Semua Bab Mertua Bengis dan Pilih Kasih: Bab 51 - Bab 60

81 Bab

Menerima Takdir

Beberapa hari kemudian, aku masih merasakan hal yang sama. Sudah susah payah minum pil pelancar sampai aku lemes tapi belum datang bulan juga, akhirnya kucoba lagi melakukan cara lainnya yaitu minum jamu pelancar haid, hasilnya masih tetap sama."Tuhan, aku beneran hamil? Itu cuma telat aja kan?" tanya batinku menyangkal.Aku masih belum menerima kenyataan bahwa diriku hamil. Semua itu karena aku merasa belum siap untuk menjalani hari-hariku dengan kehadiran seorang bayi lagi, Ishana masih kecil, dan aku juga pasti akan sangat kelelahan merawat keduanya. Tiba-tiba, tanpa sengaja Bang Bagas melihat tiga kotak pil pelancar haid di dalam laci nakas. Ia terkejut dan memarahiku saat itu."Apa ini?!" bentak Bagaskara."Pelancar haid, siapa tahu aku cuma telat datang bulan aja, Bang!" jawabku tanpa dosa."Kamu bilang apa! Sudah jelas kemarin pakai test pack dan hasilnya positif, kenapa terbwsit dalam batin kamu untuk membunuh darah daging kamu sendiri!? Masalahmu apa?!" bentaknya menggoyang
Baca selengkapnya

Diperintahkan Untuk Pulang

"Enggak ada masakah kok, Bapak sama Ibu mau punya putra berapa?" tanyanya masih tersenyum mesem."Loh, memangnya kenapa, dok?" tanyaku."Ibu tuh, kalau mau punya putra empat lagi juga bisa, karena Ibu subur!" sahut dokter berkulit gelap berlogat Jawa yang kental itu masih tersenyum."Benarkah, dok?" tanya suamiku."Menurut yang saya lihat, ya begitu!" jawabnya duduk di kursi dinasnya."Saya seneng kalau bisa punya anak banyak, penginnya tujuh, dok!" kata suamiku tersenyum simpul."Waduh, Pak! Kasihan istrinya turun mesin terus!" kekeh dokter sambil menulis resep untukku."Kamu aja yang melahirkan, Bang!" candaku."Santai aja, Sayang! Itu kan cuma kepengenan aja, gak harus diturut, kok! Anak itu kan takdir tuhan, gimana dikasihnya aja, ya kan, dok?" "Benar Ibu, jangan panik dulu, walaupun menurut saya Ibu subur, tetap saja tang menentukan Tuhan, bukan saya!" sahutnya."Saya kan kasihan sama anak saya, dok! Masih kecil juga!" sahutku."Saya tuh sudah gak aneh, nerima pasien yang sudah
Baca selengkapnya

Cemas

"Kata Papa mereka itu Ibu dan Kak Hana." Jawab suamiku."Kenapa Papa gak bilang aja gak tahu sih?!" ketusku."Papa sudah bilang gak tahu, malah Papa berbohong kalau Papa sendiri lagi cari kita." Jelas Bang Bagas."Gimana dong? Mereka mau lapor polisi? Bisa berabe kalau bosku tahu, mereka akan berpikir kalau Abang kerja disini tanpa seoengetahuan siapapun, gimana kalau Abang dipecat?" suamiku khawatir dengan ancaman Ibu dan Kak Hana."Kita mesti pulang dulu ke Bandung, kita selesaikan masalah kita, sebelum mereka melaporkan ke polisi, soalnya Papa bilang sama Ibu 'silakan saja lapor polisi, kalau saya sih lebih baik mencari sendiri, karena saya khawatir informasi kehilangan mereka disalahgunakan oleh orang yang tidak bertanggungjawab'. Begitu katanya." "Bagus! Papa memang bisa diandalkan." Sahutku tertawa kecil."Iya, tapi kita tetap harus bertanggungjawab, dan selesaikan masalah kita ini." Sahut Bang Bagas."Itu pasti, Bang! Dan kamu gak perlu khawatir, aku akan mendukung kamu sepenu
Baca selengkapnya

Siapa Ami?

"Menurutku sih sebaiknya begitu, Bang! Supaya gak ada salah faham." "Tapi kan itu sebenarnya masalah pribadi, dan rasanya gak ada hubungannya dengan kwrjaan Abang." "Betul itu masalah pribadi kita, tapi kalau atasan Abang sampai tahu, bisa jadi dia pikir kita itu jelek, gak respek, apalagi kalau diketahui lewat informasi orang hilang, bisa kacau semuanya. "Bener juga ya, kerjaan Abang yang jadi jaminannya. Karena mereka juga gak mau repot sama urusan pribadi kita." Hari demi hari masih terus berjalan, kami masih khawatir dengan laporan hilang kami oleh Ibu dan Kak Hana. Kami masih bimbang apakah memilih pulang dan menyerah? Atau memilih bertahan dengan resiko kehilangan pekerjaan? Suamiku semoat berpikir untuk berterus terang pada sahabat sekaligus seniornya-Mas Albert, tapi ia masih ragu, suamiku tidak mau melibatkan urusan pribadinya pada siapapun. Tapi suamiku takut kehilangan pekerjaan, walau sebenarnya belum tentu itu bisa menjadi masalah. Sebaiknya kami jalani saja seperti
Baca selengkapnya

Perempuan Macam apa dia?

Tak lama setelah panggilan itu berhenti, suamiku keluar kamar mandi dan memakai pakaiannya. Tak menunggu lama, aku segera memberitahu bahwa beberapa saat yang lalu seseorang intens menelepon."Bang! Ada telepon tuh, dari Ami! Sampai 16 kali panggilan, kayaknya ada perlu mungkin!" ujarku."Ami? Kenapa gak kamu angkat aja teleponnya?!" sahutnya sambil memakai kaos oblong."Enggak, aku takut gak sopan! Kan kamu tahu kalau gak disuruh angkat pastinya aku diemin." Jawabku ketus."Terus kenapa kamu ketus begitu?" tanyanya duduk disampingku."Enggak, kok!" "Kopinya mana, Yang? Kok Abang gak dikasih kopi?" protesnya mengambil ponselnya di dalam tas."Sebentar, aku buatin dulu. Tadi aku lupa." Jawabku berjalan menuju dapur.Selesai membuatkan kopi, aku membawakannya ke kamar dan kuletakkan secangkir kopi cappucino di atas nakas. Setelah itu, aku merebahkan tubuhku di atas ranjang di samping Ishana, tak kepedulikan suamiku yang sedang asyik berbicara di telepon. Namun, ketika kudengar dia meny
Baca selengkapnya

Bertengkar Terus

"Kenapa perempuan ini berani minta jèmput dan antar dia pulang ke rumahnya?" batinku penasaran. "Mas! Besok jemput aku lagi ya, kalau gak keberatan anterin aku pulang juga, project ini mesti kita selesaikan segera, kita bisa kerjakan di rumahku kalau di kantor gak keburu." Itulah kalimat yang wanita itu tulis di pesan pribadinya, aku heran dan terkejut. Berarti tadi suamiku jemput dia di rumahnya? Hal macam ini gak bisa aku biarkan, aku harus bertindak sebelum Bang Bagas bertindak terlalu jauh. "Kamu masih marah, Yang?" tanya suamiku. "Iya, aku kecewa sama kamu, Bang! Kenapa kamu jemput Ami pergi boncengan ke kantor!" ketusku membelakanginya. "Memangnya kalau jemput salah? Kan sekalian pergi, Yang!" sahutnya. "Kamu jadi aneh, Bang! Masa jemput perempuan lain berangkat bareng ke kantor kamu bilang gak apa-apa! Sebelumnya kamu gak pernah kayak gini, loh! Kamu kan sudah punya istri! Memangnya kamu mau jadi bahan fitnah dan gunjingan orang?!" marahku. "Terus Abang harus gimana?" per
Baca selengkapnya

Suamiku dan Ami?

Aku segera menghubungi suamiku yang masih berada di kantor, dan aku memintanya untuk segera pulang. "Bang! Perutku sakit, mules banget! Bisa gak Abang pulang dulu?" "Mules kenapa, Sayang?" "Gak tahu, pokoknya Abang anterin aja dulu aku ke klinik!" "Abang gak bisa, Sayang! Abang lagi banyak kerjaan yang harus diselesaikan sekarang!" "Yaah, Abang kok jadi kayak gitu sih!" "Gini aja deh, kamu tunggu dulu di rumah, bisa atau enggaknya Abang kabarin 5 menit lagi!" Akhirnya, mau tidak mau aku menunggu Bang Bagas memberiku kabar walaupun perutku semakin mulas dan sakit. Tak lama kemudian, suamiku menghubungiku. "Yang! Kamu tahan dulu ya, bakal ada temen Abang yang anterin kamu ke klinik, Abang sudah bicara dan minta izin sama bos, tapi gak dikasih karena penting banget! Untung ada temen Abang yang mau antar kamu, tunggu sebentar, cuma kali ini aja, gak apa-apa, ya!" "Ya udah deh, gak apa-apa kalau memang beneran gak bisa!" Aku mengikuti perkataan suamiku untuk menunggu temannya datan
Baca selengkapnya

Tertangkap Basah

"Apa aku gak salah lihat? Mereka? Bang Bagas mampu berbuat begitu?" tanya batinku mebuka kebar sepasang netraku yang tanpa sengaja mendapati suamiku dan Ami saling melekatkan labium mereka.Aku tak menyangka, suamiku yang baik dan selalu melindungiku mampu berbuat begitu padaku, jangankan bersahabat dengan wanita lain, genit pun tidak, sampai akh merasa aman dan nyaman padanya. Tapi ... apa yang kulihat malam ini sangatlah berbanding terbalik, seolah suamiku bukan dirinya."Ehem!" aku memberi pertanda ada mereka dan mereka terperanjat hingga saling melepaskan diri."Sayang? Kamu ... kenapa berdiri disitu? Kamu kan harus istirahat?" tanya Bagaskara mengusap bekas lipstik di labiumnya.Ami nampak gugup dan tak bicara sepatah kata pun, yang dia lakukan hanya melihat Ishana yang tengah tidur di sofa, mencoba mengalihkan perhatian."Kamu kaget ya, Bang?! Jangan khawatir, aku sudah merekam perbuatan kalian tadi disini!" ketusku memperlihatkan ponselku."Apa!" suamiku terkejut dam tak bisa b
Baca selengkapnya

Ada Keributan Apa di Depan Rumah?

Mereka hampir saja mendaoatibaku disini, dan aku bersyukur, bis yang kutumpangi pun akhirnya melaju. Aku pulang drngan membawa kesedihan. Mulai saat ini, aku akan membiarkan suamiku disana bersama pelakor itu, aku tidak akan kembali lagi ke rumah itu.Sehari semalam perjalanan yang kutempuh, akhirnya aku tiba di Bandung. Aku berjalan keluar dari terminal bis, tanpa sengaja aku bertemu dengan teman lamaku, dan dia mengahtarkanku pulang sampai ke rumah.Setibanya di rumah, aku buru-buru membuka pintu gerbang rumah. Saat itu rumah nampak sepi, di halaman tak ada siapapun. Kubuka pintu rumahku, dan aku mendapati Papa sedang menonton televisi."Papa!" panggilku pelan."Iya," Papa menoleh lalu terkejut melihatku."Naya! Itu beneran kamu?! Kaoan datang? Kok gak salam dulu?" Paoa terus bertanya."Iya, Naya mau kasih surprise sama Papa," jawabku."May! Maya! Kanaya pulang!" teriak Papa senang.Tante Maya berjalan dari dapur, ia menangis memelukku, Kak Lana pun segera menghampiri dan mengambil
Baca selengkapnya

Pertengkaran Ibu

"Ada apa di depan, Bi?!" tanyaku pada Abi. "Aku juga baru mau lihat kesana, Kak!" sahut Abi. Aku berjalan bersama Abi, kemudian kami saling menoleh, kami terkejut karena yang ribut di depan itu adalah Ibu mertuaku dengan tetanggaku. Entah apa yang membuat mereka bertengkar. "Ibu? Kenapa bertengkar di sini, Bu?" aku menegurnya karena malu. "Eh Naya! Syukurlah kamu sudah ada di sini! Ibu sudah lama cari kamu, kemana Bagaskara?" tanyanya. "Ya ampun, kok aku malah keluar, yah ketahuan deh!" batinku terdiam. "Ibu jawab dulu aku, kenapa Ibu bertengkar dengan tetangga Naya? Naya malu, Bu!" aku menegurnya lagi. "Ini semua salah tetangga kamu, Nay! Dia bilang Ibu mau maling, ngendap-ngendap masuk terus ngintip di jendela. Ibu bilang aja kalau Ibu mertua kamu! Dia tambah ngotot!" jelas Ibu. Aku bawa Ibu mertuaku masuk, lalu aku minta ia duduk dan menenangkan diri. Jujur, kejadian tadi sangat membuatku malu. Ibu selalu bertindak memakai kekerasan. Ibu menatapku fokus, ia masih tak menyang
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
456789
DMCA.com Protection Status