Home / Thriller / THE FRAPPUCINO MURDER / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of THE FRAPPUCINO MURDER: Chapter 21 - Chapter 30

75 Chapters

Bahasa Bunga

NARASI VISCARIA Jumat, 19 Desember 1986/8 Tahun Vis terbangun dari tidur panjangnya. Air mata membasahi pipi Vis. Rasanya seperti Vis melihat beberapa kenangan masa lalunya dengan Zee, kakak yang selalu dicintainya. Vis nggak mau kehilangan Zee. Semuanya akan Vis berikan selama Zee bisa bahagia dan nggak lagi merasakan sakit yang selama ini dirasakannya sendirian. Vis membuka matanya dan melihat sekitar. “Nggak ada seorangpun di sini,” kata Vis kecewa. “Dan apa-apaan mimpi barusan? Itu sangat melelahkan, berat dan menyedihkan.” Kamar ini terlihat begitu besar tanpa Zee di dalamnya. Zee selalu membangunkan Vis. Jadi, hari ini pastilah Zee belum kembali sejak semalam. Pagi ini terasa sangat hangat, sangat berbeda dari biasanya. Bulan Desember selalu menghadirkan nuansa dingin yang mengerikan. Tapi, pagi ini terasa sangat nyaman. Vis mencoba menyingkirkan selimut dan mencoba berdiri. Kaki Vis nggak bertenaga sama sekali. Kaki-kaki kecilnya menolak untuk menopang tubuh kurus Vis. “
Read more

Boiling Hot

NARASI VISCARIA Jumat, 19 Desember 1986/8 Tahun Kepala Zee pasti sedang dipenuhi tanda tanya semalam. “Dia siapa?” “IRIS!” Paman menatap Zee dengan sangat tajam. Dia terlihat melotot. Vis pikir matanya akan melompat keluar. “Whanitha… wanita dengan gaungh… mewah. Gaun biru berenda!” Jadi itu nama gadis yang nggak punya kesempatan menang itu? Vis merasa kasihan padanya. Gadis itu terjebak dalam situasi yang sangat nggak menguntungkan. Zee seharusnya bisa menolongnya. Tapi Vis nggak ngerti kenapa Zee nggak mau langsung menolongnya saat itu juga. Tubuh Vis masih gemetaran. Vis nggak sanggup menghadapi keramaian ini secara mendadak. Ini terlalu berlebihan. Vis nggak bisa menahannya. Suara-suara keras dan teriakan seseorang tadi membuat Vis berharap jika dirinya nggak bisa mendengar suara apapun. “Tolong hentikan. Tolong lindungi Vis.” Vis menutup telinganya dan berbicara dengan sangat pelan sampai-sampai Zee nggak mendengarnya. “Paman tenanglah. Paman istirahatlah di sini. Vis, t
Read more

Petualangan Iris

NARASI IRIS 15 Desember 1986 “Iris, sayangku, apa kau yakin?” tanya Freesia di suatu malam saat aku secara diam-diam berusaha meninggalkan rumah. “Aku telah lama memikirkannya. Kau juga telah menyiapkan segala hal yang kuperlukan. Aku pasti akan baik-baik saja. Aku pastikan untuk kembali sebelum paman pulang. Yah, kupikir dalam tiga hari kedepan aku akan melihat banyak hal di luar sana. Jadi, tunggulah aku, Freesia.” Sudah puluhan kali aku pergi keluar secara diam-diam. Paman selalu melakukan perjalanan bisnis atau sIbuk dengan pekerjaan detektifnya setiap dua bulan sekali. Biasanya, paman akan pergi selama satu minggu untuk perjalanan bisnisnya dan hampir satu bulan penuh saat paman sedang menangani kasus besar. Minimnya angka kriminalitas di kota ini membuat tidak ada kasus besar yang memerlukan bantuan paman. Namun, beda ceritanya jika itu menyangkut kasus di luar kota. Karena itulah, paman bisa menghabiskan satu a
Read more

The Prey

NARASI IRIS Kamis, 18 Desember 1986/11:07 Malam Aku terus berlari di sepanjang jalan bebatuan malam kota Rosemary. Malam yang dingin, sedikit gerimis. Jalan bebatuan ini cukup basah dan licin. Aku terpeleset beberapa kali. Tangan, kaki, dan wajahku kotor. Gaun yang kukenakan juga kotor dan sebagian kecil dibagian bawah gaunku sedikit robek. Aku menangis. Aku telah salah dalam bertindak. Aku masih tidak percaya jika aku mendatangi bar itu dan bertemu dengan mereka. Mereka berencana untuk memberitahukan segala informasi yang mereka ketahui jika aku dapat mengalahkan mereka dalam sebuah perjudian. Aku tidak membawa banyak uang hari ini karena memang aku tidak biasanya melakukan hal-hal seperti itu. Jadi, aku hanya membawa uang secukupnya. Mereka mengatakan jika apa yang dipertaruhkan tidak harus berupa uang. Selama teruhan itu disetujui oleh kedua belah pihak, perjudian bisa dilakukan. Mereka menantangku dengan
Read more

Worst Date Ever!

NARASI IRIS Kamis, 18 Desember 1986/11:17 Malam Aku mendengar suara hujan. Suaranya terdengar cukup jauh dan tinggi. Sesuatu mengahalangi hujan turun ke bawah. Aku merasakan embusan angin yang membawa bau amis ke sekitarku. Aku tidak tahu sedang berada di mana. Semuanya gelap. Aku masih belum berani membuka mata. Tanganku terasa seperti sedang diikat. Kedua kakiku juga sepertinya terikat oleh sesuatu yang cukup kuat. “Hei.” Suara seseorang, suara ditengah berisiknya suara hujan. “Hei. Apa kau sudah sadar?” Suara itu sangat menenangkan. Aku tahu jika itu bukan suara yang harus kuwaspadai. Aku membuka mata dengan perlahan. Tidak banyak yang bisa kulihat. Pandanganku sepertinya miring. Aku sedang berbaring. Aku berbaring pada sesuatu. “Oh, syukurlah kau masih hidup,” kata si pemuda yang menolongku tadi. Aku terkejut dan buru-buru bangkit. Kepalaku menyundul kepalanya yang berada di atas kepalaku. “Agh!” “Oh, maaf. Aku tidak sengaja,” kataku cepat-cepat. “Astaga, itu tadi kuat sek
Read more

Usaha Terakhir

NARASI IRIS 18 Desember 1986/11:53 Malam Kupikir aku tertidur untuk beberapa lama. Aku sudah tidak begitu mendengar suara hujan. Lilin yang tadi cukup tinggi, sekarang sudah menjadi lebih pendek. Salah satu dari tiga lilin itu sudah mati. Salah satunya terjatuh dan juga mati. Meinggalkan satu lilin degan nyala api yang kecil. Aku kedinginan di sini. Angin berembus pelan dari arah kiriku, tempat pintu keluar berada. Seseorang pastilah sedang membukanya. Ini sungguh kesempatan yang bagus jika saja aku tidak terikat seperti ini. Ingatanku sedikit kabur, tapi aku masih dengan jelas mengingat apa yang terjadi sesaat sebelum aku pingsan. Kulihat tubuh pemuda di samping kiriku yang sepertinya belum banyak berubah sejak terakhir aku melihatnya. Dia tidak bergerak. Aku tidak ingin memikirkannya, tapi mungkinkah dia sudah mati? Menerima siksaan seperti itu pastilah sangat menyakitkan. Aku tidak berpikir akan ada manusia yang bisa selamat dari hal itu. Jika memang Zee sudah tiada, apa yang bis
Read more

Gadis yang Ditinggalkan

NARASI VISCARIA 19 Desember 2003 Tujuh belas tahun yang lalu Vis akan sedang berbaring di sebuah ruang penyimpanan bir tua yang hampir di setiap sudut atas ruang ada sarang laba-labanya. Lantai kayu yang terus berderit saat diinjak dan aroma khas tempat yang lembab membuat hari-hari yang dirinya lalui sungguh luar biasa tidak sehat. Satu-satunya jendela yang bisa dibuka cukuplah bisa memberikan banyak perubahan pada sirkulasi ruang itu. Sebuah pohon besar yang salah satu cabangnya mengarah ke jendela, yang kemudian di potong, memberikan udara yang sejuk dan bertindak sebagai sebuah media untuk menyerap aroma bir yang didiamkan. Jika dibuat daftar Hal yang Paling Vis Sukai, pohon itu ada di daftar nomor dua. Daftar nomor satu dalam daftar Hal yang Paling Vis Sukai tentunya adalah seorang pemuda bertubuh tinggi, dengan wajah menyenangkan dan suara yang menenangkan. Diri-Nya menghabiskan delapan tahun untuk tinggal bersama pemuda itu. Vis belajar banyak hal darinya. Salah satu hal yan
Read more

Ikatan

NARASI VISCARIA19 Desember 2003Jika Vis ingat-ingat lagi, untuk suatu alasan tertentu, Vis merasa perlu untuk bertemu dengan kak Iris. Paman menyampaikan apa yang menjadi keinginan Vis itu kepada pemimpin Keluarga Wisteria itu. Vis tidak tahu bagaimana paman bisa berhubungan dengan seorang bangsawan. Mungkin, setelah Vis melarikan diri itulah mereka berbincang tentang sesuatu yang tidak Vis dengar.Pada akhirnya, kak Iris akan datang mengunjugi Vis secara berkala dengan ditemani Nyonya Freesia. Terkadang, Paman Elmer ikut datang menjenguk. Kak Iris benar-benar meluangkan dan mendedikasikan waktunya untuk lebih mengenal Vis yang tidak banyak bicara. Tidak ada kebohongan atau kepalsuan yang ditampilkan oleh ketiga orang itu. Mereka semua benar-benar tersenyum, berbicara, dan tertawa dengan sepenuh hati. Vis sedikit merasakan kehangatan yang belum pernah dirasakan-Nya sebelumnya. Kehangatan keluarga yang benar-benar didambakan Vis sejak lama.Suatu ketika, kak Iris datang bersama denga
Read more

Mind Game

NARASI VISCARIA 19 Desember 2003 Vis membuka mata dengan perlahan. Merasa jika Diri-Nya telah cukup merasakan rindu yang tiba-tiba muncul tadi, Dia mengusap air mata yang masih tersisa di mata dan pipinya. Vis mencoba untuk dapat lebih menikmati udara di Jumat pagi ini. Vis melihat meja segi delapan dengan ukiran yang sangat cantik di bagian tepinya. Meja yang ada di depannya itu berwarna putih tulang yang terbuat dari porselen. Meja itu telah menemani waktu minum teh Vis setiap pagi dan sore. Di meja ini terpasang bangku yang juga terbuat dari porselen. Di setiap dua sisi meja ini terdapat bangku yang mengikuti bentuk meja. Bangku ini terhubung di setiap dua sisi meja dan terpisah dengan bangku di dua sisi meja lainnya. Vis mencoba mengatur napas agar merasa lebih tenang. Vis sangat bergantung pada sesi minum teh ini karena Diri-Nya membutuhkan tenaga yang cukup untuk memulai hari. Di hadapan Vis saat ini ada secangkir teh yang terbuat dari daun Camellia Sinesis yang telah diferme
Read more

The Round Table

NARASI VISCARIA19 Desember 2003Vis berlutut di hadapannya dan memeluknya dengan erat.“Kak Vis,” katanya. “Aku nggak bisa napas.”“Tapi Vis sangat ingin bertemu denganmu,” kata Vis.“Nikmatilah waktu kebersamaan kalian, anak-anak.” Kak Iris, dengan wajah lega, berjalan menuju meja tempat Vis minum teh sebelumnya.“Azalea benar-benar tidak bisa dikendalikan. Hanya Vis saja yang bisa melakukannya,” kata Nyonya Freesia yang sudah semakin tua.“Itu benar. Aku tidak tahu apa yang menyebabkan anak ini susah diatur,” keluh kak Iris.Ama sudah bangkit dari duduknya. Dia berdiri dan menundukkan badannya kepada kak Iris dan Nyonya Freesia.“Buah jatuh tidak jauh dari—” kata Nyonya Freesia sambil tertawa geli.“Iya, iya Bu. Aku tahu aku melakukan hal yang sama saat aku masih seusianya.” Kak Iris duduk dan mengeluh. Vis pikir menjadi seorang Ibu memanglah merepotkan.“Itu benar sekali. Aku sampai harus berlarian kesana kemari padahal punggungku sudah mulai sakit.” Nyonya Freesia duduk di sampin
Read more
PREV
1234568
DMCA.com Protection Status