Home / Pernikahan / Mempelai Pria yang Tertukar / Chapter 61 - Chapter 70

All Chapters of Mempelai Pria yang Tertukar: Chapter 61 - Chapter 70

100 Chapters

61. Pengakuan.

"Aku sama sekali tidak menyangka kalau Nina sebejat itu, San. Untung saja cepat ketahuan. Kalau tidak, seumur hidup si Seno akan terus dirongrong oleh perempuan tidak tahu malu itu." Bu Astuti membuat ekspresi jijik pada wajahnya."Yang membuatku tidak habis pikir. Kok dia tega membunuh darah dagingnya sendiri demi mencari aman. Astaghfirullahaladzim. Aku sangat bersyukur kalau pada akhirnya rencana jahatnya itu ketahuan." Bu Astuti membuat gerakan bersyukur dengan tangannya. "Aku juga bersyukur, Tut. Dari awal aku sudah tahu kalau pribadi Nina memang kurang baik. Tapi aku tidak menyangka kalau ia sampai tega melenyapkan darah dagingnya sendiri. Untung saja Fadil datang kemarin, sehingga semuanya menjadi jelas. Begitulah niat jahat, Tut. Sebaik-baiknya menyimpan bangkai, pasti akan ketahuan juga. Aromanya tidak bisa ditutupi. Seno membayar mahal atas kesalahannya pada Arimbi," ujar Bu Santi sambil memijat pelipisnya perlahan. Kejadian kemarin membuat heboh keluarga besar. Semua nai
Read more

62. Awal Hidup Baru.

"Kenapa kamu murung terus? Kamu teringat pada kata-kata Bu Astuti ya?" Ganesha menyapa Arimbi yang duduk termenung di depan jendela apartemen. "Tidak, Mas," Arimbi menggeleng. Ia memang tidak memikirkan kata-kata Bu Astuti sore tadi. Untuk apa menghabiskan energi untuk mengingat-ingat hal negatif yang Bu Astuti tebarkan?"Lantas apa?" Ganesha ikut duduk di sebelah Arimbi. Memandangi suasana ibukota di malam hari, dengan segala lampu kerlip-kerlip indahnya."Saya memikirkan pertanyaan ibu. Dan saya jadi merasa menyesal setelahnya." Arimbi berdecak. Ia merasa sangat bersalah karena telah membohongi ibu mertuanya. Setelah Nina, dirinya sekarang juga ikut mengelabuhi Bu Santi. Arimbi menjadi tidak enak hati."Tunggu... tunggu... jelaskan satu persatu. Ibu menanyakan apa, dan apa yang membuatmu menyesal karenanya." Ganesha penasaran. Ternyata Arimbi melakukan sesuatu yang tidak diketahuinya. Arimbi menarik napas panjang. Ia beringsut dari kursi. Membuka jendela kaca di depannya. Semilir
Read more

63. Tawaran Semanis Madu.

"Bagaimana, Rimbi? Kamu mau menjadi istri saya yang sesungguhnya?" Ganesha kembali mengulang pertanyaannya. Kadung perasaannya diketahui oleh Arimbi, Ganesha terus mencoba peruntungannya.Arimbi tidak menjawab. Karena ia memang tidak tahu harus memberikan jawaban apa pada Ganesha. Setelah sekian lama terkungkung dalam pemikiran bahwa Ganesha hanya menganggapnya sebagai beban alih-alih istri, membingungkannya. Pun ia masih bimbang dalam menerjemahkan perasaannya sendiri terhadap Ganesha. Apakah ia merasa respek, kagum atau cinta pada Ganesha ia belum bisa menentukannya. Ia butuh variabel waktu. Pertanyaan Ganesha sangat tiba-tiba. Akan halnya Ganesha, melihat air muka Arimbi yang berubah-ubah, ia jadi menyadari ketergesaannya. Arimbi ini beda dengan perempuan-perempuan yang selama ini ada di sekelilingnya. Arimbi tidak pernah menyukainya, apalagi mencintainya. Wajar jika Arimbi bingung ditodong tiba-tiba seperti ini. Sepertinya ia harus sedikit mengubah strategi. Cinta itu bukan sep
Read more

64. Pernikahan yang Sesungguhnya.

"Sudah siang rupanya, M--Mas. Mengapa Mas baru membangunkan saya sekarang?" Gugup Arimbi bermaksud beringsut dari ranjang. Ia harus mandi dan segera bersiap-siap ke kantor agar tidak terlambat.Tatkala Arimbi menyibak selimut dan bermaksud ke kamar mandi, ia tersentak. Ia tidak mengenakan apapun di bawah selimut. Dengam gerakan kilat rimbi kembali menutupi tubuhnya dengan selimut. Ia malu. Tanpa bisa ditahan ingatan akan peristiwa bersatunya jiwa dan raganya bersama Ganesha semalam membuat selebar wajah Arimbi memanas.Istimewa saat ini Ganesha tengah menatapnya mesra. Ganesha membungkuk ke arahnya dengan bertelanjang dada. Ganesha hanya melilitkan handuk putih yang menggantung indah di pinggulnya. Sepertinya Ganesha baru selesai mandi. "Saya tidak tega membangunkanmu. Kamu terlihat sangat bahagia dalam tidurmu. Tadinya saya malah tidak ingin membangunkanmu. Saya bermaksud membiarkan kamu beristirahat saja hari ini. Tapi saya tahu, kamu tidak menyukai hal itu. Makanya saya membangu
Read more

65. Hukuman Prisila.

"Ke ruangan saya sebentar ya, Rimbi?" Baru saja menjejakkan kaki ke showroom, Arimbi telah disambut Ivander. Arimbi yang sedianya akan duduk di kursinya mengurungkan langkah. Ia membuntuti Ivander ke ruangannya. "Rimbi, apa kabar, Nak?" Pada saat pintu ruangan Ivander di buka, Arimbi melihat Bu Mirna, ibu Ivander dan Ivana menyapanya sedih. Seperti inilah sikap Bu Mirna setelah tewasnya Ivana. Selalu bersedih karena kehilangan anak perempuan satu-satunya."Baik, Bu. Ibu apa kabar?" Arimbi menyalim tangan Bu Mirna dan duduk di sebelahnya. Sudah lama sekali ia tidak bertegur sapa baik-baik dengan Bu Mirna. Pertemuan terakhir mereka beberapa tahun lalu, masih diwarnai dengan perang dingin. Bu Mirna terus menuduhnya sebagai pembunuh Ivana. Demikian juga dengan Pak kristov, suaminya."Ibu, ya beginilah. Ibu belum bisa sepenuhnya melupakan Vana. Apalagi melihat kehadiranmu. Ibu seolah-olah melihat masa lalu. Di mana kamu selalu menjemput Vana setiap akan mengikuti kegiatan sekolah. Ibu mer
Read more

66. Hari-Hari Bahagia.

Prisila menatap Ivander melalui tirai air mata. Ia sedih sekaligus putus asa. Ia tidak tahu harus bagaimana lagi membujuk Ivander agar tidak mencampakkannya. Di rumah, ia sudah tidak betah terus diamuk oleh papanya. Papanya memakinya bodoh karena mengakui perbuatannya. Makanya ia sangat berharap Ivander tetap menikahinya sehingga ia bisa keluar dari rumah. "Tolong maafkan Lala, Bang. Maaf. Nikahi Lala seperti rencana kita semula ya, Bang? Lala sudah tidak betah di rumah karena diamuk papa. Suami Arimbi mengadukan papa pada gubernur, sehingga papa didiskualifikasi dari calon walikota. Papa jadi sangat marah pada Lala. Kasihanilah Lala, Bang."Sekonyong-konyong Prisila berbalik dan memeluk erat kaki Ivander. Apa pun yang terjadi, ia harus bisa memiliki Ivander kembali."Kamu mengerti bahasa indonesia bukan? Pergi dari sini dan jangan pernah kembali lagi!" bentak Ivander geram. Ia menarik kakinya keras hingga cengkraman Prisila terlepas. Ketika Prisila ingin kembali meraih kakinya, Ivan
Read more

67. Cinta Berjuta Rasa.

"Kamu menunggu di ruangan Mas saja selama kami meeting ya?" Ganesha menghentikan langkah di depan pintu ruangan kerjanya. Arimbi yang berjalan disamping Ganesha otomatis ikut menghentikan langkah. Saat ini mereka berdua telah tiba di kantor. Ganesha benar-benar menjemputnya seperti permintaannya."Kenapa harus menunggu di ruangan? Mas tidak mau mempertemukan saya dengan Mbak Nelly ya?" Setelah melontarkan kalimatnya, Arimbi malu sendiri. Kecemburuannya pada Nelly membuatnya tidak bisa berpikir rasional."Bukan begitu konsepnya, Rimbi." Ganesha terkekeh. Moodnya makin baik karena menyadari bahwa Arimbi mulai posesif terhadapnya. Hati Ganesha membuncah oleh rasa bahagia. Seperti ini rupanya jatuh cinta. Logika terkadang ketinggalan oleh hormon endorfin yang sedang ganas-ganasnya."Mas sudah tidak meninggalkan rasa apapun pada Nelly, selain sikap profesional sebagai partner. Mengenai kenapa Mas tidak membawamu masuk dalam ruangan meeting, karena kamu memang tidak seharusnya ada di sana.
Read more

68. Posesifnya Ganesha.

Ganesha menarik napas lega ketika rapat akhirnya usai juga. Setelah negosiasi alot dengan para pemegang saham lainnya, kata sepakat tercapai juga. Semuanya setuju untuk mengubah anggaran dasar serta menyetujui perpanjangan jangka waktu berdirinya perseroan terbatas. "Oke, masalah pekerjaan sudah selesai. Setelah hampir dua jam membahas masalah pekerjaan, perut kita semua pasti lapar. Saatnya kita mengisi perut agar energi kembali terbangun. Benar tidak Bapak-Bapak sekalian?" Nelly mengajukan usul. "Ah, memang dasar kamu yang doyan makan. Kami sih biasa saja." Pak Rahmat, ayah Nelly menggoda anak perempuannya."Ah, Ayah juga sama. Tukang makan juga seperti aku. Aku 'kan menuruni genetika Ayah." Nelly balas menggoda ayahnya. Para peserta meeting yang lain tertawa. Ayah anak ini memang kompak."Nelly benar, Pak. Saya juga sudah lapar. Kita segera ke Seribu Rasa saja." Ganesha mendukung usul Nelly."Kamu sudah mereservasi sudah tempat untuk kita semua di sana 'kan, Za?" Ganesha mengalih
Read more

69. Masalah Baru.

Arimbi tersenyum simpul selama membaca chat dari Ganesha. Akhir-akhir ini dirinya memang kerap tersenyum-senyum sendiri tanpa alasan yang pasti. Pokoknya setiap kali pikirannya melayang pada Ganesha, bibirnya sontak melengkung bahagia. Padahal Ganesha hanya menanyakan apakah dirinya sudah makan siang atau belum. Arimbi membalas dengan langsung memotret makanannya.Saat ini ia memang tengah makan siang bersama rekan-rekan kerjanya. Makanya Arimbi memuaskan diri dengan ponselnya. Karena jika sudah berada di showroom, ia membatasi diri berselancar di dunia maya. Walaupun dirinya adalah istri pemilik showroom, ia harus mengikuti aturan perusahaan. Arimbi tersenyum lebar tatkala Ganesha membalas chatnya dengan emoticon love berwarna merah membara. Ganesha juga membalas bawah saat ini ia tengah makan siang dengan beberapa client dari Jepang. Client-client ini adalah perwakilan dari Jepang terkait dengan tender yang dirinya dan Nelly menangkan. Yaitu proyek pembangunan hotel dan condominium
Read more

70. Fitnah Keji.

"Atau seseorang membubuhi minuman Mas dengan obat perangsang, begitu?" potong Ganesha tidak sabar. Arimbi mengangguk mengiyakan. Karena memang hal itulah yang bercokol di kepalanya sejak mereka berdua pulang ke rumah. Ya, Ganesha juga memutuskan pulang karena ia sudah tidak berkonsentrasi untuk bekerja. Saat ini mereka tengah berdiskusi di kamar. Arimbi duduk di sudut ranjang, sementara Ganesha berjalan hilir mudik di depannya. "Kamu kebanyakan membaca novel dan menonton film, Rimbi. Kalau orang mabuk itu rata-rata berjalan saja susah. Boro-boro melakukan hubungan intim. Mengenai obat perangsang, tidak semudah itu juga melakukannya. Mas yakin seyakin-yakinnya, kalau anak laki-laki itu bukan anak Mas. Kamu masih tidak percaya pada Mas, Rimbi?" Ganesha menatap Arimbi dengan mata terluka. "Percaya, Mas. Saya percaya seratus persen bahwa Mas bukanlah laki-laki seperti yang ingin dikesankan oleh orang jahat ini." Arimbi beringsut dari ranjang. Ia mendekati Ganesha yang memandangnya kecew
Read more
PREV
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status