Semua Bab Istri Alim untuk CEO Anti-Wanita: Bab 101 - Bab 110

214 Bab

Bab 101. Cimes Mana?

"Mirip boneka di baju, Nais? Begitu?" "Betul Ummah." Naisa menjawab dengan ceria. Memang saat itu jadinya untuk Hunaisa baju yang dibuat Humaira. Karena melihat Salma belum hamul apalagi melahirkan disaat Humaira wisuda, ia putuskan untuk praktek untuk baju Hunaisa saja. Tapi, teringat baju itu Salma jadi sedih. Sebenarnya itu yang membuat dirinya sedih tadi. Fariz melihat juga wajah istrinya saat akan turun mobil itu sedang meratapi sesuatu. "Kamu capek? Istirahat di mobil aja, biar Capa yang ke dalam sama Naisa," ucap Fariz. "Oh, gak kok. Cama gak capek." Salma segera membungkus perasannya dengan senyum. Fariz tentu tahu dong kalau istrinya itu sedang berbohong. Tapi, ya ia biarkan dulu. Setelah kelar beli boneka, entar langsung ditanya oleh suaminya. Hunaisa terlihat sangat bahagia membawa boneka pink sesuai kesukaannya. Mereka sekalian membelikan mainan juga untuk anak-anak panti. Tidak semua boneka pink seperti Hunaisa, tapi menyesuaikan dengan apa kesukaan dari mereka-mere
Baca selengkapnya

Bab 102. Nyinyiran Tetangga

"Undangan ke resepsi Anggrek," jawab Fariz. "Yang anaknya tetangga sebelah?" tanya Salma. "Iya," jawab Fariz. *** Fariz menghadiri acara resepsi bersama istrinya. Anggrek merupakan putri dari rekan Fariz juga dalam kerja sama perusahaan. Namun, itu pertama kalinya Salma kena nyinyir tetangga. Keluarga tentu ingin segera hadir putra dari Salma dan Fariz. Namun, mereka tidak mencaci Salma maupun Fariz karena belum kunjung punya sampai dua tahun pernikahan. Dan saat itu tetangganya malah berkata pedas secara langsung, ada pula yang berbisik tak mengenalkan hati. "Salma! Kamu tuh mandul? Huh, sayang deh kalau banyak duit tapi mandul," "Iya tuh, kamu kok belum juga hamil? Padahal nikah muda loh. Jangan-jangan dulu menikah muda karena sudah hamil dan digugurin, makanya sekarang kena imbas," Sungguh ucapan tetangga sama sekali tidak manis untuk Salma. Fariz tidak tahu dengan hal itu karena sedang di kamar mandi. Meski perih, Salma juga tidak mau diinjak di atas hal yang tidak nyata u
Baca selengkapnya

Bab 103. Arisan Keluarga

"Lagi malas makan, jangan dipaksa ah!" Salma malah tiduran. "Kapan sih Capa maksa Cama? Capa mengajak kamu supaya menjaga pola makan dengan baik. Perasaan, kamu baru aja nasihatin Humaira Soal ini?" Fariz mengusap-usap pipi mulus istrinya. "Nggak mau," jawab Salma tanpa menghiraukan penjelasan. Fariz menghela nafas untuk tetap sabar. Keadaan ia baru aja pulang kerja dan sangat lapar. Ia rela meninggalkan makan malamnya bersama rekan kerjanya karena ingin menemani sang istri makan malam. Menahan laparnya sih, tidak terlalu masalah buat Fariz. Tapi ya sedikit masalah, karena perlu diisi setelah penggunaan tenaga dan otaknya dalam bekerja. Namun, tentu yang lebih menonjol ialah kekhawatiran ia terhadap istrinya. Akhir-akhir ini, wajah istrinya sering terlihat menyimpan luka. Kalau Fariz ingat-ingat, semua masalah yang menimpa mereka telah usai diselesaikan dan berhasil membuatnya tersenyum. Apa Salma hanya membungkus luka dengan senyum saja? 'Aku bingung apa yang sebenarnya kau piki
Baca selengkapnya

Bab 104. Semua Tanya

"Yaa entar kamu tahu. Surprise kan sifatnya rahasia, Sayang," Fariz mengusap pipi Salma. Belum sempat Salma menjawab, segerombolan mertua dan orang tuanya datang menghampiri Salma. Mereka yang perempuan mengajak Salma ngobrol di sebelah kiri. Sedangkan Fariz juga diajak oleh paman dari Salma. Namun, Fariz tetap berada di meja samping istri, orang tua dan mertuanya bercengkerama. Ia selalu mengawasi istrinya meskipun dengan orang tua dan maminya sendiri karena keadaannya sekarang Salma sedang belum baik-baik saja. Untuk para keluarga yang lain masih melanjutkan makan-makannya. Dan, dugaan Salma terjebak lagi. Tidak lain, mereka juga ikut membahas anak. 'Mi, Ma! Pahami dong perasaan Salma. Tolong jangan bahas ini dulu!' jerit Salma dalam batinnya. "Sayang, jangan lesu dong! Apa kamu sakit?" tanya mami Reva. "Oh, tidak Mi. Salma kelihatan lesu, ya?" "Iya Sal. Mama tahu, kamu gak suka kita bicara masalah anak?" tanya mama Risa. "Bukan begitu, kok. Emang rada melo aja melihat saudar
Baca selengkapnya

Bab 105. Melihat Hujan

"Mau ke tempat A atau B. Kamu pilih!" seru Fariz. ”Cama suka yang A saja," "Baiklah," jawab Fariz. Mereka segera menuju restauran yang diinginkan Salma. Baru saat itu, Fariz melihat galaunya Salma sangat mendalam. Sebenarnya, Fariz juga galau tapi tidak ingin membuat istrinya semakin galau. *** "Capa, dingin banget," ucap Salma di malam hari yang sedang hujan. "Lagian, sudah tahu malam dingin begini kok tetap aja di samping jendela. Ya disitu memang dingin," jawab Fariz. "Cama masih mau lihat keindahan alam itu, ambilin jaket, dong!" pinta Salma. Rasanya, ia ingin dekat dengan istrinya. Bukannya kemari untuk diranjang bersama Fariz, ia malah minta diambilkan jaket. Fariz masih mematung berharap Salma bicara yang lain. "Dengar gak, sih?" ucapnya dengan manja. "Iya." Rintik hujan yang terdengar menetes perlahan itu memang indah. Fariz baru menyadari hal tersebut. Ia pun mendorong sofa supaya bisa buat ia dan Salma duduk sembari menyaksikan keindahan alam tersebut.
Baca selengkapnya

Bab 106. Hal Indah

"Untuk apa?" tanya Salma. "Yaaa untuk apalagi? Capa rindu," ucap Fariz dengan kembali mendaratkan cubitan ke hidung Salma. "Aww! kumat ya resenya. Tapi kali ini Cama gak akan bales lengan Capa. Karena kalau dibales, Cama bisa-bisa terjatuh." Salma mengusap dagu suaminya. "Hahaha ... baguslah. Ayolah Sayang, kita ke ranjang," pinta Fariz dengan manja. "Yee bisa manja juga nih suami tercintaku." "Tentu, aku berdiri yaa. Aku gendong kamu ke ranjang," ucap Fariz. "Iya, gendongnya yang bener. Awas dijatuhin!" Fariz menggendong istrinya ke kasurnya. Setiap sentuhan yang diberikan suaminya, bagi Salma itu adalah kekuatan indah yang teramat dalam antara suami istri. Begitupun dengan Fariz. Detak jantung yang sering menempel, belaian halus yang terus saja mengiringi di setiap langkah, serta tatapan yang bisa bicara dengan bahasa hati, membuat kedua pasangan suami istri itu semakin romantis. Sebuah anugerah, pahala mengalir ketika sebuah pernikahan di penuhi benteng-benteng ketulusan se
Baca selengkapnya

Bab 107. Kampus dan Kantor

"Mmm ... masih rahasia,""Terus, kapan?" "Tunggu aja," ***"Capa! Bye, Cama belajar dulu." Salma meraih tangan Fariz dan menciumnya. Fariz pun juga meraih kening Salma untuk dikecup. Terlihat dari jendela, ia sudah ditunggu oleh Freya di depan taman. "Wah ... ada yang terlihat galau dua hari yang lalu," ucap Clarissa. "Mulut! Bisa diam, gaj?" Freya sangat malas mendengar ocehan Clarissa. "Mau aku galau, bahagia, sedih, apa urusannya dengan Kakak?" Salma mengucap dengan santai. "Hhh, selama kamu punya urusan dengan Fariz, itu juga ururusanku!" "Heee, sadar dong Kakak Cantik, kok gak capek ya jadi pengganggu!" Freya berdiri dari duduknya. "Udah-udah, jangan dilanjut!" Salma menarik Freya untuk pergi dari geng Clarissa. Kesempatan besar untuk Clarissa saat jam istirahat. Ia disuruh papanya untuk mengantar berkas ke ruangan Fariz. Salma yang curiga dengan gerak-gerik Clarissa ketika melangkah ke arah kantor, ia pun mengikuti langkah tersebut. Clarissa memang terlihat begitu dise
Baca selengkapnya

Bab 108. Reca Dilamar

Salma terbangun karena gerakan Fariz menaruh ponselnya yang terlalu kuat. Dengan perlahan membuka matanya, membuat wajah Fariz kaget karena baru saja ia khawatir kalau istrinya tahu bahwa ia memposting foto dirinya yang sedang tidur. "Capa kenapa kayak panik? Ada pekerjaan yang harus segera diselesaikan, ya?" "Hehe, nggak kok. Lanjut tidur aja, maaf terlalu kuat gerakannya sampai membangunkan kamu," "Wajah-wajah bohong Capa tuh gak bisa lari dari Cama. Lihat ponselnya!" Insting Salma tiba-tiba muncul kalau suaminya sedang iseng. "Capa! Foto macam ini yang diposting?" Salma memonyongkan bibirnya dan melotot ke Fariz. "Hahaha ... udah jangan marah!' "Ya bagaimana gak marah, ini jelek banget .... " "Kamu cantik. Coba lihat sekali lagi, perhatikan! Imut banget kamu tuh saat tidur begitu," *** Seorang bule Inggris bernama William datang bersama keluarganya ke rumah Fariz. Lamaran pun tercapai untuk Reca. "Reca, apa kau siap jika pernikahannya dipercepat?" tanya William. "Mmm ...
Baca selengkapnya

Bab 109. Humaira Wisuda Pesantren

"Ti …" "Iya-iya balik! Mana?" tagih Salma. Fariz langsung tersenyum dan memberikan bukti pembelian skincare yang ke Salma. Karena orang spesial, Fariz meminta datang di malam hari pun, skincare Salma juga datang. Sekitar sepuluh menitan, maminya Fariz sudah menenteng paket skincare tersebut ke kamar Fariz. Salma dengan cekatan membukakan pintu yang diketuk sang mertua. "Terima kasih ya, Mam." Salma dengan sumringah mengambil skincare di tangan mami mertuanya. "Wah, menantu mami terlihat bahagia selalu kan dengan skincare barunya." Fariz mengusap kepala Salma. "Itu bagus. Memang itu yang kamu harapkan, kan? Mami permisi dulu." Mami Reva juga ikut tersenyum manis melihat mereka bahagia. Salma segera masuk dan membuka paket tersebut. Setelah itu, ia menata dulu ke barisan kotak skincarenya. Raut wajahnya sudah tidak ada kecemberutan lagi. *** "Masih ingat surprise?" tanya Fariz. "Ingat banget. Capa lupa, ya? Kok lama sekali memberitahunya," jawab Salma. "Hari ini ada
Baca selengkapnya

Bab 110. Mendengar Ocehan Gadis

"Dengan siapa?" Humaira nampak serius. "Dengan pria berusia 30 tahun, hahaha …" tawa Fariz. "Aiihhhhh Kak Fariz! Jangan om-om dong!" Humaira tidak terima. Salma terkekeh mendengar suaminya juga iseng dengan Humaira. Tapi Salma perhatikan, satu tahun terakhirnya Humaira sudah sangat lebih baik. "Humaira, tapi kamu jangan nikah dulu, deh." "Loh, Kak Salma tadi bilang lebih baik menikah, kok berubah?" "Kamu ngabdi dulu aja, kecuali memang disuruh menikah sama abah dan ummi," jawab Salma. "Yaaa, iya sih. Menggali barokah ya, Kak. Tapi rasanya … kok ingin cepat pulang," "Nikmatin dulu masa kamu ini. Entar juga tetep pulang, kok." "Aduh, semoga aja deh aku dijodohin sama beliau-beliau." "Aamiin." Fariz dan Salma terbengong namun juga ikut mengamini do'a sepupunya. Dia sangat terbuka dengan Salma, dan orang terdekat Salma. Jarang sekali ia tidak percaya diri dengan tindakannya. "Sama om umur 30 tadi?" goda Fariz. "Aduh! Kurang lengkap do'anya. Dijodohin dengan anak seusiaku, pint
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
910111213
...
22
DMCA.com Protection Status