Ganesha menarik napas lega ketika rapat akhirnya usai juga. Setelah negosiasi alot dengan para pemegang saham lainnya, kata sepakat tercapai juga. Semuanya setuju untuk mengubah anggaran dasar serta menyetujui perpanjangan jangka waktu berdirinya perseroan terbatas. "Oke, masalah pekerjaan sudah selesai. Setelah hampir dua jam membahas masalah pekerjaan, perut kita semua pasti lapar. Saatnya kita mengisi perut agar energi kembali terbangun. Benar tidak Bapak-Bapak sekalian?" Nelly mengajukan usul. "Ah, memang dasar kamu yang doyan makan. Kami sih biasa saja." Pak Rahmat, ayah Nelly menggoda anak perempuannya."Ah, Ayah juga sama. Tukang makan juga seperti aku. Aku 'kan menuruni genetika Ayah." Nelly balas menggoda ayahnya. Para peserta meeting yang lain tertawa. Ayah anak ini memang kompak."Nelly benar, Pak. Saya juga sudah lapar. Kita segera ke Seribu Rasa saja." Ganesha mendukung usul Nelly."Kamu sudah mereservasi sudah tempat untuk kita semua di sana 'kan, Za?" Ganesha mengalih
Arimbi tersenyum simpul selama membaca chat dari Ganesha. Akhir-akhir ini dirinya memang kerap tersenyum-senyum sendiri tanpa alasan yang pasti. Pokoknya setiap kali pikirannya melayang pada Ganesha, bibirnya sontak melengkung bahagia. Padahal Ganesha hanya menanyakan apakah dirinya sudah makan siang atau belum. Arimbi membalas dengan langsung memotret makanannya.Saat ini ia memang tengah makan siang bersama rekan-rekan kerjanya. Makanya Arimbi memuaskan diri dengan ponselnya. Karena jika sudah berada di showroom, ia membatasi diri berselancar di dunia maya. Walaupun dirinya adalah istri pemilik showroom, ia harus mengikuti aturan perusahaan. Arimbi tersenyum lebar tatkala Ganesha membalas chatnya dengan emoticon love berwarna merah membara. Ganesha juga membalas bawah saat ini ia tengah makan siang dengan beberapa client dari Jepang. Client-client ini adalah perwakilan dari Jepang terkait dengan tender yang dirinya dan Nelly menangkan. Yaitu proyek pembangunan hotel dan condominium
"Atau seseorang membubuhi minuman Mas dengan obat perangsang, begitu?" potong Ganesha tidak sabar. Arimbi mengangguk mengiyakan. Karena memang hal itulah yang bercokol di kepalanya sejak mereka berdua pulang ke rumah. Ya, Ganesha juga memutuskan pulang karena ia sudah tidak berkonsentrasi untuk bekerja. Saat ini mereka tengah berdiskusi di kamar. Arimbi duduk di sudut ranjang, sementara Ganesha berjalan hilir mudik di depannya. "Kamu kebanyakan membaca novel dan menonton film, Rimbi. Kalau orang mabuk itu rata-rata berjalan saja susah. Boro-boro melakukan hubungan intim. Mengenai obat perangsang, tidak semudah itu juga melakukannya. Mas yakin seyakin-yakinnya, kalau anak laki-laki itu bukan anak Mas. Kamu masih tidak percaya pada Mas, Rimbi?" Ganesha menatap Arimbi dengan mata terluka. "Percaya, Mas. Saya percaya seratus persen bahwa Mas bukanlah laki-laki seperti yang ingin dikesankan oleh orang jahat ini." Arimbi beringsut dari ranjang. Ia mendekati Ganesha yang memandangnya kecew
"Kenapa Ayah dan Ibu tidak setuju lapor polisi? Apa kalian berpikir memang akulah ayah kandung anak ini?" seru Ganesha kesal. Gerahamnya saling beradu menahan emosi. Ia sama sekali tidak menyangka kalau keputusan kedua orang tuanya seperti ini. Demi menyelesaikan masalah anak yang dituduh sebagai anaknya, Ganesha memang mengajak Arimbi menemui kedua orang tuanya. Ganesha ingin bertukar pikiran dengan kedua orang tuanya. "Sabar, Mas. Kita dengar dulu alasan Ayah dan Ibu." Arimbi dengan cepat menahan lengan Ganesha yang bersiap berdiri agar kembali duduk. Arimbi tahu, Ganesha sangat kecewa dengan keputusan yang diambil oleh kedua orang tuanya. Makanya sedari tadi ia terus membujuk Ganesha agar bersabar. Emosi tidak akan menyelesaikan masalah."Aku tahu, mungkin Ayah dan Ibu sudah terpesona pada sosok anak yang sangat mirip denganku ini. Jadi alam bawah sadar kalian menginginkannya menjadi kenyataan. Tapi ada hal yang Ayah dan Ibu harus ketahui. Di dunia ini banyak sekali orang yang
"Oke. Tidak masalah." Ganesha menuruti keinginan Arimbi. Ia juga ingin mencurahkan isi hatinya. Setelah mendekati ujung jalan yang agak sepi, Ganesha menyalakan lampu tangan kanan. Setelahnya ia melambatkan kendaraan dan berhenti di ujung jalan."Oke, kamu ingin bicara apa. Katakan saja." Ganesha membuka pintu mobil sedikit, agar sirkulasi udara di dalam mobil bertukar. Setelahnya ia membuka safety belt. Begitu juga dengan Arimbi. Pembicaraan mereka berdua pasti akan alot."Baik. Sekarang saya tanya. Apa tujuan Mas mencari orang yang meneror saya?""Karena Mas ingin mengetahui tujuannya menerormu tentu saja.""Oalah... Mas... Mas... kan tujuannya sudah jelas. Dia ingin saya tahu bahwa Mas telah menelantarkan anak yang diduga, ingat ya, Mas. Yang diduga. Artinya belum pasti kalau anak itu adalah anak, Mas. Jadi tujuan Mas mencarinya itu mubazir. Karena Mas sudah tahu jawabannya.""Lantas, maumu apa dalam situasi seperti ini? Menekan Mas untuk mengakui anak yang bukan darah daging Mas?
"Ponselnya sekarang dalam keadaan tidak aktif. Aktivitas terakhir saat ponsel ini aktif adalah di Panti Asuhan Al Washliyah jalan Malaka." AKP Ronald Marpaung memeriksa dengan teliti titik-titik lokasi yang diperlihatkan perangkatnya.Arimbi dan Ganesha saling berpandangan. Berarti apa yang dikatakan peneror itu bisa jadi benar. Benar dalam artian Mahesa memang tinggal di panti asuhan. Namun belum tentu benar perihal bahwa Mahesa adalah darah daging Ganesha. Saat ini mereka berada di rumah AKP Ronald Marpaung. Polisi yang juga teman baik Ganesha. AKP Ronald biasa menangani masalah cyber crime dalam tugasnya. Kemampuannya dalam bidang IT valid. Untuk itulah Ganesha meminta bantuan Ronald sebagai seorang teman. Bukan sebagai anggota kepolisian. Mereka berdua memang sudah sepakat untuk menyelesaikan masalah ini secara pribadi terlebih dahulu. Jikalau ada hal-hal yang memang mengharuskan tindakan hukum barulah mereka akan melapor kepada pihak yang berwajib."Berarti ponselnya ini memang
"Wah, alhamdullilah. Silakan duduk, Bu Dewi. Saya Bu Nani, pemilik panti." Bu Nani berdiri dari kursi. "Kamu buat minuman untuk Bu Dewi ya, Mima?" Bu Nani mengalihkan pembicaraan pada Jemima."Baik, Bu." Jemima pun berlalu. Arimbi masih terkesima. Berkali-kali ia mencuri pandang ke arah Mahesa yang terlihat asik menulis."Sebelumnya sebagai pemilik Panti, saya mengucapkan terima kasih kepada Bu Dewi yang sudah meluangkan waktu mendatangi Panti Asuhan Al Washliyah ini. Panti memang membutuhkan dana untuk bisa mendukung gizi dan juga masa depan anak-anak di panti ini.""Ah, iya, Bu. Sama-sama. Saya juga berterima kasih karena telah diberikan kesempatan untuk memberikan sebagian rezeki saya untuk anak-anak di sini. Sebelumnya saya minta maaf karena tidak melepas kacamata ya, Bu? Mata saya sedang iritasi." Arimbi memberi alasan. Ia juga dengan cepat mengubah air muka. Dari yang tadinya terkesima menjadi biasa-biasa saja. Ia tidak boleh membuat Bu Nani curiga."Oh tidak apa-apa Bu Dewi. M
Rasanya baru kemarin Arimbi dan Ganesha mendatangi rumah sakit ini. Nyatanya sebulan telah berlalu. Waktu itu ia menyambangi rumah sakit sebagai pasien. Tempat yang mereka tuju dulu adalah IGD. Bukan ruang sampling laboratorium seperti ini. Saat ini Arimbi tengah duduk di ruang tunggu ruang sampling. Ia menunggu Ganesha yang sedang diambil sample DNA-nya. Setelah dirinya menyerahkan sample rambut Mahesa, Ganesha juga langsung diambil contoh sample DNAnya. Untuk mengetahui ayah biologis Mahesa, pihak rumah sakit membutuhkan sample DNA-nya. Sample DNA Ganesha diambil dengan cara usap cairan di bagian dalam pipi. Hasilnya nanti akan terlihat dari pembandingan DNA Ganesha dan Mahesa. Apabila nantinya DNA Mahesa cocok dengan penanda genetik Ganesha, itu artinya Mahesa adalah anaknya."Sebenarnya melakukan test DNA maternitas ini hanya membuang waktu dan tenaga saja. Buang-buang uang lagi." Ganesha yang baru keluar dari ruang sampling menggerutu. Petugas lab baru saja selesai mengambil ca
"Relakan, Mbak. Tempatkan masalah sesuai dengan masanya. Masa lalu tempatnya memang di waktu lalu. Dewasalah untuk menerima kenyataan bahwa tidak ada yang bisa Mbak lakukan tentang masa lalu, kecuali memutuskan terus hidup di sana dan menderita selamanya atau berubah menjadi lebih baik."Nina tidak menjawab pertanyaan Arimbi. Dirinya sangat mengerti apa yang dikatakan oleh Arimbi. Ia bukanlah orang bodoh. Dirinya hanya seorang pendengki serakah yang tidak bisa melihat kebahagiaan orang lain."Kita pulang ya, Nin? Ayah yakin setelah minum obat dan tidur pasti kamu akan merasa lebih baik. Kalau ada waktu, Rimbi pasti akan menengokmu ke rumah. Iya 'kan, Rim?" Pak Sujatmiko menatap Arimbi sendu dengan pandangan meminta pertolongan.Arimbi langsung tidak menjawab pertanyaan terselubung pamannya. Melainkan ia menatap Ganesha terlebih dahulu. Meminta izin tanpa bicara. Ketika melihat Ganesha mengangguk samar barulah Arimbi berbicara."Iya, Mbak. Nanti kalau ada waktu luang, Rimbi akan menjen
"Kamu di sini saja, Rim. Ingat kamu sedang hamil. Nina itu sedang depresi. Apa pun akan berani ia lakukan." Ganesha menahan bahu Arimbi saat istrinya itu ingin bangkit dari tempat tidur."Tapi saya harus, Mas. Bagaimanapun Mbak Nina itu sepupu saya. Sedikit banyak saya memahami kepribadiannya. Lagi pula ada Mas juga. Saya pasti aman." Arimbi membujuk Ganesha."Ayolah, Mas. Daripada Nina membuat ulah yang mengacaukan acara, sebaiknya kita cegah terlebih dahulu." Arimbi menghela lengan Ganesha. Teriakan histeris Nina makin membahana."Baiklah. Tapi kamu jangan jauh-jauh dari Mas. Mas tidak mau kamu sampai kenapa-kenapa." Kalimat Ganesha ditanggapi anggukan singkat oleh Arimbi. Sesampai di ruang tamu, keadaan mulai kacau. Nina terus menjerit histeris, dan mengatakan bahwa ia tidak terima diperlakukan tidak adil oleh Seno. Sejurus kemudian dua orang Satpam komplek terlihat memasuki rumah. Dengan segera mereka mengamankan Nina. Namun Nina terus meronta-ronta liar dan memaki-maki Seno sera
"He eh," Bu Astuti mengangguk lemah. Mata tuanya berkaca-kaca. Sungguh ia menyesal pernah berbuat tidak baik pada Arimbi, hanya karena ia kesal pada Ganesha. Jika saja waktu bisa diulang, betapa ingin dirinya mengubah sikap judes dan nyinyirnya dulu pada Arimbi. Istri Ganesha ini lembut dan baik hati."Ini minumnya, Bu. Kalau Ibu tidak keberatan saya bantu meminumkannya ya, Bu?" Dengan sopan Arimbi meminta izin Bu Astuti."He eh... he eh..." Bu Astuti mengangguk berkali-kali. Kedua mata tuanya kini membentuk kolam air mata. Bu Astuti menangis tanpa suara."Ayo diminum, Bu. Pelan-pelan saja agar tidak tersedak." Arimbi membungkuk. Ia memeluk bahu Bu Astuti sambil mendekatkan bibir Bu Astuti pada birai gelas. "Sudah, Bu?" tanya Arimbi lagi. Bu Astuti sudah menghabiskan seperempat gelas air putih. Bu Astuti mengangguk. "Sebentar ya, Bu. Saya mengambil tissue dulu." Arimbi menarik selembar tissue dari atas meja. Setelahnya ia mengelap sudut bibir dan dagu Bu Astuti yang basah. "Maaf...
Dua tahun kemudian."Sah!" Arimbi, Ganesha dan beberapa kerabat lain ikut mengucapkan kata sah, saat penghulu menyatakan ijab kabul Seno dan Rina sah. Ya, hari ini adalah hari yang membahagiakan untuk Seno, Rina dan juga Mahesa. Karena keduanya pada akhirnya memutuskan menikah setelah dua tahun berpacaran."Akhirnya mereka menikah juga ya, Rim?" Ganesha tersenyum sumringah melihat sepasang pengantin baru di depannya saling memasang cincin. Ia ikut gembira untuk Seno. Sebagai seorang kakak, ia mengasihi Seno dengan caranya sendiri. Di masa lalu Seno memang banyak sekali melakukan kesalahan. Namun perlahan-lahan ia berubah dan menjadi pribadi yang lebih. "Iya, Mas." Arimbi menimpali kalimat Ganesha singkat. Ia memang selalu hati-hati apabila membicarakan soal Seno. Ia tidak mau Ganesha mengira kalau dirinya masih peduli pada Seno."Seno sekarang sudah banyak berubah ya, Rim? Tepatnya sejak ia tahu kalau dirinya ternyata memiliki Mahes. Sekarang kebahagiaan Mahes adalah prioritasnya, Ma
"Ayo lanjutkan ceritamu di taman belakang saja." Arimbi membawa Menik ke taman kecil kesayangannya. Di sana ia kerap menghabiskan waktu bercocok tanam. Mulai dari berbagai macam jenis bunga hingga tanaman herbal ada di tamannya."Lanjutkan ceritamu, Nik." Arimbi menghempaskan pinggulnya di kursi taman. "Tuh, Mbak Tini juga sudah menyiapkan makanan kecil. Kita mengobrol di sini saja sementara Mas Esha dan Bang Ivan bekerja." Arimbi kian semangat mengorek cerita tatkala Mbak Tini muncul dengan sepiring pisang goreng hangat dan dua gelas sirup markisa."Ya, terus aku membawa Bu Mirna ke rumah sakit. Beberapa saat kemudian Ivan dan Pak Kristov menyusul. Di situ aku baru tahu kalau ibu-ibu yang aku tolong adalah ibunya Ivan. Singkat cerita aku dan Bu Mirna kemudian menjadi akrab. Tidak lama kemudian Ivan pun menembakku. Katanya untuk pertama kalinya ibunya mencomblanginya. Dengan dua mantan Ivan terdahulu Bu Mirna tidak cocok. Ivan juga bilang ia sudah lelah pacaran ala remaja ingusan. Ia
Arimbi termangu menatap televisi. Baru saja diberitakan bahwa Bastian Hadinata yang digadang-gadang akan menjadi walikota telah dilengserkan. Selain dinilai tidak layak menjadi calon walikota, saat ini Bastian juga telah diamankan karena terbukti melakukan gratifikasi terhadap beberapa proyek pemerintah.Televisi juga menayangkan wawancara singkat dengan Bastian dalam seragam berwarna oranye. Di scene-scene lain, terlihat Priska dan Prisila berlarian sambil menutupi wajah mereka dengan syal. Mereka berdua tampak menghindari awak media yang terus memburu saat mereka baru saja keluar dari kantor polisi. Berita tentang korupsi dan gratifikasi yang dilakukan oleh Bastian Hadinata memang tengah menjadi headline di mana-mana. Apalagi semua aset-aset Bastian Hadinata saat ini telah disita oleh negara. Tidak heran kalau Prisila dan Priska sekarang menjadi bulan-bulanan pers. Mereka dikejar di mana pun mereka berada."Kamu percaya dengan karma bukan, Ri? Lihatlah, apa yang sekarang terjadi pa
"Kamu tadi menanyakan bagaimana Mas tahu perihal rumah impianmu bukan? Nah, itu dia orang yang sudah memberitahu Mas. Seno, sini." Ganesha melambaikan tangannya pada Seno. Memanggil adiknya yang tengah mewarnai gambar dengan Mahesa. Semenjak tahu bahwa dirinya telah mempunyai seorang anak, Seno berubah banyak. Ia kini lebih kalem dan bertanggung jawab. Di sela-sela waktu luangnya, ia selalu menyempatkan diri bercengkrama dengan putranya. "Jadi kamu yang membocorkan rahasiaku?" Arimbi berpura-pura marah pada Seno. Ia juga berusaha bersikap wajar pada Seno. Bagaimanapun Seno adalah adik iparnya sekarang."Ampun, Kakak Ipar. Aku terpaksa melakukannya karena diancam Mas Esha. Katanya ia akan membuangku keluar kota kalau aku tidak mau bekerjasama." Seno meringis. Ia menghargai usaha Arimbi yang ingin berinteraksi wajar dengannya. Mereka sekarang telah menjadi satu keluarga besar."Jangan membuat Rimbi memandangku sebagai kakak yang kejam ya, Sen?" Ganesha mengacungkan tinjunya pada Seno.
Arimbi melirik Ganesha sekilas saat laju mobil memasuki hunian mewah kompleks Graha Mediterania. Kompleks perumahan mewah yang baru saja launching minggu ini. Ia mengetahui perihal hunian mewah ini karena memang dibangun oleh Caturrangga Group dan beberapa investor dari Jepang. Selain hotel dan condominium, Caturrangga Group juga membangun kompleks-kompleks perumahan mewah dengan segmen pasar kelas atas atau high end."Kita akan mengunjungi salah satu customer Mas ya? Apa tidak mengganggu kalau Mas menemui costumer di hari Minggu begini?" "Nggak kok, Rim. Tenang aja. Kita semua akan bersenang-senang bersama." Ganesha tersenyum lebar. Ia memahami rasa penasaran istrinya. Arimbi mengerutkan kening. Kita? Bersama? Apa yang Ganesha maksud?Laju kendaraan melambat tatkala melewati rumah demi rumah mewah yang mereka lewati. Sebagian besar bentuknya sama karena memang dibangun seragam. Sebagaian lagi bentuknya sudah berubah karena direhab sesuai dengan selera para pemilik rumah.Tatkala la
Bu Astuti terpana. Ia tidak menyangka kalau Rina bisa bersikap seluwes itu terhadap Mahesa. Biasanya Rina itu tidak menyukai anak kecil. Rina anak tunggal. Ia tidak terbiasa berinteraksi dengan anak kecil. Menurut Rina anak kecil itu rewel dan menyusahkan. Tumben kali ini Rina bersikap begitu kompak pada Mahesa. Syukurlah, berarti tujuannya mendekatkan Rina dengan Seno akan semakin mudah. Mengingat Mahesa adalah darah daging Seno. Mendekati Mahesa artinya mendekati Seno juga."Rina dan Mahesa cocok sekali ya, San? Sepertinya kalau menjadi ibu dan anak pas ya?" Bu Astuti meminta tanggapan Bu Santi."Iya, Tut. Kita sebagai orang tua mendoakan yang terbaik saja. Biar yang muda-muda menentukan jalan hidup mereka sendiri." Bu Santi memberi jawaban netral. Ia memang setuju Rina menjadi pengganti Nina. Selain perilaku Rina yang sekarang membaik, ia juga gembira bisa melaksanakan niat Pak Syarief almarhum yang ingin berbesanan dengannya. Namun ia menyerahkan semuanya pada Seno dan Rina sendir