"Huaaaaa … temanku habis dilamar Gus Dar di ndalem, baru aja sampai kamar." Mata Humaira berbinar-binar."Haa? Baguslah, kamu itu, gitu?" ucap Salma sambil tersenyum samar dengan Fariz.***"Cap, kak Rifki minta tolong untuk kita jemput Asma di sekolah. Ia ladies nemenin kak Royya ke rumah sakit," ucap Salma."Yok berangkat!" ajak Fariz.Hunaisa juga mereka ajak. Namun, saat tiba di dekat sekolah Asma, ia melihat Laki-laki yang pernah ia temui di Turki, yang ia kira itu adalah orang tua asli Hunaisa karena punya tanda lahir yang mirip.Salma hanya sekilas karena orang tersebut segera menutup jendela mobil dan melakukan langkah mobilnya. Tapi, Salma sempat memfoto plat mobil tersebut."Kumat, kurang kerjaan," ucap Fariz."Yeee… Capa gak lihat, apa? Itu orang yang
"Ya tahulah," "Tahu dari?" "Capa, entar aja ceritanya, sekarang habisin makanan dan kita segera pulang," Wah, ikatan gerak-gerik yang kuat antara Salma dan anaknya. Salma segera menyiapkan barang-barng Hunaisa untuk dibawa ke mobil. *** "Astaghfirullaahal'adziim, dia ingin ditangkap apa bagaimana?" Salma geram melihat Vidio dari CCTV yang sengaja membakar bagian ruang parkir perusahaan. "Dia sengaja melakukan hal tersebut untuk memancing. Masih ingat, kan? Dia masa lalu Reca, yang membuat dia nyaris bunuh diri karena paksaan dia untuk tinggal di hotelnya." "Aduh, terus apa yang akan Capa lakukan?" Fariz terlihat gusar. Ia merebahkan tubuhnya dan memejamkan matanya. Seumur-umur, baru saat itu perusahaan terluka fisiknya. Salma paham dengan apa yang dirasakan suaminya. Ia pun juga bingung mau berbuat apa. Ia pun mengambilkan teh hangat untuk Fariz, berharap biar suaminya itu lebih kuat lagi. "Capa, ini Minum dulu," ucap Salma. "Sayang, maafin Capa, ya. Sini minum berdua," ucap
"Ngeyel banget," "Ngeyelnya kan bener," jawab Salma. "Yaaa, kita berangkat," Tanpa Fariz ketahui, setelah kebakaran di area parkiran, ternyata pelaku tetap masih bertindak. Ia malah membakar kembali ruangan paling belakang, sangat pintar mencari celah padahal keamanan dimana-mana. *** Sebuah kerja sama dengan beberapa perusahaan pun dibatalkan dan perusahaan mengalami kebangkrutan. Hal yang bersifat mendadak itu, tetap saja ulah dari Kevin, masa laku adiknya Fariz. Fariz tidak terlalu paham apa yang ia lakukan. Tapi dia sudah bosan. Sekarang malah bertindak yang lebih dan lebih lagi. Reca merasakan sangat bersalah dan izin ke Fariz untuk menemuinya. "Kak, aku temui dia." "Jangan! Kamu mau cari api? Kita hanya dijebak kalau menemui dia saat ini. Apalagi waktu pertemuanku dengan Salma dia menginginkan kamu gagal menikah dengan William, tahu sendiri lah dia bagaimana. Menurut Kakak, kamu ke luar negeri aja deh, sekarang," jelas Fariz. "Ya mana tega aku, Kak. Keadaan kacau malah a
"Cama mah, apa aja mau," jawab Salma. "Untung Capa tuh punya Cama." Fariz merangkul istrinya. "Apa coba untungnya?" tanya Salma. "Semuanya. Kamu itu bisa jadi teman, penghibur, dan sekarang penguat. Kehadiran sang istri, memang seperti mempunyai kekuatan super kayak di film-film. Saat Capa terpuruk, tanpa bosannya kamu terus menguatkan Capa. Thanks Sayang." Fariz mengecup kening Salma. "Hehe ... sama aja. Kehadiran suami itu juga membawa asupan yang sangat bermanfaat. Kamu tuh seperti imun, pelindung. Jangan lemah, kalau kamu lemah bagaimana dengan aku? Aku kan badannya, kamu imunnya," ungkap Salma. Suami dan istri, semuanya saling keterkaitan. Kenyamanan di antara keduanya merupakan hal yang diidamkan. Sebuah keluarga yang bahagia, tentu merupakan harapannya. Namun, mereka juga sadar. Hidup di dunia, tidak hanya bahagia. Ada sedih, dan lain-lainnya yang ikut menghiasi. Ada kemakmuran, ada kalanya juga merosot. Tidak ada yang namanya kesempurnaan. Yang ada, ialah usaha untuk bis
"Untuk bantuin Capa," jawab Fariz. "Iya, bantuin apa?" tanya Salma. "Bantuin Capa minum kopi asin," ucap Fariz. "Huu … bilang aja mau menyuruh buatin! Waktu tidur kok malah minta kopi!" *** Hari pernikahan Reca, ia masih di luar negeri. Ia mendapat kabar dari orang rumah kalau pernikahannya terpaksa gagal. Saat itu belum bisa dilaksanakan karena keadaan yang masih rumit. Padahal, masalah dengan masa lalu Reca itu sudah kelar. Ucapan Salma berhasil menghipnotis orang tersebut sampai mau ganti rugi. Mereka, ingin membuat kejutan untuk Reca. Ya, mereka tidak bohong. Gagal nikah di Indonesia, tapi akan menikah di Inggris. Bahkan, papanya Reca dan William juga belum tahu akan hal tersebut. Dalam video yang dikirim asisten Reca, mereka sangat kasihan tapi juga ingin ketawa melihat sikap Reca yang ngambek, kesal, tapi selalu dikuatkan oleh William dan juga papanya. "Reca … kangen banget," ucap Salma setelah melihat video. "Iya, Sayang, sebentar lagi juga sampai. Kamu hebat banget si
"Aku mau, Capa yang bikinkan!" "Baiklah, kamu di sini apa ikut?" tanya Fariz. "Mmm… di sini aja. Entar kalau ikut, Capa salah kasih garam, karena mau ambil gula tangannya ditarik, udah kemanisan lihat Cama." "Hahaha … bisa jadi sih," tawa Fariz. *** "Alhamdulillah, kalian sudah sah. Udah boleh tuh berpelukan, kemarin gak sabaran banget," ucap Salma dengan tersenyum. Salma mengingatkan kelakuan Reca kemarin. Memang adik iparnya itu, karena terlalu senang ingin memeluk William. Sikapnya dia terbawa karena terbiasa juga. Fariz dan adiknya, masih sering bersikap begitu sebelum menikah. Tetapi, dengan kehadiran Salma, mereka semua bisa berubah. Meskipun, tidak langsung seratus persen. Namun, perubahan mereka juga banyak. Sahabat Reca yang di Indonesia pun hadir setelah akad dilaksanakan. Meskipun di Inggris, yang hadir juga sangat banyak. Tidak kalah dengan di Indonesia. Belum lagi sahabat Reca yang tinggal di Inggris. Rekan papanya juga banyak. Karena memiliki cabang perusahaan di
"Loh, kok diam? Ada apa kalian berteriak?" tanya Fariz setelah sampai ruang makan. "Duduk dulu, Kak." Reca berlagak seperti kaget. "Ada apa?" Salma penasaran. "Hehe … iseng doang, biar kalian akur, duduk di sini lagi. Kak Salma, maafin Reca, ya?" *** "Sayang, hari ini kamu akan ngonten lagi kan ya sama Freya," ucap Fariz saat akan berangkat kerja. "Betul, rencana pagi ini sebelum masuk kuliah, makanya Cama bilang ke Capa mau berangkat awal." Salma dan Freya ingin mencoba di suasana pagi yang bertempat di depan pintu gerbang kampus. Mereka akan mengambil tema, tentang cara menasihati. Sudah lama mereka tidak ngonten lagi. Karena permasalahan mengenai mantan Reca yang masih berkecimpung tersebut. Fariz juga mengizinkan istrinya untuk melakukan aktivitas baik yang Salma usulkan. Ya,
"Apaan sih, Wil? Itu gak mungkin." Perasaan Fariz terbang begitu saja. Ia seperti ditarik untuk ke kampus. Fariz langsung menghampiri istrinya dan membantunya ke kamar mandi. "Sayang, perasaan aku memang gak pernah salah. Kamu kenapa bisa mual gini?" tanya Fariz seraya merangkul istrinya yang terlihat lemah setelah muntah. "Wuiih, romantis banget sih suamiku ini. Untung segera datang, kalau tidak …" "Jangan bilang kalau dipeluk Wildan! Apa jangan-jangan sudah?" "Hahaha …" tawa Salma. *** Sore harinya, Salma dan Fariz mendengar Gus Barra yang juga sakit. Kalau Salma pagi itu hanya masuk angin, karena habis kendaraan jauh juga. Mereka menjenguk Gus Barra sambil ikut acara malam jum'at di pesantren. "Cama, kamu malam ini harusnya istirahat. Besok aja ya jenguknya," tawar Gus Hisham. "Pokoknya sekarang, hari ini acara malam jum'at jadwalnya kumpul para alumni, loh. Tega kamu melihatku tidak berjumpa mereka?" rajuk Salma. "Bukannya begitu, kamu masih lemas. Kan butuh istirahat jug