Home / CEO / Wanita Incaran CEO Arogan / Chapter 91 - Chapter 100

All Chapters of Wanita Incaran CEO Arogan: Chapter 91 - Chapter 100

187 Chapters

BAB 91 ~ PERMINTAAN RASA LAMARAN

Lelaki yang duduk di samping Debby itu tidak langsung menyahut. Wanita itu justru mendengar helaan napas panjang yang keluar dari bibir William.   “Aku tahu kamu pasti masih terguncang saat ini. Sebenarnya, ada banyak pertanyaan yang mau kuajukan sama kamu. Tapi aku akan membiarkanmu istirahat dulu malam ini. Kita bicarakan ini besok saat kondisimu sudah lebih baik. Jangan menghindar!” tandas William cepat saat Debby baru akan membuka mulut lagi untuk melayangkan protes lain. “Aku mau tahu semuanya!”   “Ck!” decak Debby sebal.   “Apa kamu bisa minta Fanny untuk menemanimu malam ini?”   Debby kembali menoleh dengan cepat. Ditatapnya lelaki itu lurus-lurus. “Nggak perlu merepotkan orang lain, Pak! Aku nggak apa-apa kok!”   “Bibirmu mungkin bisa bilang nggak apa-apa, tapi di dalam sana siapa yang tahu selain kamu, ha?” ucap lelaki itu sembari menunjuk ke arah organ hati Debby berada
Read more

BAB 92 ~ ANCAMAN

William sudah gatal ingin segera menanyai Debby perihal laki-laki yang sudah bersikap kurang ajar pada wanita itu tadi. Namun, ia bisa melihat kalau Debby masih terguncang. Ia juga tidak tenang meninggalkan wanita itu sendirian. Sayangnya, wanita itu benar-benar keras kepala. William gelisah sepanjang malam. Tubuhnya dibolak-balik di atas pembaringan. Rasanya tidak ada posisi yang nyaman untuk tidur, padahal biasanya ia gampang tertidur. Netra sipit beriris cokelat tua itu pun enggan terpejam. Ia masih memikirkan tentang Debby. “Apakah kamu bisa tidur, Sayang? Bagaimana keadaanmu sekarang? Apakah tidurmu nyenyak?” gumam William seraya menatap langit-langit kamar. Tiba-tiba William mengangkat tubuh dan menyalakan lampu tidur di atas nakas. Ia kemudian meraih ponsel. Jam digital yang muncul di layar menunjukkan pukul dua dini hari kurang beberapa menit. Ia lalu mengatur bantal di kepala ranjang. Setelah bimbang sejenak, William akhirnya nekat mengirim pesan. “Baby, apa kamu sudah tid
Read more

BAB 93 ~ MENGURAS ENERGI

Selama beberapa hari berikutnya, Debby selalu berusaha menghindari pembicaraan mengenai Ferdinand setiap kali William bertanya. Ia tahu lelaki itu mulai kesal meski tidak diutarakan. “Maaf, Pak, aku benar-benar belum bisa cerita,” sesal Debby ketika William kembali bertanya malam ini. “Aku tahu Bapak pasti kecewa, tapi aku juga bukannya tenang-tenang aja, Pak. Aku juga stres.” “Stres kenapa, Baby?” William bertanya dengan kening berkerut. “Aku tahu Bapak tulus padaku. Tapi semua yang Bapak minta selama ini meski berupa candaan, itu semua membebaniku. Semua yang Bapak minta itu merupakan langkah besar buatku dan aku belum siap mengambil langkah sebesar itu. Aku juga bukannya nggak mau memercayai Bapak. Aku mau. Aku mau, Pak,” ucap Debby seraya menganggukkan kepala. Selama berbicara tatapan matanya terus tertuju pada William. “Rasanya sudah lelah menanggung beban selama ini sendirian,” bisik Debby sambil menunduk. Namun, detik berikutnya, kepalanya kembali terangkat. “Tapi setengah h
Read more

BAB 94 ~ BIBIT CEMBURU

William kegirangan saat mendengar Debby mau memasakkan sesuatu untuknya. Ini kali kedua Debby membuatkan sesuatu untuknya sejak William mulai bertandang ke rumah wanita itu meskipun yang pertama ia tidak melihatnya langsung. Namun, bukannya membantu seperti yang dikatakannya tadi, lelaki itu justru sibuk memeriksa isi dapur setelah mendapat izin dari sang empunya dapur.   “Ya ampun, Pak! Bapak ini kayak lagi inspeksi aja! Buat apa sih?” Wanita yang mulai sibuk menyiapkan bahan-bahan untuk membuat hidangan makan malam hanya bisa menggelengkan kepala.   “Gak ada apa-apa sih. Cuma pengin tahu letak-letaknya aja. Aku kan jarang ke dapurmu kalau lagi main ke sini. Siapa tahu suatu saat nanti aku harus cari apa gitu di sini waktu kamu gak bisa, ‘kan aku jadi gak bingung?”   “Ck! Nggak usah cari-cari alasan deh, Pak. Memangnya Bapak butuh apa?” tanya Debby dengan tangan terus bergerak lincah. Semua gerak-gerik wanita itu pun ta
Read more

BAB 95 ~ UKURAN SI AYAM JANTAN

“Siapa sih yang dibicarakan sama mereka? Feeling-ku kok laki-laki, ya,” batin William yang semakin diliputi rasa penasaran. Sekarang, bahkan ada rasa ... tidak suka!   “Gak suka?” ulang William dalam hati. Ia sudah tidak berusaha untuk menguping pembicaraan antara ayah dan anak itu lagi.   “Benar. Kalau yang mereka bicarakan itu laki-laki, ya ampun, aku benar-benar merasa iri,” keluh William dalam hati. Ia lalu mendesah. “Ya ampun, Will! Kamu itu apa-apaan sih? Bisa-bisanya kamu iri! Jangan seperti anak kecil! Lagian apa yang mereka bicarakan itu bukan urusanmu. Hah! Belum. Belum jadi urusanku!” tukas William dalam hati. Satu tangannya yang bertumpu pada meja bar memijat pangkal hidungnya. Kedua matanya terpejam erat dengan kerutan menghiasi area di antara kedua alisnya.   “Tapi … astaga! Aku benar-benar iri! Siapa pun orang itu! Ya, Tuhan. Aku benar-benar gak suka sama situasi ini. Kenapa aku merasa buruk berad
Read more

BAB 96 ~ KEBAKARAN

Lagi-lagi telinga William langsung menangkap pekikan sebal dari bibir mungil Debby. “Pak!” William rela jika telinganya bakal terus berdenging sepanjang malam ini asalkan bisa melihat lagi ekspresi yang baru saja diperlihatkan oleh Debby. Jiwa usilnya sudah kegirangan seperti anak kecil mendapat hadiah. William terus mengamati wanita itu. Ia bahkan bisa melihat mata sipit Debby mengintip dari sela-sela jari tangannya. Ia semakin terkekeh. “Jangan menatapku kayak gitu, Pak!” protes Debby seraya memutar tubuh dan menjauh. “Eh, kamu mau ke mana, Baby? Jangan pergi dulu! Obrolan menarik kita belum selesai. Aku kan pengin tahu jawabanmu, Baby,” seru William semakin jahil. Meskipun menjauh, Debby ternyata tidak meninggalkan dapur. Ia kemudian menyahut dengan nada sebal, “Ya ampun, Pak! Kenapa topiknya jadi menyerempet ke sana
Read more

BAB 97 ~ BUKA KARTU

“Kalau seperti ini terus sih, mungkin memang sebaiknya aku pulang aja deh,” pikir William. Ia sangat frustrasi. Setelah membisu beberapa saat, akhirnya Debby berkata, “Aku nggak suka, ya, Bapak curi-curi kesempatan kayak tadi! Sudah beberapa kali Bapak kayak gitu, lo! Kalau Bapak masih kayak gitu terus, mending Bapak nggak usah ke sini lagi!” “Baby!” potong William dengan kaget. Jantungnya berasa langsung terjun bebas ke perut. Debby mengangkat tangan dan menghentikan segala protes yang hendak dilontarkan William. “Bapak tadi bilang kita sama-sama belajar, ‘kan? Aku belajar memercayai Bapak. Bapak belajar sabar dan menahan diri. Tapi ini apa?” beber Debby sambil membuka satu telapak tangan di atas meja. Debby mendengkus sebal. “Belum juga lewat 24 jam, lo, Pak,” kritik Debby lebih lanjut. “Kalau Bapak kayak gitu terus, gimana aku mau memercayai Bapak? Hah, kayaknya aku sudah nggak bisa nerima Bapak di rumah ini lagi! Bapak nggak usah lagi menghubungiku! Hubungan kerja kita toh jug
Read more

BAB 98 ~ HUKUMAN

“Hah! Bukan cuma karena itu, Pak!” sahut Debby dengan sewot. Semburat merah lagi-lagi muncul meski hanya di pipi. “Bapak ini selalu aja membalikkan keadaan, tahu! Berapa kali aku menolak atau mengusir Bapak, tapi Bapak selalu berhasil membalik keadaan lewat kata-kata Bapak! Menyebalkan!” William terkekeh. “Aku kan sudah bilang gak akan melepasmu, Baby. Jadi, bagaimana?” Lagi-lagi lelaki itu harus menunggu. Dalam hati, ia berdoa supaya Debby menyetujui usulnya dan mau terbuka padanya. Ia menanti dengan sabar meski dalam hati sudah ketar-ketir. “Hah, aku nggak bisa jawab sekarang, Pak,” ucap Debby pada akhirnya. “Beri aku waktu buat berpikir.” William menimbang-nimbang sejenak. “Baiklah kalau itu yang kamu butuhkan, Baby. Aku akan kasih waktu sebanyak yang kamu butuhkan, tapi jangan terlalu lama. Aku bisa semakin gila k
Read more

BAB 99 ~ DITUNGGU CAMER

Debby melebarkan daun pintu pagar. Rasa isengnya yang muncul sejak lelaki itu mendeklarasikan perasaan cemburunya masih bertahan hingga sekarang. Sambil tersenyum manis dengan niat menggoda, wanita itu berujar, “Karena Bapak sudah sering bikin aku nggak nyaman, apalagi malam ini sudah bikin aku malu sampai beberapa kali. Sekarang, giliran Bapak yang merasakan. Adil, ‘kan?” Selesai berbicara, Debby langsung membuka telapak tangannya ke arah jalan raya. “Ya, Tuhan! Baru kali ini, aku lihat sisimu yang ini. Ternyata kamu pendendam, ya?” William terkekeh. “Oh, itu khusus buat Bapak. Baru tahu?” Debby berbicara seolah-olah itu hal biasa, bukan sesuatu yang buruk, dan tetap menampilkan senyum manis. William langsung terbahak-bahak. “Haruskah aku tersanjung?” Debby hanya mengangkat bahu dengan senyum tetap terkembang dan tidak mengatakan apa-apa lagi.
Read more

BAB 100 ~ TAKUT

Netra Debby langsung melebar mendengar pertanyaan sang papi. Namun, detik berikutnya, bibir Debby langsung mengerucut.“Ish! Papi ini, lo! Aku tahu maksud Papi!” protes Debby sambil menggelayut manja pada lengan lelaki paruh baya di sampingnya. Keduanya lantas berjalan bersisian ke dalam rumah. “Masa anak sendiri pulang yang ditanya malah anak orang lain sih?”Gunawan sontak terbahak-bahak. “Lo, kamu kan sudah di depan Papi. Buat apa Papi tanya kamu lagi? Lagian kondisimu juga terlihat baik-baik saja.“Kalau Papi tanya anak orang lain, itu kan karena Papi sudah mengingatkan kamu supaya mengajak anak itu ke rumah. Tapi sampai sekarang malah gak kelihatan batang hidungnya. Jadi, wajar ‘kan kalau Papi menanyakan keberadaannya?”Gunawan semakin terkekeh ketika Debby semakin memberengut. Kepala berambut hitam lurus dengan banyak uban di sana sini itu lantas menggeleng-geleng pelan.“Duh, anak Papi! Ya, sudah! Ya, sudah! Gimana kabarmu? Capai, gak? Ayo, sini duduk dulu.” Gunawan menarik Debb
Read more
PREV
1
...
89101112
...
19
DMCA.com Protection Status