Home / Pernikahan / Mertua Bengis dan Pilih Kasih / Chapter 61 - Chapter 70

All Chapters of Mertua Bengis dan Pilih Kasih: Chapter 61 - Chapter 70

81 Chapters

Siapa Yang Datang?

"Dimana ini? Kayaknya ini bukan di kamar." Kataku membuka mata pelan."Kamu di rumah sakit, Nay! Tadi kamu pingsan, pintu kamar kamu diketuk terus sama Abi terus gak ada suara lumayan lama, Papa khawatir kamu kenapa-napa, Papa tengok dari jendela, bener aja! Kamu pingsan, untung aja jendela kamar kamu gak dikunci." Jelas Papa menoleh pada Abi.Aku terdiam, Papa dan Abi ikut diam. Suasana menjadi hening dan sepi. Aku memiringkan badanku membelakangi Papa dan Abi, tiba-tiba air mataku menetes. Aku teringat perbuatan Bang Bagas, aku tak tahan, bagaimana caranya melupakan semua yang terjadi dalam memoriku. Luka batin ini sudah terlalu dalam."Kamu orang yang selama ini kupercaya, kukagumi, sampai aku merasa aman bersamamu, Bang! Apa aku harus memaafkan kamu? Aku merasa jijik sama kamu sekarang, Bang!" batinku memgusap air mataku.Papa bertanya padaku, "Kamu kenapa, Nay? Papa jadi yakin sekarang, kalau kamu ada masalah sama Bagas. Buktinya kamu gak mau terima telepon dari dia, habis itu ka
Read more

Permohonan Bagaskara

Abi tak menjawab pertanyaanku. Hanya keributan yang kudengar, nampaknya seperti suara Bang Bagas dengan Abi."Untuk apa Kakak kesini?!" Ketus Abi."Sah aja 'kan? Aku masih suami Kanaya, Bi!" bentak Bagaskara."Tapi kami sudah tidak mau ada laki-laki yang enak-enakan selingkuh apalagi istrinya lagi hamil!" kesal Abi."Kamu tahu apa tentang aku?!" balas Bagaskara.Mendengar semua itu, segera saja aku membuka pintu. "Kalian! Ngapain ribut disitu? Gak tahu apa, kalau Papa lagi istirahat?!""Kamu juga, Bang! Untuk apa kemari? Sudah aku bilang aku gak mau ketemu kamu lagi!" kesalku.Abi meninggalkan kami berdua di ruang tamu, seolah ia mengerti, ada banyak hal yang harus kami selesaikan."Abang tahu, Yang! Abang sudah bertobat! Tolong percaya sama Abang!" sahut Bagaskara memegang kakiku untuk memohon.Aku masuk ke dalam kamar lalu dia mengikutiku, aku merasa ada yang berbeda ketika ia masuk bersamaku. Mengapa aku merasa kalau dia orang asing? Dan mengapa aku merasa berdosa ketika ia berada
Read more

Rencana Tujuh Bulanan

"Aku sudah mengakhiri semuanya, aku juga tidak memedulikan dia lagi, meskipun dia memaksaku, tapi aku tidak akan ragu dengan keputusanku. Aku tidak ingin bertemu dengannya lagi, jadi aku menutuskan untuk resign." Jelasnya."Mau kerja apa kamu kalau resign?" tanyaku ragu."Aku akan buka usaha, refil parfum seperti keinginan kamu, Nay!" jawabnya tersenyum."Begitu? Bagaimana kalau aku tidak mau menerima kamu lagi, apa kamu akan kembali sama Ami?" "Enggak.""Kenapa? Bukannya dia itu cantik? Dia juga wanita karir, bukan ibu rumah tangga seperti aku." ujarku membelakanginya.Perlahan Bang Bagas melangkah menjadi di depanku, dia mengangkat wakahku dan berusaha meyakinkan aku bahwa dia sungguh-sungguh."Aku akan buktikan sama kamu kalau aku sudah resign dan menjauhi Ami. Kalau kamu gak percaya, bisa kamu tanyakan sama Mas Albert." Katanya."Aku gak tahu jawaban apa yang mesti aku kasih sama kamu, Bang! Gini aja deh, sementara ini aku gak mau tidur sekamar sama kamu, kamu boleh tidur di kama
Read more

Ibu Mulai Bertingkah Lagi

"Gak apa-apa, Tante! Cuma suka agak ribet aja. Ya terserah Tante aja deh, mau ngundang silakan gak jauh lebih baik." Sahut suamiku.Aku berharap Ibu dan saudara Bang Bagas lainnya gak diundang ke acaraku, karena aku tidak mau pikiranku terganggu gara-gara memikirkan sikap dan lisan mereka. Tante Maya tahu kalau Ibu mertuaku julid, tapi Tante Maya tidak tahu sampai sedetail itu tentang Ibu, apalagi Kak Hana."Gimana ini, Bang? Tante Maya pengin undang Ibu, kalau dipikir apa yang Tante May bilang itu benar juga, gak elok aja kalau mantunya mau diacarakan, mertuanya gak dikasih tahu sama sekali, kayak gak sopan. Tapi kamu dan aku tahu bagaimana Ibu, aku gak mau dipermalukan. Aku mesti gimana, Bang?!"Aku tiba-tiba khawatir, perasaan tidak enak muncul. Karena sikap Ibu yang selalu tak adil padaku dan Bang Bagas, maka aku cemas, khawatir kehadiran Ibu akan membuat suamiku malu atau sakit hati."Apa gak usah Abang sampaikan saja undangan dari Tante Maya? Gimana kalau Tante Maya minta nomor
Read more

Ada Apa Dengan Kanaya?

"Kanaya gak kenapa-napa, Pak! Dia cuma menghindari Ibu saja, daripada sakit hati lebih baik menghindar, kasihan dia lagi hamil, Pak! Dokternya bilang gak boleh stress, soalnya kehamilan gang kedua ini sensitif, Pak!" jelas Bang Bagas. "Iya, maksud Bapak begitu, khawatir istri kamu jadi kepikiran terus jadi stress. Mending Bapak pulang saja, Gas! Ibu kamu itu suka gak bisa jaga lisannya." Jawab Bapak. "Ya sudah, Bagas antar ya." "Tunggu, Pak, Bu! Ini bawa pulang, titip untuk Kak Hama dan Lya." Panggilku menyerahkam jinjingan berisi nasi kotak dan kue." Aku menahan langkah Bapak dan Ibu. "Jadi istri jangan manja, jangan baperan, baru ngomong begitu langsung kepikiran. Ibu kan cuma ngomong aja, kenapa kamu harus tersinggung!" raut wajah Ibu mampak tak suka padaku, ia mengambil jinjingan itu dari tanganku dengan kasar. "Sudah, Bu! Kasihan Naya! Seharusnya kita dukung dia, jaga bayinya supaya sehat terus." Tegur Bapak. Akhirnya Ibu dan Bapak pulang, Tante Maya menghampiriku lalu men
Read more

Sengaja Dicelakai

"Sakit, Bang! Aku gak bisa berdiri." "Sini! Kamu tunggu dulu di sini, Abang pesan taksi dulu, kita harus ke rumah sakit. Kamu ada yang serempet barusan, takutnya kenapa-napa." Kata suamiku mengusap-usap perutku. Tak lama kemudian, taksi datang menghampiri kami. Tak menunggu lama, aku masuk dan duduk di taksi itu dengan bantuan suamiku. Kubaringkan tubuhku menyandar ke jok mobil. Suamiku nampak khawatir dengan keadaanku yang sudah menjelang melahirkan, tiba-tiba ditabrak seseorang hingga jatuh, takutnya beresiko pada calon bayiku. "Semoga gak kenapa-napa ya, sayang!" cemas suamiku. "Iya, makasih Abang udah peduli sama aku." "Itu kewajiban suami, Nay! Jangan khawatir dan gak boleh bilang begitu lagi!" ujar suamiku menyandarkan kepalaku ke pundaknya. Setibanya di rumah sakit, suamiku buru-buru membawaku ke dokter yang biasa memeriksakan kehamilanku. Kami panik dan tegang. Setelah menunggu cukup lama, dokter memberiku hasil observasi. "Beruntung calon bayinya aman, kalau ada apa-a
Read more

Pemberi Pesan Misterius

"Aku merasa gak punya musuh, Bang! Kok ada orang yang tega pengin aku celaka? Aku gak mungkin nuduh kekuargaku, mereka baik banget sama aku, termasuk Tante Maya." Ungkapku. "Sementara ini, kita fokus sembuhin kamu dulu, abang mau cari tahu soal ini." "Sudahlah, Bang! Gak usah dipikirkan, kita lanjutin hidup kita seolah semua ini gak terjadi, mikirin masalah ini, cuma bikin kepalaku pusing." Kataku. "Oke," sahutnya. Hari pun berlalu, menunggu tiba waktunya untukku melahirkan jabang bayiku. Rasanya semakin tak karuan ketika semakin hari semakin dekat dengan tanggal yang ditentukan. Tidur tak enak, makan tak enak, apalagi hanya diam saja tanpa melakukan aktifitas apa pun. Menurut dokter, dua pekan lagi diperkirakan bayi ini akan lahir. Tentang drama seseorang yang ingin mencelakaiku waktu itu, belum mendapatkan titik terang. Namun dibalik keresahan itu, ada hal yang patut kusyukuri, yaitu semakin hari, usaha suamiku semakin tambah maju. "Sayang, gak perlu khawatir, karena Abang gak
Read more

Berjuang Melahirkan

"Ah, gak diangkat-angkat teleponnya! Nanti Abang coba lagi deh." Katanya kesal. "Bikin pusing saja, maksudnya apa coba! Kasih tahu tapi dianya gak mau diketahui, aku jadi penasaran, Bang!" jawabku. "Apalagi Abang!" sahut suamiku. Sejak saat itu, aku dan suamiku tak ingin ambil pusing lagi tentang drama kecelakaan tempo hari. Yang penting bagi kami, calon bayi kami selamat. Kehidupan rumah tanggaku bersama Bang Bagas sempat tidak baik-baik saja. Tapi aku memutuskan untuk memaafkannya. Sempat terpikir untuk melaporkan perbuatan suamiku pada orang tuanya, tapi kupikir semua itu percuma. Ibunya tentu tidak akan memberi pembelaan untukku. "Kenapa ya, kok Abang ngerasa kamu sedikit berbeda? Kamu gak perhatian kayak dulu, kamu juga agak cuek sekarang." Keluh suamiku. "Aku sebenarnya masih trauma sama kamu, Bang! Aku masih suka kepikiran kejadian waktu itu kalau kamu deket-deket aku. Jujur, aku langsung ilfil kalau inget semuanya." Ungkapku menundukkan kepalaku. "Maafkan Abang, Abang b
Read more

Melahirkan

"Ya Tuhan, Bang! Barusan aku ngerasa mules lagi, tapi hilang lagi, tapi aku ngerasain kayak ada dorongan." Kataku. "Mungkin kepalanya udah mau turun, Yang! Terus beroa, semangat ya." Ia tersenyum menyemangatiku. Aku terus berdoa melangitkan permohonanku sambil meneteskan air mata, kuusap perutku kukatakan dalam hatiku, "Nak, keluarlah dengan selamat, sehat dan normal, Ibu menunggumu di sini, ayo Ibu tuntun kamu." Batinku sesak, rasa takut dan cemas terus bersamaku, tapi aku tak mau kalah dengan pikiran buruk itu, aku terus berdoa tanpa henti, puji-pujian, dzikir, dan ayat-ayat-Nya kubacakan di tengah kesakitanku. "Jangan takut, sayang! Abang bakal temenin kamu terus di sini, kamu hebat, meski sakit kamu masih bisa ngaji. Maafin Abang ya, janji gak bakalan sakitin kamu lagi, gak akan pernah." Suamiku memelukku erat sambil menangis. "Bang! Kayaknya ketubannya sudah pecah deh, barusan kedengeran suaranya, berasa banget, tolong panggil bidannya!" titahku meringis. "Ba-baik, Sayang!
Read more

Ibu, Kekanak-kanakan

Beberapa menit kemudian suamiku masuk ke dalam kamar, lalu ia menunjukan wajah masamnya padaku. Tak banyak berpikir lagi, aku langsung saja menduga bahwa ia baru saja menerima perkataan tidak enak dari keluarganya, yang entah apa? "Kenapa lagi, Bang?" tanyaku menatap wajahnya. "Biasa lah." jawabnya kecut. "Biasa kenapa? Biasanya kamu kan selalu bilang sama aku!" kataku sambil menyiapkan obat yang akan kuminum. "Kata Ibu, kenapa pas pulang baru kasih tahu, Ibu gak mau nemuin kita, katanya sakit hati waktu syukuran tujuh bukanan waktu itu, padahal kan Ibu yang udah bikin kamu gak enak, malah kamu gak ngelawan." Ungkapnya kesal. "Ya sudah, kan tadi kita udah ambil konsekuensinya, kalau Ibu bilang gak enak, kita mau nerima dan gak akam dipikirin. Sudah lah, Bang! Aku baik-baik aja, gak akan marah, gak akan juga overthinking." Jawabku santai. "Iya, tapi Ibu kok tiba-tiba ngebahas sepeda? Katanya Bapak pilih kasih, sepeda yang dikasih cuma Ishana, giliran Rania ulang tahun Bapak cuma k
Read more
PREV
1
...
456789
DMCA.com Protection Status