"Mmm ... masih rahasia,""Terus, kapan?" "Tunggu aja," ***"Capa! Bye, Cama belajar dulu." Salma meraih tangan Fariz dan menciumnya. Fariz pun juga meraih kening Salma untuk dikecup. Terlihat dari jendela, ia sudah ditunggu oleh Freya di depan taman. "Wah ... ada yang terlihat galau dua hari yang lalu," ucap Clarissa. "Mulut! Bisa diam, gaj?" Freya sangat malas mendengar ocehan Clarissa. "Mau aku galau, bahagia, sedih, apa urusannya dengan Kakak?" Salma mengucap dengan santai. "Hhh, selama kamu punya urusan dengan Fariz, itu juga ururusanku!" "Heee, sadar dong Kakak Cantik, kok gak capek ya jadi pengganggu!" Freya berdiri dari duduknya. "Udah-udah, jangan dilanjut!" Salma menarik Freya untuk pergi dari geng Clarissa. Kesempatan besar untuk Clarissa saat jam istirahat. Ia disuruh papanya untuk mengantar berkas ke ruangan Fariz. Salma yang curiga dengan gerak-gerik Clarissa ketika melangkah ke arah kantor, ia pun mengikuti langkah tersebut. Clarissa memang terlihat begitu dise
Salma terbangun karena gerakan Fariz menaruh ponselnya yang terlalu kuat. Dengan perlahan membuka matanya, membuat wajah Fariz kaget karena baru saja ia khawatir kalau istrinya tahu bahwa ia memposting foto dirinya yang sedang tidur. "Capa kenapa kayak panik? Ada pekerjaan yang harus segera diselesaikan, ya?" "Hehe, nggak kok. Lanjut tidur aja, maaf terlalu kuat gerakannya sampai membangunkan kamu," "Wajah-wajah bohong Capa tuh gak bisa lari dari Cama. Lihat ponselnya!" Insting Salma tiba-tiba muncul kalau suaminya sedang iseng. "Capa! Foto macam ini yang diposting?" Salma memonyongkan bibirnya dan melotot ke Fariz. "Hahaha ... udah jangan marah!' "Ya bagaimana gak marah, ini jelek banget .... " "Kamu cantik. Coba lihat sekali lagi, perhatikan! Imut banget kamu tuh saat tidur begitu," *** Seorang bule Inggris bernama William datang bersama keluarganya ke rumah Fariz. Lamaran pun tercapai untuk Reca. "Reca, apa kau siap jika pernikahannya dipercepat?" tanya William. "Mmm ...
"Ti …" "Iya-iya balik! Mana?" tagih Salma. Fariz langsung tersenyum dan memberikan bukti pembelian skincare yang ke Salma. Karena orang spesial, Fariz meminta datang di malam hari pun, skincare Salma juga datang. Sekitar sepuluh menitan, maminya Fariz sudah menenteng paket skincare tersebut ke kamar Fariz. Salma dengan cekatan membukakan pintu yang diketuk sang mertua. "Terima kasih ya, Mam." Salma dengan sumringah mengambil skincare di tangan mami mertuanya. "Wah, menantu mami terlihat bahagia selalu kan dengan skincare barunya." Fariz mengusap kepala Salma. "Itu bagus. Memang itu yang kamu harapkan, kan? Mami permisi dulu." Mami Reva juga ikut tersenyum manis melihat mereka bahagia. Salma segera masuk dan membuka paket tersebut. Setelah itu, ia menata dulu ke barisan kotak skincarenya. Raut wajahnya sudah tidak ada kecemberutan lagi. *** "Masih ingat surprise?" tanya Fariz. "Ingat banget. Capa lupa, ya? Kok lama sekali memberitahunya," jawab Salma. "Hari ini ada surpriseny
"Dengan siapa?" Humaira nampak serius. "Dengan pria berusia 30 tahun, hahaha …" tawa Fariz. "Aiihhhhh Kak Fariz! Jangan om-om dong!" Humaira tidak terima. Salma terkekeh mendengar suaminya juga iseng dengan Humaira. Tapi Salma perhatikan, satu tahun terakhirnya Humaira sudah sangat lebih baik. "Humaira, tapi kamu jangan nikah dulu, deh." "Loh, Kak Salma tadi bilang lebih baik menikah, kok berubah?" "Kamu ngabdi dulu aja, kecuali memang disuruh menikah sama abah dan ummi," jawab Salma. "Yaaa, iya sih. Menggali barokah ya, Kak. Tapi rasanya … kok ingin cepat pulang," "Nikmatin dulu masa kamu ini. Entar juga tetep pulang, kok." "Aduh, semoga aja deh aku dijodohin sama beliau-beliau." "Aamiin." Fariz dan Salma terbengong namun juga ikut mengamini do'a sepupunya. Dia sangat terbuka dengan Salma, dan orang terdekat Salma. Jarang sekali ia tidak percaya diri dengan tindakannya. "Sama om umur 30 tadi?" goda Fariz. "Aduh! Kurang lengkap do'anya. Dijodohin dengan anak seusiaku, pint
"Huaaaaa … temanku habis dilamar Gus Dar di ndalem, baru aja sampai kamar." Mata Humaira berbinar-binar."Haa? Baguslah, kamu itu, gitu?" ucap Salma sambil tersenyum samar dengan Fariz.***"Cap, kak Rifki minta tolong untuk kita jemput Asma di sekolah. Ia ladies nemenin kak Royya ke rumah sakit," ucap Salma."Yok berangkat!" ajak Fariz.Hunaisa juga mereka ajak. Namun, saat tiba di dekat sekolah Asma, ia melihat Laki-laki yang pernah ia temui di Turki, yang ia kira itu adalah orang tua asli Hunaisa karena punya tanda lahir yang mirip.Salma hanya sekilas karena orang tersebut segera menutup jendela mobil dan melakukan langkah mobilnya. Tapi, Salma sempat memfoto plat mobil tersebut."Kumat, kurang kerjaan," ucap Fariz."Yeee… Capa gak lihat, apa? Itu orang yang
"Ya tahulah," "Tahu dari?" "Capa, entar aja ceritanya, sekarang habisin makanan dan kita segera pulang," Wah, ikatan gerak-gerik yang kuat antara Salma dan anaknya. Salma segera menyiapkan barang-barng Hunaisa untuk dibawa ke mobil. *** "Astaghfirullaahal'adziim, dia ingin ditangkap apa bagaimana?" Salma geram melihat Vidio dari CCTV yang sengaja membakar bagian ruang parkir perusahaan. "Dia sengaja melakukan hal tersebut untuk memancing. Masih ingat, kan? Dia masa lalu Reca, yang membuat dia nyaris bunuh diri karena paksaan dia untuk tinggal di hotelnya." "Aduh, terus apa yang akan Capa lakukan?" Fariz terlihat gusar. Ia merebahkan tubuhnya dan memejamkan matanya. Seumur-umur, baru saat itu perusahaan terluka fisiknya. Salma paham dengan apa yang dirasakan suaminya. Ia pun juga bingung mau berbuat apa. Ia pun mengambilkan teh hangat untuk Fariz, berharap biar suaminya itu lebih kuat lagi. "Capa, ini Minum dulu," ucap Salma. "Sayang, maafin Capa, ya. Sini minum berdua," ucap
"Ngeyel banget," "Ngeyelnya kan bener," jawab Salma. "Yaaa, kita berangkat," Tanpa Fariz ketahui, setelah kebakaran di area parkiran, ternyata pelaku tetap masih bertindak. Ia malah membakar kembali ruangan paling belakang, sangat pintar mencari celah padahal keamanan dimana-mana. *** Sebuah kerja sama dengan beberapa perusahaan pun dibatalkan dan perusahaan mengalami kebangkrutan. Hal yang bersifat mendadak itu, tetap saja ulah dari Kevin, masa laku adiknya Fariz. Fariz tidak terlalu paham apa yang ia lakukan. Tapi dia sudah bosan. Sekarang malah bertindak yang lebih dan lebih lagi. Reca merasakan sangat bersalah dan izin ke Fariz untuk menemuinya. "Kak, aku temui dia." "Jangan! Kamu mau cari api? Kita hanya dijebak kalau menemui dia saat ini. Apalagi waktu pertemuanku dengan Salma dia menginginkan kamu gagal menikah dengan William, tahu sendiri lah dia bagaimana. Menurut Kakak, kamu ke luar negeri aja deh, sekarang," jelas Fariz. "Ya mana tega aku, Kak. Keadaan kacau malah a
"Cama mah, apa aja mau," jawab Salma. "Untung Capa tuh punya Cama." Fariz merangkul istrinya. "Apa coba untungnya?" tanya Salma. "Semuanya. Kamu itu bisa jadi teman, penghibur, dan sekarang penguat. Kehadiran sang istri, memang seperti mempunyai kekuatan super kayak di film-film. Saat Capa terpuruk, tanpa bosannya kamu terus menguatkan Capa. Thanks Sayang." Fariz mengecup kening Salma. "Hehe ... sama aja. Kehadiran suami itu juga membawa asupan yang sangat bermanfaat. Kamu tuh seperti imun, pelindung. Jangan lemah, kalau kamu lemah bagaimana dengan aku? Aku kan badannya, kamu imunnya," ungkap Salma. Suami dan istri, semuanya saling keterkaitan. Kenyamanan di antara keduanya merupakan hal yang diidamkan. Sebuah keluarga yang bahagia, tentu merupakan harapannya. Namun, mereka juga sadar. Hidup di dunia, tidak hanya bahagia. Ada sedih, dan lain-lainnya yang ikut menghiasi. Ada kemakmuran, ada kalanya juga merosot. Tidak ada yang namanya kesempurnaan. Yang ada, ialah usaha untuk bis