Share

141. Apakah Perih?

Penulis: Pixie
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Frank tersentak dan berbalik. Susan kini dapat melihat dengan jelas wajah kusut yang penuh air mata itu.

“Nyonya Martin?” Cepat-cepat, sang CEO tertunduk dan menyeka wajahnya dengan sapu tangan.

“Bagaimana rasanya ditolak oleh putrimu sendiri? Apakah perih?”

Suara Susan lembut. Namun, kata-katanya menancap tepat pada luka batin Frank.

“Ya, aku tahu. Apa yang kurasakan ini pasti tidak sebanding dengan apa yang mereka rasakan selama ini. Aku mengerti,” pria itu mengangguk dengan dagu yang berkedut.

Melihat betapa menyedihkannya sang CEO, Susan tersenyum kecut. Tanpa sepatah kata pun, ia melangkah masuk lalu duduk di salah satu kursi dekat meja itu.

“Bagus kalau kamu tahu. Penderitaan yang mereka alami memang tidak akan pernah sebanding dengan penderitaanmu. Bagaimana bisa?”

Susan mengangkat pandangan, menelusuri interior mewah ruangan itu. “Kamu tinggal di tempat sebagus ini, sedangkan kami terpaksa menyewa apartemen kumuh. Louis

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Eita Mohamad
Kesian frank kesian lagi kara
goodnovel comment avatar
SK Celey
OMG... Isabela datang ... lanjut Thor... nggak sabar baca keheb9han berikutnya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   142. Kau Memanggilku Anjing?

    Dengan gagah berani, Louis merentangkan sebelah tangan di hadapan Isabel. Pipinya menggembung, matanya terlihat cekung. “Berhenti! Kau tidak boleh lewat!” Mendapat sambutan yang mengejutkan itu, Isabela mengerjap. Ia nyaris saja tertawa remeh. Bocah laki-laki itu bahkan tidak lebih tinggi dari pinggangnya, tetapi berani menantangnya? Namun, mengingat tugas yang diberikan oleh Rowan, ia cepat-cepat menyunggingkan senyum. “Halo, Anjing Kecil. Selamat pagi! Apa kabarmu hari ini?” Louis menurunkan tangan. Akan tetapi, kerut alisnya masih terpasang. “Kau memanggilku anjing?” Isabel tersentak. “Ini tidak seperti yang kau pikirkan. Anak anjing itu panggilan sayang. Jangan tersinggung. Aku tidak bermaksud menghinamu. Sebaliknya ....” Gadis itu mempermanis senyum. “Aku datang ke sini untuk meminta maaf kepadamu dan saudaramu. Aku sadar kalau kedatanganku kemarin telah membawa masalah besar untuk kalian. Ucapanku memang terlalu kasar.” L

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   143. Skandal yang Menggemparkan

    Frank nyaris menyemburkan tawa. Ia diam-diam bangga mendengar ketegasan putranya. “Kau dengar itu, Isabel? Anak-anak saja pandai menilai.” Napas sang gadis mulai menderu. Sekeras apa pun ia menusuk jempol dengan telunjuk, rasa sakitnya tak mampu mengalihkan kesal. “Hubby, tidakkah kau berpikir untuk mendisiplinkan anak ini? Sebentar lagi kita akan menikah dan aku akan menjadi ibunya. Keluarga kita butuh keharmonisan. Tidak bisakah kita berdamai sekarang dan mulai membangun hubungan?” Frank tersenyum mendengar getar suara Isabel. Perempuan itu memang tidak pernah tulus. Ia bahkan tidak pernah bersabar dalam menggapai apa yang ia mau. “Kau yakin bersedia menjadi ibu untuk anak-anakku?” tanyanya ragu. “Tentu saja. Kara saja mampu, apalagi aku,” jawabnya sambil mengernyit sekilas. Frank mengangkat alis dan mengangguk-angguk. “Memangnya kau bisa menyuap mereka makan? Memandikan mereka? Membacakan cerita sampai mereka tertidur?” Isabela melipat tangan dan mengangkat wajah. “Apa susahn

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   144. Rowan Murka

    “Hei,” Frank menangkup pipi yang agak pucat itu, “jangan khawatir. Semuanya ada dalam kendaliku. Tidak akan ada masalah baru.” “Kau selalu saja bilang begitu,” desah Kara sambil menunduk, menghindar dari tatapan sang CEO. Dengan lembut, Frank mengangkat dagu yang tampak berat itu. “Aku hanya mengungkapkan kebenaran dan inilah cara terampuh untuk membatalkan pernikahanku dengan Isabela.” “Bagaimana jika dia membalas dengan menerbitkan artikel tentang kita? Perusahaan Savior dan Perusahaan Hall bisa berperang.” “Kalau itu terjadi, bagus! Savior akan menang dan hubungan kita tidak perlu ditutupi lagi,” timpal Frank ringan. Kara sontak mengernyitkan dahi dan mendesah, “Frank?” “Aku serius. Itu sama sekali bukan masalah besar bagiku. Setiap orang memang pernah melakukan kesalahan, Kara. Yang membedakannya adalah bagaimana orang itu bertanggung jawab. Jadi, apa yang kau khawatirkan?” “Kau tidak mendekatiku untuk mengantisipasi

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   145. Racuni Dia!

    “Omong kosong! Kau lupa? Nama belakangnya adalah Hall? Dia adalah jembatan untuk memperluas koneksi kita. Kau seharusnya mengubur aibnya itu, bukan malah menaikkannya ke permukaan!” Suara Rowan semakin memuncak. Akan tetapi, sang cucu tetap menanggapi dengan santai. “Aku heran mengapa Kakek bersikeras ingin menjalin relasi dengan keluarga Hall? Bukankah mereka sudah terbukti tidak kuat? Lihatlah bagaimana mereka menangani skandal ini. Berita ini tidak akan sempat naik jika mereka benar-benar sigap.” “Frank Harper!” bentak Rowan bergema. Wajahnya telah sangat merah. “Aku tidak mau mendengar apa-apa lagi darimu. Sudahi permainanmu! Kali ini, aku tidak akan membiarkanmu berulah lagi.” Alih-alih menutup mulut, Frank malah melebarkan senyum. “Memangnya apa yang Kakek inginkan dariku? Menarik semua berita tentang kebobrokan Isabela? Tapi seluruh dunia sudah tahu. Kalau mau menerima Isabela sebagai istriku, aku akan dicap bodoh oleh semua orang. Kakek tidak

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   146. Aku Melihatnya dengan Jelas

    Louis terkekeh. “Apakah kalian terkejut? Aku sedang bermain polisi-polisi. Aku datang ke sini untuk berpatroli dan menghibur Emily.” “Kau datang untuk membuatku kesal, bukan menghibur! Lihatlah teh itu! Untung saja tidak mengenai buku ceritaku,” gerutu Emily seraya menunjuk buku di pangkuan sang ibu. “Maaf,” ujar Louis sembari melangkah masuk. Bibirnya melengkung melihat kaki pelayan yang gemetar itu. “Apakah kau juga kesal padaku?” Perempuan muda itu tertunduk. Alisnya masih berkerut. “Tentu saja tidak, Tuan Muda. Tunggu sebentar. Saya akan membersihkan teh yang tumpah ini.” Dengan hati-hati, ia membawa keluar sisa teh yang tertampung pada baki. Seperginya pelayan itu, Louis tersenyum lebar kepada Emily. “Bagaimana keadaanmu? Sepertinya kamu sudah sehat.” Bibir Emily mengerucut. “Ya, tapi aku malas keluar. Aku belum mau bertemu orang itu.” Ia masih malas menyebut nama Frank. “Apakah itu berarti kita tidak jadi makan siang bersama?” Alis Louis kembali terangkat. Situasi itu lebih

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   147. Tidak Bisa Bernapas

    Namun, enggan mengaku, Louis kembali bersuara. “Selain itu, ada satu hal lagi yang perlu kamu lakukan.” Sambil mengacak rambut putranya, Frank berbisik, “Apa?” “Ini soal kakekmu dan laki-laki berbadan besar itu.” Senyum Frank seketika memudar. Firasat buruk telah memenuhi relung hatinya. “Ada apa dengan mereka?” Setelah memperhatikan pintu tertutup rapat, Louis mengangkat tangan di samping mulutnya. “Tadi aku tidak sengaja mendengar, kakekmu meminta laki-laki besar itu untuk meracuni seseorang. Kurasa, itu Mama.” Jantung Frank langsung berdegup kencang. Bola matanya bergetar mengamati Louis. “Kamu mendengar itu? Lalu ..., apakah kamu tidak apa-apa?” “Aku baik-baik saja, hanya sedikit kecewa. Tapi aku bersyukur Emily tidak tahu. Kalau tidak, dia bisa sakit lagi. Kakek Baik Hati ternyata sangat jahat. Dia seperti nenek sihir yang memberikan apel beracun kepada Putri Salju.” “Kamu sudah memberi tahu siapa saja?” Frank memegangi le

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   148. Sekarang, Kamu Punya Aku

    Melihat wajah Louis yang memerah, semua orang terbelalak. “Astaga, Louis!” Kara bangkit dari kursi dan menghampiri sang putra. Frank yang duduk di kursi tuan rumah tiba lebih cepat. Ia berlutut, memegangi sebelah lengan sang balita. Namun, bukannya memberi Louis obat penawar atau pertolongan medis lainnya, ia malah memijat bagian belakang lehernya. “Muntahkan!” Susan yang duduk di samping Louis hanya bisa menyaksikan dengan napas tertahan, sama seperti yang lain. Emily bahkan mulai mencebik, menggantung di tepi kursi. Ia tidak tahu harus ikut menghampiri atau menonton dari jauh. Sesaat kemudian, sepotong jeli terlempar keluar dari mulut Louis. Selang beberapa batuk kecil,napasnya berangsur normal. “Tidak apa-apa, Jagoan. Kamu baik-baik saja.” Frank dengan tenang memberinya minum. Semua orang kini mematung. “Louis tersedak? Bukan keracunan?” gumam Kara yang berdiri di belakang Frank. Tangannya sudah menggenggam sebuah pisau. Ia

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   149. Buatlah Kehebohan di Sana

    Prang! Satu-satunya vas yang tersisa akhirnya membentur dinding. Pecahannya berserakan, menimpa puing-puing porselen lain yang sudah berjam-jam tergeletak. “Aaargh! Kenapa tidak ada satu pun media yang mau berpihak kepadaku? Aku ini Isabela Hall! Apakah mereka semua tidak tahu seberapa hebat keluargaku? Berani-beraninya mereka menolak klarifikasi dariku!” Vidi yang berdiri di samping sofa Isabela tertunduk semakin dalam. Tubuhnya yang gempal gemetar menahan degup jantung yang menggila. “M-maaf, Nona. Tapi, lawan kita adalah Frank Harper. Para media tidak berani mengambil risiko. Jika mereka menerbitkan berita bahwa bukti-bukti sebelumnya adalah hasil rekayasa, Frank bisa saja menghancurkan mereka.” “Aku tidak mau tahu! Sebentar lagi, orang tuaku tiba. Kalau bukan Frank yang menghancurkan mereka, aku yang akan diremukkan oleh orang tuaku!” pekik Isabela di puncak suaranya. Tangannya mencengkeram sofa lebih erat. Ia sudah tidak peduli dengan rambut ataupun riasan wajahnya yang ber

Bab terbaru

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   Ungkapan Terima Kasih untuk Pembaca-Pembaca Hebat

    Halo, Teman-Teman yang Baik Hati, Terima kasih banyak, ya, udah ngikutin cerita Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan hingga titik terakhir. Untuk Kak Puji Amriani, SK Celey, Indah Carolina, Ningsih Ngara, Monika, Rini Hartini, Selvyana Yuliansari, D6ta, Is Yuhana, AR Family, Desak Kayan Puspasari, Emma Boru Regar, Binti Mucholifah, Bhiwie Handayani, Sofia Elysa, dan Kakak-Kakak yang gak bisa Pixie sebutin satu per satu. Terima kasih banyak udah rajin banget kasih komentar buat Pixie. Dan buat Kak Azka Aulia, Lida Boelan, Adel Putri, Wenny, SK Celey, MG, Rina Zolkaflee, Susan Vantika, Nazarieda, Firaz Marsyanda, dan yang ada di ranking top fans. Terima kasih banyak atas gems-nya. Pixie harap, kalian bersedia nungguin karya Pixie selanjutnya. Pixie udah ada rencana untuk tulis cerita Louis Emily versi dewasa tapi nanti, setelah Pixie bikin cerita satu lagi. Pixie mau kumpulin lebih banyak bocil buat dipersatukan nanti. Selagi menunggu, kalian boleh banget cek karya Pixie y

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 212. From Zero to Infinity (TAMAT)

    Tanpa permisi lagi, Philip menyerbu masuk dan memegangi tangan Barbara. Belum sempat ia mengatakan apa-apa, Barbara sudah kembali mengejan. Briony pun keluar dan Barbara mengembuskan napas lega. "Philip .... Anak kita sudah lahir." Meskipun kepalanya mengangguk, Philip masih berkedip-kedip. Mulutnya ternganga, tak tahu harus merespon apa. "Ya ...," desahnya selang beberapa saat. Ketika tangisan Briony terdengar, barulah akal sehatnya terkumpul lagi. "Wow," Philip mengerjap. Ia membungkuk, mengelus rambut sang istri dengan perasaan yang bercampur aduk. "Kau sangat hebat, Sayang. Kau bisa melahirkan secepat itu." Barbara tersenyum bangga. "Usaha kita tidak sia-sia, Phil. Padahal, aku sempat ketakutan tadi. Desakan Briony sangat kuat. Tapi Louis dan Emily melarangku mengejan. Aku berusaha menahannya sampai akhirnya, aku menyerah." Philip berdecak kagum sekaligus tak percaya. Masih dengan tampang kaku, ia mengecup pelipis Barbara. "Kau luar biasa, Sayang. Aku senang kau tidak menemu

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 211. Bibi Mau Melahirkan!

    "Louis, Bibi sudah mau melahirkan!" Emily bangkit dengan lengkung alis tinggi. "Ya, kita harus segera membawa Bibi ke rumah sakit!" Tanpa membuang waktu, Louis meraih tangan Barbara, menariknya untuk berputar arah. "Ayo, Bibi. Kita kembali ke mobil." Akan tetapi, Barbara menggeleng. Wajahnya pucat, badannya tegang. Kakinya seolah menyatu dengan bumi. "Ada apa, Bibi?" "Panggil Philip," gumamnya lirih. "Apa?" "Panggil Philip!" Si Kembar mengerjap. Selang satu anggukan, mereka berlari menuju Philip. "Paman Philip! Paman Philip!" "Hei, kalian mau ke mana?" seru Barbara lagi. Si Kembar mengerem. Saat menoleh ke belakang, Barbara ternyata melambai-lambai. "Kenapa kalian meninggalkanku sendirian di sini?" Suaranya melengking. "Tadi Bibi menyuruh kami memanggil Paman Philip?" Louis menggeleng tak mengerti. "Ya, tapi jangan meninggalkan aku di sini." Sambil tertatih-tatih, ia beringsut mendekati Louis dan Emily. "Satu orang saja yang memanggil Philip. Satu orang lagi, pegangi aku!"

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 210. Kegugupan Barbara

    "Halo, Orion," bisik Emily saat bayi mungil dalam kotak membuka mata. Tangannya terulur, berusaha menggapai pipi gembul itu. Dari sisi lain boks, Louis juga melongok ke dalam. "Halo, Oscar." "Louis?" tegur Emily dengan mata bulat. "Kenapa kamu memanggilnya Oscar? Ini pertemuan pertama kita dengannya. Jangan membuat kesan buruk." Louis langsung mengerutkan bibir. "Oke, maaf. Aku sudah kebiasaan. Biar kuulang." Setelah berdeham, ia kembali menunduk. "Halo, Orion. Ini aku, Louis. Aku sepupumu." Emily tersenyum kecil dan mengangguk. "Itu baru benar." Usai mengacungkan jempol kepada Louis, ia melambaikan tangan ke bawah. "Dan aku Emily. Senang bertemu denganmu, Orion." Selama beberapa saat, dua balita itu sibuk mengamati Orion. Philip dan Barbara merasa terhibur mendengar komentar mereka. "Ternyata Paman Philip benar. Orion mirip kedua orang tuanya. Matanya mirip Bibi, sedangkan hidung dan mulutnya mirip paman." "Dagunya juga mirip Paman. Tapi rambutnya mirip Bibi." "Emily, coba k

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 209. Perjuangan Ava

    Seorang perawat berusaha menenangkan Ava. Akan tetapi, wanita itu terus menggeleng, menolak semua kata-kata yang ditujukan kepadanya. Ia sudah sangat lemas. Rasa sakit seakan merontokkan seluruh tulang dalam badannya. Otaknya tidak bisa lagi berfungsi dengan normal. "Tidak. Aku sudah tidak kuat. Aku tidak bisa melanjutkan." Setelah menarik napas berat, Jeremy akhirnya membungkuk. Perawat tadi pun bergeser. Jeremy jadi lebih leluasa untuk membelai rambut Ava yang basah oleh keringat serta wajahnya yang dibanjiri air mata. "Ava, bisakah kau mendengarku? Ava?" Tatapan mereka akhirnya bertemu. Jeremy bisa melihat keputusasaan dalam manik cokelat itu. "Aku tidak sanggup lagi, Jeremy. Aku tidak sanggup. Biar dokter saja yang mengeluarkannya. Aku tidak tahan lagi." Dada Jeremy seperti dicabik-cabik. Ia nyaris tersedak oleh rasa nyeri. Namun, sambil mengelus pundak Ava, ia menggeleng. "Tidak, aku kenal dirimu. Kamu bukanlah orang yang pantang menyerah, Ava. Kamu pasti bisa." "Tapi aku

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 208. Kegembiraan Louis dan Emily

    "Lihat ini, Brandon." Louis meletakkan setumpuk kertas foto di atas meja. Kemudian, satu per satu ia tunjukkan kepada temannya. "Ini foto Russell sedang menangis. Ini foto Russell sedang tertawa. Dan ini foto Russell sedang marah." "Apakah anak bayi sudah bisa marah? Bukankah dia masih terlalu muda untuk mengerti apa-apa?" Brandon menggeleng samar. Louis mengedikkan bahu. "Aku tidak tahu soal itu. Tapi kalau Russell melihat sesuatu yang tidak disukainya, tangannya terus mengepak dan mulutnya berbunyi ...." Louis meniru erangan bayi yang membuat penjaga perpustakaan melirik. "Russell juga punya tatapan tajam, Brandon. Kalau dia merasa terganggu oleh kita, dia akan melotot sambil mengerutkan alis." Emily menyentuh pangkal alisnya, memeriksa apakah bentuknya sudah sama seperti alis Russell pada gambar. Brandon tersenyum melihat ekspresi Emily. "Kurasa dia pasti sangat lucu saat marah." "Ya!" Emily mengangguk cepat. "Dia selalu lucu, setiap saat. Louis, tunjukkan foto Russell saat ma

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 207. Ulang Tahun Bersama Russell

    "Oh, lihatlah Russell, Louis. Bukankah dia sangat tampan? Dia sudah bersih dan wangi." Emily mendekatkan hidungnya ke wajah Russell. Ketika berhasil mencium pipi yang sangat lembut itu, Emily terkikik menahan tawa. Ia tidak ingin mengganggu Kara yang tertidur dalam pelukan Frank. "Ya, dia sangat tampan. Dia mirip denganku. Bukankah begitu, Nenek?" Louis mengangkat pandangannya ke arah wanita yang menggendong Russell. Susan tersenyum geli. "Ya, dia mirip denganmu. Hanya saja, hidungnya sedikit lebih mancung." Bibir Louis langsung mengerucut. Telunjuknya meruncing menyentuh hidungnya sendiri. "Mau setinggi apa hidung Russell nanti? Padahal, hidungku sudah sangat mancung." Susan terkekeh mendengar jawaban Louis. "Nenek hanya bercanda, Louis. Siapa yang lebih mancung itu bukan masalah. Yang penting adalah kalian sama-sama sehat." Louis mengangguk sepakat. Tangannya kini terangkat menyentuh kaki adiknya yang mungil. "Nenek, apakah Russell berat?" Susan sontak mengangkat alis. "Kau ma

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 206. Russell Lucu Sekali!

    "Halo, Anak Baik. Selamat datang." Kara merengkuh Russell dengan hati-hati, seolah makhluk kecil itu adalah mutiara yang sangat rapuh. Air mata terus mengucur di pelipisnya. Usai mengecup bayi yang diselimuti oleh handuk itu, Kara kembali berbisik, "Ini Mama, Russell. Mama senang akhirnya Mama bisa memelukmu begini." Sambil mengulum bibir, Frank ikut membungkuk. Ia mengelus punggung mungil itu, lalu mengecup kepalanya yang bergerak-gerak mengimbangi tangis. "Dan ini Papa, Russell. Papa juga senang kau akhirnya hadir di sini." Masih dengan senyum merekah dan mata merah, Frank menatap Kara lembut. Sebelum genangan keharuannya menetes lagi, ia cepat-cepat mengecup kening sang istri. Kara terpejam menerima kehangatan itu. "Terima kasih telah melahirkan putra kita, Ratu Lebah," bisik Frank serak. Kara tersenyum lebih lebar dan mengangguk samar. "Terima kasih telah menemaniku di sini.""Itulah yang seharusnya kulakukan sejak dulu." Frank mengelus pipi Kara sebelum mengecupnya lagi. "P

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 205. Keluarlah, Russell!

    Kara sedang duduk di ranjang. Sambil memejamkan mata, ia berusaha mengatur napas. Kepalanya bersandar pada pundak bidang di sebelahnya. "Apakah ada kabar dari si Kembar?" tanya Kara lirih. Frank menggeleng samar. Tangannya terus memijat jemari Kara. "Kau tidak perlu mengkhawatirkan mereka, Ratu Lebah. Mereka anak-anak yang mandiri dan cerdas. Mereka pasti mengerti kalau kamu harus segera melahirkan. Mari merayakan ulang tahun mereka setelah Russell lahir, hmm?" Selang anggukan singkat, Kara menoleh. "Apakah kamu menangis?" Alis Frank sontak tertarik dahi. Sambil menjauhkan kepala agar karena lebih mudah melihatnya, ia menggeleng. "Kenapa kau berpikir aku menangis?" "Suaramu bergetar, Frank." Sambil mengerutkan bibir, Frank menarik napas panjang. "Aku tidak menangis." "Lalu mengapa matamu merah dan berair?" Frank berkedip tegas. "Aku tidak menangis," ulangnya dengan penekanan lebih. Masih dengan napas tersengal-sengal, Kara meloloskan tawa. Kepalanya sedikit miring, menanti gum

DMCA.com Protection Status