"Mau ke tempat A atau B. Kamu pilih!" seru Fariz. ”Cama suka yang A saja," "Baiklah," jawab Fariz. Mereka segera menuju restauran yang diinginkan Salma. Baru saat itu, Fariz melihat galaunya Salma sangat mendalam.. sebenarnya, Fariz juga galau tapi tidak ingin membuat istrinya semakin galau. *** "Capa, dingin banget," ucap Salma di malam hari yang sedang hujan. "Lagian, sudah tahu malam dingin begini kok tetap aja di samping jendela. Ya disitu memang dingin," jawab Fariz. "Cama masih mau lihat keindahan alam itu, ambilin jaket, dong!" pinta Salma. Rasanya, ia ingin dekat dengan istrinya. Bukannya kemari untuk diranjang bersama Fariz, ia malah minta diambilkan jaket. Fariz masih mematung berharap Salma bicara yang lain. "Dengar gak, sih?" ucapnya dengan manja. "Iya." Rintik hujan yang terdengar menetes perlahan itu memang indah. Fariz baru menyadari hal tersebut. Ia pun mendorong sofa supaya bisa buat ia dan Salma duduk sembari menyaksikan keindahan alam tersebut. Awalnya ia
"Untuk apa?" tanya Salma. "Yaaa untuk apalagi? Capa rindu," ucap Fariz dengan kembali mendaratkan cubitan ke hidung Salma. "Aww! kumat ya resenya. Tapi kali ini Cama gak akan bales lengan Capa. Karena kalau dibales, Cama bisa-bisa terjatuh." Salma mengusap dagu suaminya. "Hahaha ... baguslah. Ayolah Sayang, kita ke ranjang," pinta Fariz dengan manja. "Yee bisa manja juga nih suami tercintaku." "Tentu, aku berdiri yaa. Aku gendong kamu ke ranjang," ucap Fariz. "Iya, gendongnya yang bener. Awas dijatuhin!" Fariz menggendong istrinya ke kasurnya. Setiap sentuhan yang diberikan suaminya, bagi Salma itu adalah kekuatan indah yang teramat dalam antara suami istri. Begitupun dengan Fariz. Detak jantung yang sering menempel, belaian halus yang terus saja mengiringi di setiap langkah, serta tatapan yang bisa bicara dengan bahasa hati, membuat kedua pasangan suami istri itu semakin romantis. Sebuah anugerah, pahala mengalir ketika sebuah pernikahan di penuhi benteng-benteng ketulusan se
"Mmm ... masih rahasia,""Terus, kapan?" "Tunggu aja," ***"Capa! Bye, Cama belajar dulu." Salma meraih tangan Fariz dan menciumnya. Fariz pun juga meraih kening Salma untuk dikecup. Terlihat dari jendela, ia sudah ditunggu oleh Freya di depan taman. "Wah ... ada yang terlihat galau dua hari yang lalu," ucap Clarissa. "Mulut! Bisa diam, gaj?" Freya sangat malas mendengar ocehan Clarissa. "Mau aku galau, bahagia, sedih, apa urusannya dengan Kakak?" Salma mengucap dengan santai. "Hhh, selama kamu punya urusan dengan Fariz, itu juga ururusanku!" "Heee, sadar dong Kakak Cantik, kok gak capek ya jadi pengganggu!" Freya berdiri dari duduknya. "Udah-udah, jangan dilanjut!" Salma menarik Freya untuk pergi dari geng Clarissa. Kesempatan besar untuk Clarissa saat jam istirahat. Ia disuruh papanya untuk mengantar berkas ke ruangan Fariz. Salma yang curiga dengan gerak-gerik Clarissa ketika melangkah ke arah kantor, ia pun mengikuti langkah tersebut. Clarissa memang terlihat begitu dise
Salma terbangun karena gerakan Fariz menaruh ponselnya yang terlalu kuat. Dengan perlahan membuka matanya, membuat wajah Fariz kaget karena baru saja ia khawatir kalau istrinya tahu bahwa ia memposting foto dirinya yang sedang tidur. "Capa kenapa kayak panik? Ada pekerjaan yang harus segera diselesaikan, ya?" "Hehe, nggak kok. Lanjut tidur aja, maaf terlalu kuat gerakannya sampai membangunkan kamu," "Wajah-wajah bohong Capa tuh gak bisa lari dari Cama. Lihat ponselnya!" Insting Salma tiba-tiba muncul kalau suaminya sedang iseng. "Capa! Foto macam ini yang diposting?" Salma memonyongkan bibirnya dan melotot ke Fariz. "Hahaha ... udah jangan marah!' "Ya bagaimana gak marah, ini jelek banget .... " "Kamu cantik. Coba lihat sekali lagi, perhatikan! Imut banget kamu tuh saat tidur begitu," *** Seorang bule Inggris bernama William datang bersama keluarganya ke rumah Fariz. Lamaran pun tercapai untuk Reca. "Reca, apa kau siap jika pernikahannya dipercepat?" tanya William. "Mmm ...
"Ti …" "Iya-iya balik! Mana?" tagih Salma. Fariz langsung tersenyum dan memberikan bukti pembelian skincare yang ke Salma. Karena orang spesial, Fariz meminta datang di malam hari pun, skincare Salma juga datang. Sekitar sepuluh menitan, maminya Fariz sudah menenteng paket skincare tersebut ke kamar Fariz. Salma dengan cekatan membukakan pintu yang diketuk sang mertua. "Terima kasih ya, Mam." Salma dengan sumringah mengambil skincare di tangan mami mertuanya. "Wah, menantu mami terlihat bahagia selalu kan dengan skincare barunya." Fariz mengusap kepala Salma. "Itu bagus. Memang itu yang kamu harapkan, kan? Mami permisi dulu." Mami Reva juga ikut tersenyum manis melihat mereka bahagia. Salma segera masuk dan membuka paket tersebut. Setelah itu, ia menata dulu ke barisan kotak skincarenya. Raut wajahnya sudah tidak ada kecemberutan lagi. *** "Masih ingat surprise?" tanya Fariz. "Ingat banget. Capa lupa, ya? Kok lama sekali memberitahunya," jawab Salma. "Hari ini ada surpriseny
"Dengan siapa?" Humaira nampak serius. "Dengan pria berusia 30 tahun, hahaha …" tawa Fariz. "Aiihhhhh Kak Fariz! Jangan om-om dong!" Humaira tidak terima. Salma terkekeh mendengar suaminya juga iseng dengan Humaira. Tapi Salma perhatikan, satu tahun terakhirnya Humaira sudah sangat lebih baik. "Humaira, tapi kamu jangan nikah dulu, deh." "Loh, Kak Salma tadi bilang lebih baik menikah, kok berubah?" "Kamu ngabdi dulu aja, kecuali memang disuruh menikah sama abah dan ummi," jawab Salma. "Yaaa, iya sih. Menggali barokah ya, Kak. Tapi rasanya … kok ingin cepat pulang," "Nikmatin dulu masa kamu ini. Entar juga tetep pulang, kok." "Aduh, semoga aja deh aku dijodohin sama beliau-beliau." "Aamiin." Fariz dan Salma terbengong namun juga ikut mengamini do'a sepupunya. Dia sangat terbuka dengan Salma, dan orang terdekat Salma. Jarang sekali ia tidak percaya diri dengan tindakannya. "Sama om umur 30 tadi?" goda Fariz. "Aduh! Kurang lengkap do'anya. Dijodohin dengan anak seusiaku, pint
"Huaaaaa … temanku habis dilamar Gus Dar di ndalem, baru aja sampai kamar." Mata Humaira berbinar-binar."Haa? Baguslah, kamu itu, gitu?" ucap Salma sambil tersenyum samar dengan Fariz.***"Cap, kak Rifki minta tolong untuk kita jemput Asma di sekolah. Ia ladies nemenin kak Royya ke rumah sakit," ucap Salma."Yok berangkat!" ajak Fariz.Hunaisa juga mereka ajak. Namun, saat tiba di dekat sekolah Asma, ia melihat Laki-laki yang pernah ia temui di Turki, yang ia kira itu adalah orang tua asli Hunaisa karena punya tanda lahir yang mirip.Salma hanya sekilas karena orang tersebut segera menutup jendela mobil dan melakukan langkah mobilnya. Tapi, Salma sempat memfoto plat mobil tersebut."Kumat, kurang kerjaan," ucap Fariz."Yeee… Capa gak lihat, apa? Itu orang yang
"Ya tahulah," "Tahu dari?" "Capa, entar aja ceritanya, sekarang habisin makanan dan kita segera pulang," Wah, ikatan gerak-gerik yang kuat antara Salma dan anaknya. Salma segera menyiapkan barang-barng Hunaisa untuk dibawa ke mobil. *** "Astaghfirullaahal'adziim, dia ingin ditangkap apa bagaimana?" Salma geram melihat Vidio dari CCTV yang sengaja membakar bagian ruang parkir perusahaan. "Dia sengaja melakukan hal tersebut untuk memancing. Masih ingat, kan? Dia masa lalu Reca, yang membuat dia nyaris bunuh diri karena paksaan dia untuk tinggal di hotelnya." "Aduh, terus apa yang akan Capa lakukan?" Fariz terlihat gusar. Ia merebahkan tubuhnya dan memejamkan matanya. Seumur-umur, baru saat itu perusahaan terluka fisiknya. Salma paham dengan apa yang dirasakan suaminya. Ia pun juga bingung mau berbuat apa. Ia pun mengambilkan teh hangat untuk Fariz, berharap biar suaminya itu lebih kuat lagi. "Capa, ini Minum dulu," ucap Salma. "Sayang, maafin Capa, ya. Sini minum berdua," ucap