Semua Bab Mempelai Pria yang Tertukar: Bab 51 - Bab 60

100 Bab

51. Peristiwa Masa Lalu.

"Kalau caramu menyetir seperti keong begini, bisa bulan depan baru kita sampai di rumah Ririn, Van. Aku saja yang menyetir ya? Lagian aku tahu jalan pintas ke rumah Ririn.""Sabar dong, La. Namanya juga mengendarai mobil baru, ya harus pelan-pelan lah. Kalau nanti lecet, bisa ketahuan Bang Ivan lagi kalau aku membawa mobilnya.""Perasaanku nggak enak, Van. Kamu sih membawa mobil Bang Ivan nyolong-nyolong begini. Kalau ketahuan bagaimana? Tahu begini, bagusan kita dianter ayahku saja seperti perjanjian semula.""Kamu tuh ya, Rim? Anak rumahan banget. Kita ini sudah tamat SMP. Bulan depan kita sudah berseragam SMA. Masa sih ke mana-mana masih dianter orang tua terus kayak anak TK?""Iya nih, La. Arimbi nggak asik. Tiap ke mana-mana kita berempat dianter ayahnya melulu atau Bang Ivan. Sekali-sekali kayak begini dong, nyetir sendiri. Bebas... lepas... kutinggalkan saja beban dihatiku... melayang dan melayang jauh..."Bener, Pris. Tapi kamu nggak usah pake acara nyanyi-nyanyi juga lagi. Ma
Baca selengkapnya

52. Mimpi Buruk.

"Ini, Rimbi. Ayo minum dulu." Ganesha menggenggamkan segelas air dingin ke tangan Arimbi yang menatap nyalang dinding kamar."Te--terima kasih, Mas." Dengan tangan gemetaran, Arimbi mencoba minum. Namun karena tangannya terus bergetar, sebagian air terpercik ke pangkuannya."Sini, saya bantu." Ganesha menempatkan mulut Arimbi pada birai gelas. Meminumkan beberapa teguk air dingin dengan sabar. Hatinya melembut menyaksikan Arimbi ketakutan seperti ini."Kamu mimpi apa?" Setelah meletakkan gelas di nakas, Ganesha kembali ke sisi ranjang. Ia duduk di samping Arimbi yang terpekur diam."Bukan apa-apa, Mas," jawab Arimbi kaku.Arimbi tidak ingin berbagi cerita padanya. "Baiklah. Apakah kamu baik-baik saja? Ingin saja temani sampai kamu tidur kembali?" tawar Ganesha lagi. Jujur, ia khawatir melihat keadaan Arimbi. Arimbi menggeleng lemah."Tidak perlu, Mas. Saya... saya... baik-baik saja." Setelah mengatakan kalau dirinya baik-baik saja air mata Arimbi mulai berlelehan. Padahal ia sudah be
Baca selengkapnya

53. Nyaris Tertabrak.

"Rim, Bapak berkemeja garis-garis yang baru masuk itu namanya Pak Imran. Pak Imran adalah customer tetap Mbak Sheila yang baru saja resign. Pak Imran adalah seorang pengusaha pertambangan. Type mobil yang digemari Pak Imran itu biasanya mobil sport dengan cc besar. Nah tugas lo sebagai sales counter adalah memperkenalkan mobil-mobil sport terbaru agar poinmu tinggi. Sana, dekati Pak Imran. Lakukan tugas lo dengan baik. Jangan lupa juga untuk melakukan up selling dan sugesstive selling agar poin lo makin maksimal. Semangat ya?"Rini selaku sales counter senior mengajari Arimbi tips dan trik menjadi sales counter yang baik."Oke. Doain gue berhasil menjual unit ya, Rin?" Arimbi bergegas menghampiri Pak Imran. Tidak lupa Arimbi juga membawa brosur dan price list harga mobil. Rini mengacungkan jempolnya."Selamat siang, Pak Imran. Saya Arimbi Maulida. Sales counter baru. Kalau saya boleh tahu Bapak mencari mobil jenis apa?" sapa Arimbi ramah."Kamu siapa?" Pak Imran menurunkan kacamatanya
Baca selengkapnya

54. Rahasia yang Terkuak.

"Gila banget itu mobil. Sama sekali nggak melambatkan kecepatan. Padahal dia tahun kalau kita mau menyeberang. Lo nggak apa-apa, Rim?" Rini, Valerie, Giska dan Wendy membantu Arimbi berdiri."Gue nggak apa-apa." Setelah menenangkan diri sejenak, Arimbi menenangkan baru bisa bersuara. Ia shock."Lutut lo berdarah, Rim! Kita ke rumah sakit ya? Lo bisa jalan atau mau gue papah?" Rini panik. Kedua lutut Arimbi luka-luka karena tergesek aspal. "Nggak usah ke rumah sakit. Cuma lecet-lecet kecil doang. Bisa gue obatin sendiri di showroom pake kotak P3K." "Luko lo kayaknya lumayan parah. Better lo ke rumah sakit deh. Nanti infeksi." Wendy jongkok. Ia memeriksa luka-luka Arimbi ngeri."Nggak usah. Luka kecil begini nggak masalah buat gue. Percaya deh. Nih, gue aja masih bisa jalan seperti biasa." Menahan perih Arimbi mencoba berjalan. Ia tidak ingin membuat rekan-rekannya cemas."Ya udah. Kalo gitu jalannya pelan-pelan." Rini dan Wendy memegangi lengan kanan dan kiri Arimbi. Sepanjang jalan
Baca selengkapnya

55. Pengakuan yang Terlambat

"Sebenarnya aku tidak berniat berbohong, Rim. Keadaanlah yang memaksa. Papa yang mengatur semuanya selama aku dan Priska koma. Sewaktu aku dan Priska sadar, kami berdua sudah berada di Toronto General Hospital."Berarti setelah kecelakaan, Prisila dan Priska dibawa orang tuanya ke Kanada. "Di sana aku harus menjalani operasi besar, karena telah terjadi pendarahan hebat pada organ-organ vitalku. Dadaku cedera parah karena terlempar keluar mobil. Paru-paruku dipenuhi darah sehingga kinerja jantungku tidak normal. Sementara Priska mengalami gegar otak. Kami berdua sekarat kala itu, Rim." Prisila mencoba menjelaskan situasi pasca kecelakaan sekitar sebelas tahun lalu waktu itu.Saat ini Arimbi, Prisila, Ivan dan Ganesha berada dalam ruangan Ivan. Ganesha berinisiatif mengumpulkan para pihak yang bertikai, untuk meluruskan kesimpangsiuran peristiwa masa lalu."Ceritamu ini berbanding terbalik dengan apa yang diceritakan oleh Bang Ivan. Bang Ivan bilang, kamu meneleponnya dari luar negeri
Baca selengkapnya

56. Mencari Alasan.

"Waktu itu aku marah, La. Aku bilang pada papa, bahwa aku akan mengatakan yang sebenarnya pada keluarga Vana. Papa mengamuk. Akibatnya papa membatasi ruang gerakku. Papa menggunakan jasa dengan pengawal untuk mencegah niatku. Aku juga tidak diberi ponsel. Intinya aku tidak punya akses apapun. Aku bahkan tidak lagi bisa berkomunikasi dengan Priska."Prisila menengadah. Menatap langit-langit ruangan sembari mencoba menghadirkan kembali situasi waktu itu."Pada suatu hari aku nekad menghubungi nomormu dengan mencuri pinjam ponsel pengawalku. Sialnya aku ketahuan. Padahal aku sudah sempat mendengar suaramu menjawab halo."Berarti nomor luar negeri yang meneleponnya dulu adalah Prisila. "Papa marah besar. Papa bilang kalau aku mengaku, maka aku akan di penjara di Indonesia sana. Mendengar kata penjara, aku takut, Rim. Aku tidak mau dipenjara. Papa bilang ia melakukan semua ini semua demi kebaikanku sendiri.""Dan kamu kemudian menyerah untuk memberitahukan yang sebenarnya?" tebak Arimbi.
Baca selengkapnya

57. Argumen Ganesha.

Sembari menyetir Ganesha melirik Arimbi yang duduk bagai patung di sampingnya. Saat ini ia akan membawa Arimbi ke rumah sakit untuk mengobati luka-lukanya. Lima belas menit sudah berlalu, sejak mereka berkendara. Namun suasana di dalam mobil tetap hening. Arimbi tidak bersuara sedikitpun. Sedari masuk ke dalam mobil, Arimbi mengunci mulutnya rapat-rapat dengan pandangan lurus ke depan.Biasanya Arimbi akan berbincang ringan demi mengurai keheningan di dalam mobil. Namun kali ini sikapnya berbeda. Di sepanjang perjalanan Arimbi hanya diam membisu. Air mukanya murung. Arimbi tampak tertekan setelah pertemuannya dengan Prisila. Ganesha tidak mengetahui apa yang mereka berdua bicarakan. Namun menilik air muka keduanya yang sedih dan muram, pasti keduanya belum menemukan titik terang."Antar saja saya pulang ke rumah ya, Mas? Kaki saya sudah tidak sakit lagi." Sekonyong-konyong Arimbi bersuara."Kakimu tetap sakit Rimbi. Hanya saja kamu tidak bisa merasakannya saat ini. Pikiranmu mengambi
Baca selengkapnya

58. Balas Dendam Pada Sandra.

"Masuk akal," Arimbi mengangguk puas. Begitu juga Ganesha. Keduanya lega atas alasan yang ingin mereka berdua yakini sendiri."Kita sudah sampai di UGD, Rim. Kamu tunggu di sini sebentar. Saya akan meminta petugas mengambil kursi roda untukmu." Ganesha melirik sekilas kedua lutut Arimbi yang terluka. Karena tidak segera diobati, luka-luka Arimbi sebagian tampak mengering dan membentuk kerak darah. Ganesha sadar, kalau Arimbi memaksa berjalan, pasti lututnya akan sakit karena kembali terluka."Nggak perlu, Mas. Saya masih bisa jalan sendiri ke UGD. Cuma lecet-lecet kecil biasa saja," Arimbi menggeleng keras. Ia tidak mau didorong-dorong seperti orang yang sedang sakit keras. "Mas langsung saja memarkir kendaraan. Lihat, mobil di belakang sudah menunggu Mas jalan. Oh ya, ini KTP saya untuk mengurus masalah administrasi." Arimbi membuka tas. Mengeluarkan KTP dari dompet dan meletakkannya di atas dashboard. Setelah mencangklong tas, ia membuka pintu mobil. Perlahan ia mencoba menjejek
Baca selengkapnya

59. Siapa Menebar Angin, Akan Menuai Badai.

Kabar buruk melanda keluarga Caturrangga. Nina keguguran! Arimbi tidak mengetahui dengan pasti apa yang menjadi penyebab Nina keguguran. Ia hanya menerima informasi singkat dari ibu mertuanya yang meminta ditemani ke rumah sakit. Ketika Arimbi mencari tahu dengan menelepon ibunya, sang ibu malah tidak mengetahuinya. Hubungan ibunya dengan Om Sujatmiko mendingin setelah kasus penghianatan Nina dan Seno. Sebenarnya Arimbi enggan menjenguk Nina. Istimewa hubungan mereka berdua sebagai sepupu juga tidak lagi seperti dulu. Arimbi yakin, Nina juga tidak senang dirinya ikut menjenguk. Hanya saja Arimbi sungkan untuk menolak permintaan ibu mertuanya.Arimbi memindai jam di pergelangan tangannya. Pukul 16.45 menit. Berarti sekitar lima belas menit lagi dirinya sudah bisa meninggalkan showroom. Arimbi merapikan meja kerjanya. Ibu mertuanya akan menjemputnya sebentar lagi. Setelah mejanya rapi, pandangan Arimbi tertumpuk pada Rini yang baru saja kembali dari toilet. Rini seketika tersenyum sopa
Baca selengkapnya

60. Karma Nina.

"Mbak Nina dirawat di lantai dan kamar berapa, Bu?" Arimbi menanyakan ruangan Nina pada Bu Santi, ketika memasuki gedung rumah sakit. "Kalau tidak salah katanya di lantai 5, Kenanga 115." Bu Santi mengingat-ingat pembicaraannya dengan Nina siang hari tadi."Kalau begitu kita naik lift di depan itu saja, Bu." Arimbi menggandeng lengan Bu Santi menuju lift. Di depan lift sudah banyak pembesuk yang mengantri. Karena memang hanya pada saat jam besuk seperti inilah, mereka boleh menjenguk pasien. Tangan mereka juga penuh dengan buah tangan dan alat-alat tidur. Mungkin sebagian dari mereka akan menemani pasien untuk menginap di rumah sakit. Sejurus kemudian pintu lift pun terbuka."Ayo kita masuk, Rim," seru Bu Santi."Tunggu penumpang lift keluar dulu baru kita masuk, Bu." Arimbi menahan lengan Bu Santi. Penumpang sangat banyak dan berdesakan masuk ke dalam lift. Arimbi ngeri melihat bagaimana penumpang terakhir tampak terhimpit di depan pintu lift. "Ya ampun. Sampai seperti ikan sarden
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
45678
...
10
DMCA.com Protection Status