All Chapters of Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan: Chapter 141 - Chapter 150

525 Chapters

141. Apakah Perih?

Frank tersentak dan berbalik. Susan kini dapat melihat dengan jelas wajah kusut yang penuh air mata itu. “Nyonya Martin?” Cepat-cepat, sang CEO tertunduk dan menyeka wajahnya dengan sapu tangan. “Bagaimana rasanya ditolak oleh putrimu sendiri? Apakah perih?” Suara Susan lembut. Namun, kata-katanya menancap tepat pada luka batin Frank. “Ya, aku tahu. Apa yang kurasakan ini pasti tidak sebanding dengan apa yang mereka rasakan selama ini. Aku mengerti,” pria itu mengangguk dengan dagu yang berkedut. Melihat betapa menyedihkannya sang CEO, Susan tersenyum kecut. Tanpa sepatah kata pun, ia melangkah masuk lalu duduk di salah satu kursi dekat meja itu. “Bagus kalau kamu tahu. Penderitaan yang mereka alami memang tidak akan pernah sebanding dengan penderitaanmu. Bagaimana bisa?” Susan mengangkat pandangan, menelusuri interior mewah ruangan itu. “Kamu tinggal di tempat sebagus ini, sedangkan kami terpaksa menyewa apartemen kumuh. Louis
Read more

142. Kau Memanggilku Anjing?

Dengan gagah berani, Louis merentangkan sebelah tangan di hadapan Isabel. Pipinya menggembung, matanya terlihat cekung. “Berhenti! Kau tidak boleh lewat!” Mendapat sambutan yang mengejutkan itu, Isabela mengerjap. Ia nyaris saja tertawa remeh. Bocah laki-laki itu bahkan tidak lebih tinggi dari pinggangnya, tetapi berani menantangnya? Namun, mengingat tugas yang diberikan oleh Rowan, ia cepat-cepat menyunggingkan senyum. “Halo, Anjing Kecil. Selamat pagi! Apa kabarmu hari ini?” Louis menurunkan tangan. Akan tetapi, kerut alisnya masih terpasang. “Kau memanggilku anjing?” Isabel tersentak. “Ini tidak seperti yang kau pikirkan. Anak anjing itu panggilan sayang. Jangan tersinggung. Aku tidak bermaksud menghinamu. Sebaliknya ....” Gadis itu mempermanis senyum. “Aku datang ke sini untuk meminta maaf kepadamu dan saudaramu. Aku sadar kalau kedatanganku kemarin telah membawa masalah besar untuk kalian. Ucapanku memang terlalu kasar.” L
Read more

143. Skandal yang Menggemparkan

Frank nyaris menyemburkan tawa. Ia diam-diam bangga mendengar ketegasan putranya. “Kau dengar itu, Isabel? Anak-anak saja pandai menilai.” Napas sang gadis mulai menderu. Sekeras apa pun ia menusuk jempol dengan telunjuk, rasa sakitnya tak mampu mengalihkan kesal. “Hubby, tidakkah kau berpikir untuk mendisiplinkan anak ini? Sebentar lagi kita akan menikah dan aku akan menjadi ibunya. Keluarga kita butuh keharmonisan. Tidak bisakah kita berdamai sekarang dan mulai membangun hubungan?” Frank tersenyum mendengar getar suara Isabel. Perempuan itu memang tidak pernah tulus. Ia bahkan tidak pernah bersabar dalam menggapai apa yang ia mau. “Kau yakin bersedia menjadi ibu untuk anak-anakku?” tanyanya ragu. “Tentu saja. Kara saja mampu, apalagi aku,” jawabnya sambil mengernyit sekilas. Frank mengangkat alis dan mengangguk-angguk. “Memangnya kau bisa menyuap mereka makan? Memandikan mereka? Membacakan cerita sampai mereka tertidur?” Isabela melipat tangan dan mengangkat wajah. “Apa susahn
Read more

144. Rowan Murka

“Hei,” Frank menangkup pipi yang agak pucat itu, “jangan khawatir. Semuanya ada dalam kendaliku. Tidak akan ada masalah baru.” “Kau selalu saja bilang begitu,” desah Kara sambil menunduk, menghindar dari tatapan sang CEO. Dengan lembut, Frank mengangkat dagu yang tampak berat itu. “Aku hanya mengungkapkan kebenaran dan inilah cara terampuh untuk membatalkan pernikahanku dengan Isabela.” “Bagaimana jika dia membalas dengan menerbitkan artikel tentang kita? Perusahaan Savior dan Perusahaan Hall bisa berperang.” “Kalau itu terjadi, bagus! Savior akan menang dan hubungan kita tidak perlu ditutupi lagi,” timpal Frank ringan.  Kara sontak mengernyitkan dahi dan mendesah, “Frank?” “Aku serius. Itu sama sekali bukan masalah besar bagiku. Setiap orang memang pernah melakukan kesalahan, Kara. Yang membedakannya adalah bagaimana orang itu bertanggung jawab. Jadi, apa yang kau khawatirkan?” “Kau tidak mendekatiku untuk mengantisipasi
Read more

145. Racuni Dia!

“Omong kosong! Kau lupa? Nama belakangnya adalah Hall? Dia adalah jembatan untuk memperluas koneksi kita. Kau seharusnya mengubur aibnya itu, bukan malah menaikkannya ke permukaan!” Suara Rowan semakin memuncak. Akan tetapi, sang cucu tetap menanggapi dengan santai. “Aku heran mengapa Kakek bersikeras ingin menjalin relasi dengan keluarga Hall? Bukankah mereka sudah terbukti tidak kuat? Lihatlah bagaimana mereka menangani skandal ini. Berita ini tidak akan sempat naik jika mereka benar-benar sigap.” “Frank Harper!” bentak Rowan bergema. Wajahnya telah sangat merah. “Aku tidak mau mendengar apa-apa lagi darimu. Sudahi permainanmu! Kali ini, aku tidak akan membiarkanmu berulah lagi.” Alih-alih menutup mulut, Frank malah melebarkan senyum. “Memangnya apa yang Kakek inginkan dariku? Menarik semua berita tentang kebobrokan Isabela? Tapi seluruh dunia sudah tahu. Kalau mau menerima Isabela sebagai istriku, aku akan dicap bodoh oleh semua orang. Kakek tidak
Read more

146. Aku Melihatnya dengan Jelas

Louis terkekeh. “Apakah kalian terkejut? Aku sedang bermain polisi-polisi. Aku datang ke sini untuk berpatroli dan menghibur Emily.” “Kau datang untuk membuatku kesal, bukan menghibur! Lihatlah teh itu! Untung saja tidak mengenai buku ceritaku,” gerutu Emily seraya menunjuk buku di pangkuan sang ibu. “Maaf,” ujar Louis sembari melangkah masuk. Bibirnya melengkung melihat kaki pelayan yang gemetar itu. “Apakah kau juga kesal padaku?” Perempuan muda itu tertunduk. Alisnya masih berkerut. “Tentu saja tidak, Tuan Muda. Tunggu sebentar. Saya akan membersihkan teh yang tumpah ini.” Dengan hati-hati, ia membawa keluar sisa teh yang tertampung pada baki. Seperginya pelayan itu, Louis tersenyum lebar kepada Emily. “Bagaimana keadaanmu? Sepertinya kamu sudah sehat.” Bibir Emily mengerucut. “Ya, tapi aku malas keluar. Aku belum mau bertemu orang itu.” Ia masih malas menyebut nama Frank. “Apakah itu berarti kita tidak jadi makan siang bersama?” Alis Louis kembali terangkat. Situasi itu lebih
Read more

147. Tidak Bisa Bernapas

Namun, enggan mengaku, Louis kembali bersuara. “Selain itu, ada satu hal lagi yang perlu kamu lakukan.” Sambil mengacak rambut putranya, Frank berbisik, “Apa?” “Ini soal kakekmu dan laki-laki berbadan besar itu.” Senyum Frank seketika memudar. Firasat buruk telah memenuhi relung hatinya. “Ada apa dengan mereka?” Setelah memperhatikan pintu tertutup rapat, Louis mengangkat tangan di samping mulutnya. “Tadi aku tidak sengaja mendengar, kakekmu meminta laki-laki besar itu untuk meracuni seseorang. Kurasa, itu Mama.” Jantung Frank langsung berdegup kencang. Bola matanya bergetar mengamati Louis. “Kamu mendengar itu? Lalu ..., apakah kamu tidak apa-apa?” “Aku baik-baik saja, hanya sedikit kecewa. Tapi aku bersyukur Emily tidak tahu. Kalau tidak, dia bisa sakit lagi. Kakek Baik Hati ternyata sangat jahat. Dia seperti nenek sihir yang memberikan apel beracun kepada Putri Salju.” “Kamu sudah memberi tahu siapa saja?” Frank memegangi le
Read more

148. Sekarang, Kamu Punya Aku

Melihat wajah Louis yang memerah, semua orang terbelalak. “Astaga, Louis!” Kara bangkit dari kursi dan menghampiri sang putra. Frank yang duduk di kursi tuan rumah tiba lebih cepat. Ia berlutut, memegangi sebelah lengan sang balita. Namun, bukannya memberi Louis obat penawar atau pertolongan medis lainnya, ia malah memijat bagian belakang lehernya. “Muntahkan!” Susan yang duduk di samping Louis hanya bisa menyaksikan dengan napas tertahan, sama seperti yang lain. Emily bahkan mulai mencebik, menggantung di tepi kursi. Ia tidak tahu harus ikut menghampiri atau menonton dari jauh. Sesaat kemudian, sepotong jeli terlempar keluar dari mulut Louis. Selang beberapa batuk kecil,napasnya berangsur normal. “Tidak apa-apa, Jagoan. Kamu baik-baik saja.” Frank dengan tenang memberinya minum. Semua orang kini mematung. “Louis tersedak? Bukan keracunan?” gumam Kara yang berdiri di belakang Frank. Tangannya sudah menggenggam sebuah pisau. Ia
Read more

149. Buatlah Kehebohan di Sana

Prang! Satu-satunya vas yang tersisa akhirnya membentur dinding. Pecahannya berserakan, menimpa puing-puing porselen lain yang sudah berjam-jam tergeletak. “Aaargh! Kenapa tidak ada satu pun media yang mau berpihak kepadaku? Aku ini Isabela Hall! Apakah mereka semua tidak tahu seberapa hebat keluargaku? Berani-beraninya mereka menolak klarifikasi dariku!” Vidi yang berdiri di samping sofa Isabela tertunduk semakin dalam. Tubuhnya yang gempal gemetar menahan degup jantung yang menggila. “M-maaf, Nona. Tapi, lawan kita adalah Frank Harper. Para media tidak berani mengambil risiko. Jika mereka menerbitkan berita bahwa bukti-bukti sebelumnya adalah hasil rekayasa, Frank bisa saja menghancurkan mereka.” “Aku tidak mau tahu! Sebentar lagi, orang tuaku tiba. Kalau bukan Frank yang menghancurkan mereka, aku yang akan diremukkan oleh orang tuaku!” pekik Isabela di puncak suaranya. Tangannya mencengkeram sofa lebih erat. Ia sudah tidak peduli dengan rambut ataupun riasan wajahnya yang ber
Read more

150. Janji Sebelum Berpisah

"Tunggu, Mama. Menunduklah sebentar. Fascinator Mama perlu dibetulkan."  Emily mengangkat kedua tangannya. Kara pun membungkuk, membiarkan sang putri merapikan jaring pada topinya.  "Selesai. Dengan begini, orang-orang tidak akan mengenali Mama. Mereka hanya bisa melihat kecantikan Mama." Mendengar suara manis balita itu, lengkung bibir Kara semakin lebar. "Terima kasih, Madu Kecil." "Sama-sama, Mama." Emily mengelus pipinya sendiri, memastikan tidak ada rambut yang menempel di sana.  Melihat sikap manis sang putri, Frank sangat ingin memujinya. Namun, mengingat gadis mungil itu masih enggan berbasa-basi dengannya, ia terpaksa menoleh ke Jeremy. "Bagaimana kondisi hari ini?"  Sang asisten bergegas memeriksa ponselnya lagi.  "Baik Isabela maupun keluarganya masih belum memberikan tanggapan. Kakek Anda juga tidak melakukan apa-apa. Skandal ini sedikit reda karena publik mulai jenuh bertanya-tanya."
Read more
PREV
1
...
1314151617
...
53
DMCA.com Protection Status