"Ya Tuhan, Bang! Barusan aku ngerasa mules lagi, tapi hilang lagi, tapi aku ngerasain kayak ada dorongan." Kataku. "Mungkin kepalanya udah mau turun, Yang! Terus beroa, semangat ya." Ia tersenyum menyemangatiku. Aku terus berdoa melangitkan permohonanku sambil meneteskan air mata, kuusap perutku kukatakan dalam hatiku, "Nak, keluarlah dengan selamat, sehat dan normal, Ibu menunggumu di sini, ayo Ibu tuntun kamu." Batinku sesak, rasa takut dan cemas terus bersamaku, tapi aku tak mau kalah dengan pikiran buruk itu, aku terus berdoa tanpa henti, puji-pujian, dzikir, dan ayat-ayat-Nya kubacakan di tengah kesakitanku. "Jangan takut, sayang! Abang bakal temenin kamu terus di sini, kamu hebat, meski sakit kamu masih bisa ngaji. Maafin Abang ya, janji gak bakalan sakitin kamu lagi, gak akan pernah." Suamiku memelukku erat sambil menangis. "Bang! Kayaknya ketubannya sudah pecah deh, barusan kedengeran suaranya, berasa banget, tolong panggil bidannya!" titahku meringis. "Ba-baik, Sayang!
Read more