"Oke. Tidak masalah." Ganesha menuruti keinginan Arimbi. Ia juga ingin mencurahkan isi hatinya. Setelah mendekati ujung jalan yang agak sepi, Ganesha menyalakan lampu tangan kanan. Setelahnya ia melambatkan kendaraan dan berhenti di ujung jalan."Oke, kamu ingin bicara apa. Katakan saja." Ganesha membuka pintu mobil sedikit, agar sirkulasi udara di dalam mobil bertukar. Setelahnya ia membuka safety belt. Begitu juga dengan Arimbi. Pembicaraan mereka berdua pasti akan alot."Baik. Sekarang saya tanya. Apa tujuan Mas mencari orang yang meneror saya?""Karena Mas ingin mengetahui tujuannya menerormu tentu saja.""Oalah... Mas... Mas... kan tujuannya sudah jelas. Dia ingin saya tahu bahwa Mas telah menelantarkan anak yang diduga, ingat ya, Mas. Yang diduga. Artinya belum pasti kalau anak itu adalah anak, Mas. Jadi tujuan Mas mencarinya itu mubazir. Karena Mas sudah tahu jawabannya.""Lantas, maumu apa dalam situasi seperti ini? Menekan Mas untuk mengakui anak yang bukan darah daging Mas?
"Ponselnya sekarang dalam keadaan tidak aktif. Aktivitas terakhir saat ponsel ini aktif adalah di Panti Asuhan Al Washliyah jalan Malaka." AKP Ronald Marpaung memeriksa dengan teliti titik-titik lokasi yang diperlihatkan perangkatnya.Arimbi dan Ganesha saling berpandangan. Berarti apa yang dikatakan peneror itu bisa jadi benar. Benar dalam artian Mahesa memang tinggal di panti asuhan. Namun belum tentu benar perihal bahwa Mahesa adalah darah daging Ganesha. Saat ini mereka berada di rumah AKP Ronald Marpaung. Polisi yang juga teman baik Ganesha. AKP Ronald biasa menangani masalah cyber crime dalam tugasnya. Kemampuannya dalam bidang IT valid. Untuk itulah Ganesha meminta bantuan Ronald sebagai seorang teman. Bukan sebagai anggota kepolisian. Mereka berdua memang sudah sepakat untuk menyelesaikan masalah ini secara pribadi terlebih dahulu. Jikalau ada hal-hal yang memang mengharuskan tindakan hukum barulah mereka akan melapor kepada pihak yang berwajib."Berarti ponselnya ini memang
"Wah, alhamdullilah. Silakan duduk, Bu Dewi. Saya Bu Nani, pemilik panti." Bu Nani berdiri dari kursi. "Kamu buat minuman untuk Bu Dewi ya, Mima?" Bu Nani mengalihkan pembicaraan pada Jemima."Baik, Bu." Jemima pun berlalu. Arimbi masih terkesima. Berkali-kali ia mencuri pandang ke arah Mahesa yang terlihat asik menulis."Sebelumnya sebagai pemilik Panti, saya mengucapkan terima kasih kepada Bu Dewi yang sudah meluangkan waktu mendatangi Panti Asuhan Al Washliyah ini. Panti memang membutuhkan dana untuk bisa mendukung gizi dan juga masa depan anak-anak di panti ini.""Ah, iya, Bu. Sama-sama. Saya juga berterima kasih karena telah diberikan kesempatan untuk memberikan sebagian rezeki saya untuk anak-anak di sini. Sebelumnya saya minta maaf karena tidak melepas kacamata ya, Bu? Mata saya sedang iritasi." Arimbi memberi alasan. Ia juga dengan cepat mengubah air muka. Dari yang tadinya terkesima menjadi biasa-biasa saja. Ia tidak boleh membuat Bu Nani curiga."Oh tidak apa-apa Bu Dewi. M
Rasanya baru kemarin Arimbi dan Ganesha mendatangi rumah sakit ini. Nyatanya sebulan telah berlalu. Waktu itu ia menyambangi rumah sakit sebagai pasien. Tempat yang mereka tuju dulu adalah IGD. Bukan ruang sampling laboratorium seperti ini. Saat ini Arimbi tengah duduk di ruang tunggu ruang sampling. Ia menunggu Ganesha yang sedang diambil sample DNA-nya. Setelah dirinya menyerahkan sample rambut Mahesa, Ganesha juga langsung diambil contoh sample DNAnya. Untuk mengetahui ayah biologis Mahesa, pihak rumah sakit membutuhkan sample DNA-nya. Sample DNA Ganesha diambil dengan cara usap cairan di bagian dalam pipi. Hasilnya nanti akan terlihat dari pembandingan DNA Ganesha dan Mahesa. Apabila nantinya DNA Mahesa cocok dengan penanda genetik Ganesha, itu artinya Mahesa adalah anaknya."Sebenarnya melakukan test DNA maternitas ini hanya membuang waktu dan tenaga saja. Buang-buang uang lagi." Ganesha yang baru keluar dari ruang sampling menggerutu. Petugas lab baru saja selesai mengambil ca
"Kalau menangisnya karena bahagia, boleh saja. Tetapi memang tempatnya bukan di sini. Tapi di rumah saja. Kebahagiaan kita cukup kita berdua saja yang tahu. Karena tidak semua orang ikut bahagia melihat kebahagiaan kita. Sebagian besar orang yang sakit, malah benci melihat kebahagiaan manusia lainnya. Sebaiknya kita pulang saja. Kita puaskan hari libur kita berdua dengan quality time di rumah." Ganesha menghela lengan Arimbi. Jikalau pasangan lain pada umumnya menjadwalkan hari Minggu sebagai waktu hangout berdua, mereka malah kebalikannya. Bagi mereka Hari Minggu adalah waktunya quality time berduaan di rumah. Hubungan mereka memang berbeda dengan pasangan kebanyakan. Karena mereka menikah terlebih dahulu baru berpacaran. Bukan sebaliknya."Oke, Mas. Setelah masak temani saya menonton drama Korea ya? Kemarin saya baru menonton sampai episode tiga saja. Masih ada dua belas episode lagi yang belum saya tonton.""Oke, sayang. Mas akan menemani menonton sampai kamu bosan sendiri. Nah, k
"Duduknya biasa aja, Rimbi. Kenapa seperti ada ranjau di kursimu?" Ganesha meledek Arimbi. Sedari tiba di rumah kedua orang tuanya Arimbi memang tampak tegang. Begitu juga dengan kedua orang tuanya. Hanya adiknya Seno yang menatapnya dengan tatapan penuh spekulasi. Adiknya ini pasti semangat empat lima ingin melihatnya jatuh."Ayah dan Ibu juga. Mengapa kalian tegang sekali? Kamu juga Seno. Sudah tidak sabar ingin menyaksikan kejatuhanku ya?" Ganesha menghempaskan pinggul di samping Arimbi. Merangkul bahu istrinya santai. Ia heran, yang dicurigai adalah dirinya. Seharusnya yang tegang itu dirinya bukan? Namun suasananya malah terbalik. Semua orang harap-harap cemas, sementara dirinya tenang-tenang saja.Pukul satu siang tadi, kedua orang tuanya meneleponnya. Mereka mengatakan bahwa hasil test DNA telah diantarkan ke rumah mereka. Ganesha pun meminta kedua orang tuanya untuk membuka saja hasilnya jika kedua orang tuanya tidak sabar. Karena dirinya dan Arimbi masih bekerja. Lima jam kem
"Beginilah kalau otak ketinggalan di dengkul. Dengar Seno, perbuatan kamu terhadap Nina itu jelas. Kamu tebar pesona padanya. Memberinya harapan dan sama-sama berniat selingkuh tipis-tipis. Sementara aku, aku sama sekali tidak kenal dengan orang yang mengaku aku lecehkan. Aku juga tidak bisa membela diri karena orangnya sudah mati. Tapi aku akan membuktikan padamu dan pada semua orang, bahwa aku akan mengclearkan masalah ini. Lihat saja, tidak ada kejahatan yang sempurna." Ganesha mengamuk. Ia tidak terima dituduh atas sesuatu yang tidak ia lakukan. Saat ini di dalam benaknya ada dua hal yang harus ia clearkan. Pertama, ibu kandung Mahesa berbohong, atau hasil test DNA-nya tidak akurat. Ia akan menyelidiki kedua hal tersebut dengan menggandeng pihak yang berwajib."Aku akan ke panti dan juga rumah sakit bersama Ronald sekarang juga. Aku akan memaksa mayat berbicara dan mengetest ulang hasil test DNA dengan aku melihat sendiri hasilnya. Kalau setelah melakukan dua hal tersebut tetap t
"Saya ingin bertemu dengan Kepala Laboratorium DNA Forensik, dokter Bambang Sugianto yang mengeluarkan hasil test DNA ini." Ganesha meletakkan hasil test DNA dalam amplop putih berlogo ibu dan anak di meja counter rumah sakit. Semalaman ia tidak bisa tidur mengingat peristiwa besar yang terjadi di panti asuhan. Itu membuatnya pagi-pagi sudah mendatangi rumah sakit ini bersama Arimbi. "Baik. Aku mengaku kalau akulah orang yang menggagahi Riri, walau ingatanku samar-samar pada waktu itu. Aku sedang mabuk parah. Tapi kalau memang Mahesa itu anakku, mengapa hasil test DNA ini cocok denganmu, Mas? Aneh bukan?"Ingatan akan bantahan Seno kemarin malam memasuki benak Ganesha. Seno benar. Tentu saja janggal rasanya kalau Mahesa anak Seno, tapi DNA dirinya dan Mahesa 99,9% cocok. Ada yang salah di sini. Untuk itu ia akan berbicara dengan penanggung jawab laboratorium terlebih dahulu, baru ia akan mengulang test kembali. Bukan itu saja. Ia juga berencana untuk melakukan test DNA di beberapa R
"Relakan, Mbak. Tempatkan masalah sesuai dengan masanya. Masa lalu tempatnya memang di waktu lalu. Dewasalah untuk menerima kenyataan bahwa tidak ada yang bisa Mbak lakukan tentang masa lalu, kecuali memutuskan terus hidup di sana dan menderita selamanya atau berubah menjadi lebih baik."Nina tidak menjawab pertanyaan Arimbi. Dirinya sangat mengerti apa yang dikatakan oleh Arimbi. Ia bukanlah orang bodoh. Dirinya hanya seorang pendengki serakah yang tidak bisa melihat kebahagiaan orang lain."Kita pulang ya, Nin? Ayah yakin setelah minum obat dan tidur pasti kamu akan merasa lebih baik. Kalau ada waktu, Rimbi pasti akan menengokmu ke rumah. Iya 'kan, Rim?" Pak Sujatmiko menatap Arimbi sendu dengan pandangan meminta pertolongan.Arimbi langsung tidak menjawab pertanyaan terselubung pamannya. Melainkan ia menatap Ganesha terlebih dahulu. Meminta izin tanpa bicara. Ketika melihat Ganesha mengangguk samar barulah Arimbi berbicara."Iya, Mbak. Nanti kalau ada waktu luang, Rimbi akan menjen
"Kamu di sini saja, Rim. Ingat kamu sedang hamil. Nina itu sedang depresi. Apa pun akan berani ia lakukan." Ganesha menahan bahu Arimbi saat istrinya itu ingin bangkit dari tempat tidur."Tapi saya harus, Mas. Bagaimanapun Mbak Nina itu sepupu saya. Sedikit banyak saya memahami kepribadiannya. Lagi pula ada Mas juga. Saya pasti aman." Arimbi membujuk Ganesha."Ayolah, Mas. Daripada Nina membuat ulah yang mengacaukan acara, sebaiknya kita cegah terlebih dahulu." Arimbi menghela lengan Ganesha. Teriakan histeris Nina makin membahana."Baiklah. Tapi kamu jangan jauh-jauh dari Mas. Mas tidak mau kamu sampai kenapa-kenapa." Kalimat Ganesha ditanggapi anggukan singkat oleh Arimbi. Sesampai di ruang tamu, keadaan mulai kacau. Nina terus menjerit histeris, dan mengatakan bahwa ia tidak terima diperlakukan tidak adil oleh Seno. Sejurus kemudian dua orang Satpam komplek terlihat memasuki rumah. Dengan segera mereka mengamankan Nina. Namun Nina terus meronta-ronta liar dan memaki-maki Seno sera
"He eh," Bu Astuti mengangguk lemah. Mata tuanya berkaca-kaca. Sungguh ia menyesal pernah berbuat tidak baik pada Arimbi, hanya karena ia kesal pada Ganesha. Jika saja waktu bisa diulang, betapa ingin dirinya mengubah sikap judes dan nyinyirnya dulu pada Arimbi. Istri Ganesha ini lembut dan baik hati."Ini minumnya, Bu. Kalau Ibu tidak keberatan saya bantu meminumkannya ya, Bu?" Dengan sopan Arimbi meminta izin Bu Astuti."He eh... he eh..." Bu Astuti mengangguk berkali-kali. Kedua mata tuanya kini membentuk kolam air mata. Bu Astuti menangis tanpa suara."Ayo diminum, Bu. Pelan-pelan saja agar tidak tersedak." Arimbi membungkuk. Ia memeluk bahu Bu Astuti sambil mendekatkan bibir Bu Astuti pada birai gelas. "Sudah, Bu?" tanya Arimbi lagi. Bu Astuti sudah menghabiskan seperempat gelas air putih. Bu Astuti mengangguk. "Sebentar ya, Bu. Saya mengambil tissue dulu." Arimbi menarik selembar tissue dari atas meja. Setelahnya ia mengelap sudut bibir dan dagu Bu Astuti yang basah. "Maaf...
Dua tahun kemudian."Sah!" Arimbi, Ganesha dan beberapa kerabat lain ikut mengucapkan kata sah, saat penghulu menyatakan ijab kabul Seno dan Rina sah. Ya, hari ini adalah hari yang membahagiakan untuk Seno, Rina dan juga Mahesa. Karena keduanya pada akhirnya memutuskan menikah setelah dua tahun berpacaran."Akhirnya mereka menikah juga ya, Rim?" Ganesha tersenyum sumringah melihat sepasang pengantin baru di depannya saling memasang cincin. Ia ikut gembira untuk Seno. Sebagai seorang kakak, ia mengasihi Seno dengan caranya sendiri. Di masa lalu Seno memang banyak sekali melakukan kesalahan. Namun perlahan-lahan ia berubah dan menjadi pribadi yang lebih. "Iya, Mas." Arimbi menimpali kalimat Ganesha singkat. Ia memang selalu hati-hati apabila membicarakan soal Seno. Ia tidak mau Ganesha mengira kalau dirinya masih peduli pada Seno."Seno sekarang sudah banyak berubah ya, Rim? Tepatnya sejak ia tahu kalau dirinya ternyata memiliki Mahes. Sekarang kebahagiaan Mahes adalah prioritasnya, Ma
"Ayo lanjutkan ceritamu di taman belakang saja." Arimbi membawa Menik ke taman kecil kesayangannya. Di sana ia kerap menghabiskan waktu bercocok tanam. Mulai dari berbagai macam jenis bunga hingga tanaman herbal ada di tamannya."Lanjutkan ceritamu, Nik." Arimbi menghempaskan pinggulnya di kursi taman. "Tuh, Mbak Tini juga sudah menyiapkan makanan kecil. Kita mengobrol di sini saja sementara Mas Esha dan Bang Ivan bekerja." Arimbi kian semangat mengorek cerita tatkala Mbak Tini muncul dengan sepiring pisang goreng hangat dan dua gelas sirup markisa."Ya, terus aku membawa Bu Mirna ke rumah sakit. Beberapa saat kemudian Ivan dan Pak Kristov menyusul. Di situ aku baru tahu kalau ibu-ibu yang aku tolong adalah ibunya Ivan. Singkat cerita aku dan Bu Mirna kemudian menjadi akrab. Tidak lama kemudian Ivan pun menembakku. Katanya untuk pertama kalinya ibunya mencomblanginya. Dengan dua mantan Ivan terdahulu Bu Mirna tidak cocok. Ivan juga bilang ia sudah lelah pacaran ala remaja ingusan. Ia
Arimbi termangu menatap televisi. Baru saja diberitakan bahwa Bastian Hadinata yang digadang-gadang akan menjadi walikota telah dilengserkan. Selain dinilai tidak layak menjadi calon walikota, saat ini Bastian juga telah diamankan karena terbukti melakukan gratifikasi terhadap beberapa proyek pemerintah.Televisi juga menayangkan wawancara singkat dengan Bastian dalam seragam berwarna oranye. Di scene-scene lain, terlihat Priska dan Prisila berlarian sambil menutupi wajah mereka dengan syal. Mereka berdua tampak menghindari awak media yang terus memburu saat mereka baru saja keluar dari kantor polisi. Berita tentang korupsi dan gratifikasi yang dilakukan oleh Bastian Hadinata memang tengah menjadi headline di mana-mana. Apalagi semua aset-aset Bastian Hadinata saat ini telah disita oleh negara. Tidak heran kalau Prisila dan Priska sekarang menjadi bulan-bulanan pers. Mereka dikejar di mana pun mereka berada."Kamu percaya dengan karma bukan, Ri? Lihatlah, apa yang sekarang terjadi pa
"Kamu tadi menanyakan bagaimana Mas tahu perihal rumah impianmu bukan? Nah, itu dia orang yang sudah memberitahu Mas. Seno, sini." Ganesha melambaikan tangannya pada Seno. Memanggil adiknya yang tengah mewarnai gambar dengan Mahesa. Semenjak tahu bahwa dirinya telah mempunyai seorang anak, Seno berubah banyak. Ia kini lebih kalem dan bertanggung jawab. Di sela-sela waktu luangnya, ia selalu menyempatkan diri bercengkrama dengan putranya. "Jadi kamu yang membocorkan rahasiaku?" Arimbi berpura-pura marah pada Seno. Ia juga berusaha bersikap wajar pada Seno. Bagaimanapun Seno adalah adik iparnya sekarang."Ampun, Kakak Ipar. Aku terpaksa melakukannya karena diancam Mas Esha. Katanya ia akan membuangku keluar kota kalau aku tidak mau bekerjasama." Seno meringis. Ia menghargai usaha Arimbi yang ingin berinteraksi wajar dengannya. Mereka sekarang telah menjadi satu keluarga besar."Jangan membuat Rimbi memandangku sebagai kakak yang kejam ya, Sen?" Ganesha mengacungkan tinjunya pada Seno.
Arimbi melirik Ganesha sekilas saat laju mobil memasuki hunian mewah kompleks Graha Mediterania. Kompleks perumahan mewah yang baru saja launching minggu ini. Ia mengetahui perihal hunian mewah ini karena memang dibangun oleh Caturrangga Group dan beberapa investor dari Jepang. Selain hotel dan condominium, Caturrangga Group juga membangun kompleks-kompleks perumahan mewah dengan segmen pasar kelas atas atau high end."Kita akan mengunjungi salah satu customer Mas ya? Apa tidak mengganggu kalau Mas menemui costumer di hari Minggu begini?" "Nggak kok, Rim. Tenang aja. Kita semua akan bersenang-senang bersama." Ganesha tersenyum lebar. Ia memahami rasa penasaran istrinya. Arimbi mengerutkan kening. Kita? Bersama? Apa yang Ganesha maksud?Laju kendaraan melambat tatkala melewati rumah demi rumah mewah yang mereka lewati. Sebagian besar bentuknya sama karena memang dibangun seragam. Sebagaian lagi bentuknya sudah berubah karena direhab sesuai dengan selera para pemilik rumah.Tatkala la
Bu Astuti terpana. Ia tidak menyangka kalau Rina bisa bersikap seluwes itu terhadap Mahesa. Biasanya Rina itu tidak menyukai anak kecil. Rina anak tunggal. Ia tidak terbiasa berinteraksi dengan anak kecil. Menurut Rina anak kecil itu rewel dan menyusahkan. Tumben kali ini Rina bersikap begitu kompak pada Mahesa. Syukurlah, berarti tujuannya mendekatkan Rina dengan Seno akan semakin mudah. Mengingat Mahesa adalah darah daging Seno. Mendekati Mahesa artinya mendekati Seno juga."Rina dan Mahesa cocok sekali ya, San? Sepertinya kalau menjadi ibu dan anak pas ya?" Bu Astuti meminta tanggapan Bu Santi."Iya, Tut. Kita sebagai orang tua mendoakan yang terbaik saja. Biar yang muda-muda menentukan jalan hidup mereka sendiri." Bu Santi memberi jawaban netral. Ia memang setuju Rina menjadi pengganti Nina. Selain perilaku Rina yang sekarang membaik, ia juga gembira bisa melaksanakan niat Pak Syarief almarhum yang ingin berbesanan dengannya. Namun ia menyerahkan semuanya pada Seno dan Rina sendir