All Chapters of Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan: Chapter 151 - Chapter 160

525 Chapters

151. Ini Berita Besar!

Selang satu kedipan, Kara mendesah, "Baiklah. Tapi tolong jangan terlalu memanjakan si Kembar. Aku tidak mau mereka jadi boros dan terlena." Frank tersenyum kecil dan mengangguk. "Ya, tapi kau tidak keberatan jika aku memanjakanmu sekarang, kan? Mumpung kita hanya berdua, bagaimana kalau kita menganggap misi ini sebagai liburan singkat?"  "Itu juga ada dalam daftar?" Kara memeriksa halaman tentang keinginannya. “Menemani Mama liburan? Oke, Louis menulisnya.” Frank sontak meloloskan tawa. "Ya, tapi bukan itu maksudku. Aku hanya ingin kau relaks. Liburan sesungguhnya bisa kita lakukan bersama anak-anak." Melihat ketulusan pria itu, hati Kara menghangat.  "Aku senang kau memberi kami kesempatan untuk bersenang-senang denganmu. Tapi, kau harus ingat Frank. Bukan kemewahan yang diinginkan si Kembar darimu. Kehadiran dan kasih sayangmu saja, itu sudah lebih dari cukup." Sambil mengelus-elus punggung tangan Kara dengan ibu
Read more

152. Sambutan Tak Terduga di Kapal Pesiar

"Frank Harper, mohon konfirmasi. Inikah perempuan yang Anda sebut dalam klarifikasi tempo hari?" "Nona, bisa perkenalkan diri Anda?" "Nona, tolong perlihatkan wajah Anda!" Meskipun beragam pertanyaan menghujani mereka, Frank terus berjalan santai. Tangannya dengan kokoh melindungi Kara. Sesekali ia tersenyum miring ke arah kamera. Sementara itu, Kara terus menundukkan kepala. Sebelah tangannya terangkat, membiarkan tas menghalangi wajahnya dari sorotan kamera maupun lampu kilat yang tidak juga redup meski tersaring kacamata hitamnya. Ia baru menaikkan dagunya saat mereka sudah tiba di dalam lift. "Seperti inikah kehidupan selebriti? Sungguh menyilaukan," gumamnya. Sembari tersenyum, Frank menggosok-gosok punggung Kara. "Kalau kau tidak suka dengan blitz itu, aku bisa menyingkirkan mereka. Aku bisa melarang semua media untuk meliput kita di masa mendatang. Tapi, untuk hari ini, bersabarlah." Lengkung bibir Kara berubah kecut. Selang satu anggukan, ia menoleh ke arah pengawal
Read more

153. Penampilan yang Sempurna

Dengan raut sendu, Frank membelai wajah Kara. “Kau yakin ingin tahu?” Mata bulat sang wanita seketika menyusut. Napasnya berubah berat. “Memangnya kenapa?” “Menurutku, kau sebaiknya tidak perlu tahu. Beban pikiranmu sudah terlalu berat. Aku tidak mau kau tertekan oleh pertanyaan baru.” Pundak Kara perlahan bergerak turun. Bibirnya terkatup setuju. “Sekarang,” Frank menaikkan dagunya dengan telunjuk, “kau lebih baik fokus dengan misi kita. Si Kembar menunggu keberhasilan kita.” Sambil menautkan alis, Kara mengerucutkan bibir. "Kita tidak boleh membuat si Kembar kecewa." "Ya," sahut Frank tipis dan serak. "Demi si Kembar, kau harus berdiri tegar. Ingat! Jika semua kesalahpahaman sudah diluruskan, tidak ada lagi yang bisa menghalangi kita. Kau dan anak-anak akan segera menyandang nama belakangku." Ia mencolek hidung lancip sang kekasih. Saat bibirnya melengkung, sang kekasih ikut tersenyum. "Terima kasih, Frank.” “Melindun
Read more

154. Beraninya Kau Datang Kemari

“Halo, teman-teman! Lama tidak berjumpa,” sapa Kara, dua langkah dari belakang gadis bergaun jingga. Dalam sekejap, gerombolan itu berhenti tertawa. Mereka menoleh dan terbelalak. “K-Kara?” Jenny tergagap. Kakinya tanpa sadar bergeser menjauh. Melihat reaksi teman-teman lamanya yang seperti melihat hantu, lengkung bibir Kara semakin sendu. Matanya perlahan terisi oleh kepahitan dan kerinduan. Wajah-wajah itu dulu pernah tertawa bersamanya. Mereka pernah berjuang bersama dalam mewujudkan impian. Namun sekarang, mengapa mereka begitu jauh? “Ya, ini aku. Kara Martin. Masih Kara Martin,” sahut Kara dengan suara yang agak goyah. Kerongkongannya terasa panas. Sebisa mungkin, ia meredamnya dengan gerak bahu yang canggung. Tiba-tiba, seorang pria di circle itu mendesah cepat. Sambil memiringkan kepala, ia berkacak pinggang. “Berani sekali kau datang ke sini? Apakah kau tidak takut diusir?” Sambil memajukan bibir, Kara meninggikan alis.
Read more

155. Kekasihmu Frank Harper? Mimpi!

Langkah Kara sontak terhenti. Dengan sorot dingin, ia menatap mantan calon mertuanya itu. “Selamat malam, Nyonya Miller,” sapanya datar. Mendengar namanya keluar dari bibir itu, darah Melanie semakin mendidih. “Mau apa kau datang kemari? Kau mau menghancurkan pernikahan Finnic? Jangan bermimpi! Aku tidak akan membiarkan kau masuk ke dalam hidup putraku lagi!” Wanita paruh baya itu sudah berusaha untuk berbicara sepelan mungkin. Namun ternyata, emosinya terlalu besar untuk dikendali. Musik yang mengalun lembut gagal menyamarkan situasi. Kara tersenyum dan melirik ke samping. Seluruh mata dan kamera kini terpusat padanya. Ia tidak peduli lagi dengan Finnic. Ia juga bisa memanfaatkan sumbu pendek Melanie untuk menyelesaikan misi. “Maaf, Nyonya Miller. Kalau boleh saya memberi saran, Anda sebaiknya menurunkan suara. Kalau tidak, Andalah yang akan menghancurkan pernikahan putra Anda sendiri.” Melanie ternganga dan tertawa hambar. Pipinya berkedut hebat sehingga ia terpaksa menutupiny
Read more

156. Pelaku yang Menjebak Kara

“Kenapa Anda terus memanggil nama saya?” Tatapan Frank tertuju kepada Melanie. Bukannya merasa gentar, Nyonya Miller malah tertawa formal. “Selamat malam, Tuan Harper. Maaf, bukan maksud saya untuk menyinggung Anda. Tapi perempuan ini lucu sekali. Dia mencuri undangan Anda, lalu mengaku sebagai kekasih Anda. Bukankah dia sungguh kurang ajar?” Frank dan Kara sontak bertatapan. Tidak ada kata-kata yang terucap, tetapi mereka seolah bisa mendengarkan satu sama lain. “Apakah benar begitu? Nyonya Miller menuduhmu mencuri undanganku? Dan kamu mengaku sebagai kekasihku?” tanya Frank sembari menaikkan sebelah alis. Rautnya tetap serius. Kara mengangguk kaku. “Ya.” Jawaban itu mengejutkan semua orang. Bahkan kepala Melanie tertekan mundur, dan Sophia menajamkan pendengaran. Hanya Finnic yang tertunduk lebih dalam, enggan mendengar kelanjutannya. “Nyonya Miller juga mengusir kita. Dia bilang kita merusak acara.” Letupan hebat terdengar d
Read more

157. Siapa yang Sesungguhnya Berkhianat?

“Mama, benarkah itu?” Mata Finnic berkaca-kaca. Dadanya naik turun mengimbangi hawa panas dalam paru-parunya. “T-tidak, Sayang. Mama mana mungkin sejahat itu?” Melanie mulai panik. Apalagi, sang putra telah mengalihkan pandangan, enggan menatapnya lagi. Frank tersenyum tipis melihat benih pertikaian itu. Namun, merasakan getaran pada punggung yang dirangkulnya, ia melirik ke samping. “Kara, kau baik-baik saja?” Gadis itu mendesah samar. “Sekarang aku mengerti. Itu terjadi karena Nyonya Miller tidak merestui putranya denganku.” Frank mengangguk tipis. Sambil mengusap-usap lengan sang kekasih, ia membawa tatapannya kepada Sophia. Namun, tepat ketika ia hendak meminta maaf dan undur diri, suara tepuk tangan datang dari arah tangga.  “Hebat! Hebat sekali!” Isabela muncul dengan gaun merah. Tatapan sinisnya tertuju pada Kara. “Ternyata kau spesialis merebut pasangan orang, heh? Sekarang semuanya masuk akal. Frank mengatur skenario untu
Read more

158. Tolong Jangan Jahat

“Siapa itu? Apakah mereka anak-anak Frank Harper dan Kara Martin?” “Astaga! Mereka lucu sekali! Bocah laki-laki itu terlihat seperti Frank kecil.” “Dan lihatlah mata abu-abu mereka. Indah sekali!” Mendengar seruan-seruan itu, Isabela kembali terbelalak. Tangannya terkepal erat. Mengapa ada-ada saja rintangan yang menghambat misinya? “Jeremy, apakah kameranya sudah mulai merekam?” tanya Louis, berkedip-kedip ke atas. “Sudah, Tuan Muda. Sekarang mundurlah. Katakan apa yang ingin kalian katakan tadi.” Sementara kedua balita itu kembali duduk di sofa, Kara mendesahkan senyum dan mendekatkan diri dengan kekasihnya. “Apakah kau yang merencanakan ini?” “Sama sekali tidak,” geleng Frank dengan lengkung bibir yang sama. Kemudian, sambil membiarkan Kara bersandar di pundaknya, ia ikut menyimak tayangan. Louis baru saja berdeham. “Halo, selamat malam semuanya. Aku Louis dan ini adikku, Emily. Kami berdua ingin mengklasifikasi apa yang terjadi.” “Klarifikasi, Louis,” bisik si gadis mungi
Read more

159. Dia Tidak Pantas Mendapatkan Frank

Mendengar itu, Sophia tidak bisa lagi diam. Ia sudah muak dengan keributan dalam acaranya. "Security, bawa wanita ini kembali ke kamarnya! Kalau dia menolak, pulangkan dia!" Dua orang petugas bergegas menyeret Isabela. Gadis itu memberontak, tetapi sia-sia. Ketika ia tidak lagi di dek itu perhatian kembali terpusat pada Kara. Bahkan Sophia kini menatapnya lekat-lekat.  “Nona Martin, saya turut bersimpati atas apa yang telah Anda alami. Anda sudah melewati masa-masa sulit seorang diri. Saya rasa, sudah sepantasnya Tuan Harper kembali pada Anda dan anak-anaknya. Kalian pantas bersama,” tutur Sophia sebelum diam-diam melirik calon suaminya. “Terima kasih, Nona Moore. Anda sungguh baik hati. Finnic sangat beruntung bisa mendapatkan istri seperti Anda.” Kara tersenyum tulus. Tanpa terduga, Melanie mendengus. Sophia mendengar penghinaan itu. “Dan saya harap, Anda tidak dendam kepada calon mertua saya. Caranya memang tidak bisa dibenarka
Read more

160. Will You Marry Me?

"Ada alasan lain. Finnic ingin mengejekku," tutur Kara lirih. "Apakah kalian berencana menikah di kapal ini?" Frank menaikkan sebelah alis. Wajah Kara mendadak kecut. "Itu impianku dulu. Menikah di kapal pesiar sepertinya keren dan seru." "Sekarang?"  Sambil memiringkan kepala, Kara kembali menarik sudut bibirnya. "Karena kamu mengajakku ke sini, aku jadi tahu. Pesta di kapal pesiar ternyata tidak seseru itu." "Lalu? Kamu mau kita menikah di mana?"  Alis Kara turun sebelah. “Apa kamu punya ide? Atau mungkin, kamu punya impian ingin menikah di tempat tertentu?” Tanpa berpikir panjang, Frank mengangkat bahu. “Aku bahkan tidak berpikir untuk menikah sebelum mengenalmu. Tapi karena kau menanyakan soal ide, bagaimana kalau kita mencoba sesuatu yang berbeda? Kau suka hal baru, kan?” Kara spontan menyipitkan mata. “Apa?” “Bagaimana kalau kita menikah di bawah laut? Atau di ruang angkasa? Aku bisa me
Read more
PREV
1
...
1415161718
...
53
DMCA.com Protection Status