiku nampak tak bahagia. Raut wajah yang biasanya ramah dan selalu tersenyum, tiba-tiba tanpa ekspresi, seolah ia memikirkan sesuatu, tentang aku dan Rizky. Mungkin sudah saatnya aku jujur padanya, tapi aku ragu apakah aku sanggup? "Yang! Rizky sekampus sama kamu gak?" tanyanya lagi. "Enggak, Sayang! Dia itu beda kampus, aku sama dia kenal karena sempat magang di kantor yang sama." Jawabku. "Kenapa soh, Bang! Tanya-tanya dia terus?" "Abang masih penasaran pengin tahu banyak tentang dia. Waktu dia natap wajah kamu, kok kayaknya ada yang beda, cara dia bicara dan memperlakukan kamu Abang rasa seperti bukan hanya teman." Katanya lagi. "Abang bakal sakit sendiri kalau mikirin dia terus, dan aku gak akan tanggung ja

  • Mertua Bengis dan Pilih Kasih   Dia yang Tiba-tiba Datang

    "Abang gak tahu, Nay!" sahut suamiku. "Siapa malem-malem begini datang bertamu? Gak tahu apa? Kalo aku lagi capek banget pengin ngaso!" aku bergumam sambil berjalan menuju pintu utama. "Ri-rizky?" aku terkejut sambil menutup mulutku yang terbuka dengan telapak tangan kananku. "Hai, kamu masih inget aku, kan?" tanya dia. Aku mengangguk sambil berpikir, benarkah yang kulihat itu? Benarkah dia? Mantan kekasihku yang tiba-tiba pergi dan menghilang kala itu? Antara terkejut dan takut. Takut karena mengkhawatirkan perasaan suamiku dan takut berdosa pada Sang Khalik. "Hei, georgeous! Kamu kok bengong terus sih?" ia bertanya sambil menatap fokus mataku dan melambai-lambaikan tangannya memeriksa sepasang mataku yang tak fokus. "I-iya, silakan duduk! Maaf kita gak bisa ngobrol di dalam ya," aku menjawabnya pelan sambil menengok ke dalam, memastikan suamiku ada di sana atau tidak? "Ka-kamu hamil? This is realy you?" tanyanya. "Iya, aku lagi hamil anak kedua, dan aku bakalan panggil suami

  • Mertua Bengis dan Pilih Kasih   Ibu Marah

    "Maksud Bagas jangan terlalu sering kemari, Bu! Bagas gak enak, kan di sini Bagas jualan, bukan lagi pameran, Bu!" keluh suamiku lagi."Kamu berani bilang begitu sama Ibu? Gak boleh Ibu datang lihat usaha kamu, Gas? Ibu cuma gak mau kamu lupa diri, sudah sukses istrimu makin sombong!" sindir Ibu mertuaku."Bagas belum sesukses itu, Bu! Ini Bagas masih ngerintis, alhamdulillah ramai terus pelanggan, itu juga berkat doa Ibu, tapi Bagas juga kecewa sama Ibu, karena Ibu gak pernah ngertiin Bagas. Dan Bagas mohon sama Ibu, jangan pernah mengatakan Kanaya sombong, karena dia tidak seburuk yang Ibu pikirkan, Ibu sudah kena hasut Si Hana! Maaf kalau Bagas bicara begini sama Ibu." Ungkap suamiku.Sejak saat ibu mertuaku menyinggung namaku dalam perdebatan mereka, aku memilih pergi perlahan membawa Ishana dan Malik ke luar toko, mencari udara segar, daripada mendengar mereka, seakan aku ikut campur. Meski terkadang aku merasa wajib membela diri."Mungkin kamu yang kena hasut istri kamu, Gas! Ib

  • Mertua Bengis dan Pilih Kasih   Ikut Sibuk

    "Abang jamin semua itu, tolong jangan ragukan Abang lagi, Yang!" jelas suamiku."Aku cuma takut, Bang!" ketusku."Abang gak akan banyak bicara, pokoknya mau Abang buktikan aja sama kamu." Jawabnya.Suamiku terus memohon padaku untuk memercayainya. Ia tidak ingin aku meragukannya sedikit pun, tapi seharusnya ia memahami perasaanku, betapa aku trauma. Ada hal yang patut aku syukuri, yaitu dalang pelaku tabrak lari itu sudah diketahui, meski aku tak menyangka siapa dibalik layar drama kecelakaanku saat itu, aku tetap menyimpan sedikit curiga padanya, karena pernah satu ketika, Amy menerorku dengan panggilan selulernya yang tak kukenal, yang kukenal hanya suaranya. Aku sempat menepis semua dugaanku, tapi kali ini aku yakin bahwa penelepon gelap itu adalah Amy."Kanaya! Kamu dari tadi ngelamun terus, gak usah overthinking masalah Amy. Abang benar-benar sudah bertobat." Suamiku memelukku dengan mata yang berkaca-kaca seolah mengisyaratkan pengampunanku.Aku hanya mengangguk tanpa mengatak

  • Mertua Bengis dan Pilih Kasih   Rupanya Pelakor Itu

    Terima kasih, Pak! Saya ingin membuat sebuah pengakuan, saya yakin Bapak dan Ibu tahu siapa saya 'kan?" lelaki itu bertanya sambil menundukkan kepalanya seolah ia enggan mengangkat wajahnya. "Iya, saya masih ingat, anda yang melarikan diri saat saya kejar anda di rumah sakit sat itu!" jawab suamiku. "Uhm, Sa-saya ingin menyampaikan pada Ibu dan Bapak bahwa yang memberi perintah pada saya untuk menabrak Ibu Kanaya adalah Bu Amy." Ungkapnya. "Amy?" gumamku terkejut. "Lalu yang mengirim pesan pribadi pada saya siapa? Yang memberitahu pada saya bahwa anda mendapat perintah untuk mencelakakan istri saya?" suamiku bertanya sambil menajamkan sorot matanya yang memerah menahan amarah. "Yang memberi pesan itu saya, Pak! Saya mohon maaf." Ujar Lelaki itu. "Sebenarnya saya ingin sekali melaporkan anda pada pihak yang berwajib, tapi saya belum punya cukup bukti." Jelas suamiku. "Tolong jangan laporkan saya, Pak! Saya punya anak yang masih bayi, saat itu saya bersedia menerima perintah Bu Am

  • Mertua Bengis dan Pilih Kasih   Menjenguk Berujung Berdebat

    "Mungkin mereka hanya mengira-ngira aja kalau itu mobil Bagas, Kak Hana bilang sama Ibu gak mungkin kalau itu mobil Kak Lana, soalnya di dalam mobilnya banyak barang Bagas dan Naya juga Ishana." "Jadi gitu? Mereka iri sama kamu, Gas! Bapak lihat sekarang kamu maju, jujur sama Bapak kamu kerja dimana sekarang?" tanya Bapak mertuaku. "Bagas buka refil parfum, Pak! Lumayan, sekarang penghasilannya melebihi gaji Bagas kemarin." Jawab suamiku. "Kenapa kamu rahasiakan kerjaan kamu, Gas?" tanya Bapak lagi. "Bagas gak mau, Ibu kak Hana, dan saudara Bagas yang lain, deket sama Bagas kalau ada keperluannya aja, Pak!" suamiku menundukkan kepalanya dengan raut merasa bersalahnya khawatir menyakiti perasaan Bapak. "Bapak tahu, kok! Bapak juga sering nasihatin Ibu sama saudara kamu, tapi mana mereka dengar, mereka malah balik memusuhi Bapak." Ungkap Bapak. "Iya, Pak! Gak apa-apa Bagas juga ngerti posisi Bapak." Jawab Bagaskara. Singkat cerita, acara aqiqah putra kami-Malik sudah dilaksanakan,

DMCA.com Protection Status