Semua Bab Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan: Bab 101 - Bab 110

525 Bab

101. Jeremy Tertangkap Basah

Jeremy menelan ludah. Ia tidak menyangka Emily bisa mengenalinya. Apakah ia kurang teliti menutupi wajah saat gadis mungil itu menumpang di mobilnya? Setelah menarik napas panjang, ia memberanikan diri untuk mendekat. “Tuan?” Frank mendengus. Sambil tersenyum miring, ia memutar sedikit kepalanya ke arah sang balita. “Di mana kamu bertemu dengan Tuan Sopir ini, Emily?” “Aku, Mama, dan Louis pernah menumpang di mobilnya untuk pulang dari perpustakaan. Pantas saja aku merasa pernah melihatnya. Ternyata, dia anak buahmu?” Mata bulat yang manis itu berkedip lugu. Frank tersenyum remeh. “Ya, dia asistenku, asisten yang sangat setia.” Sekujur tubuh Jeremy menegang. Ia tidak berani bergerak ataupun mengubah ekspresi. Berkedip pun terasa salah baginya. “Philip,” Frank menggeser pandangan. Pengawal termuda pun bergegas menghampiri. “Ya, Tuan?” “Tolong jaga anak manis ini. Aku harus mengurus sesuatu yang genting sekarang.” “Siap, Tuan.” Sedetik kemudian, lengkung bibir Frank berubah ma
Baca selengkapnya

102. Menantang

“Bohong.” Frank menggeleng. “Kau mengatakan itu untuk menjauhkan aku dari mereka, bukan?” “Tidak. Itulah kenyataannya. Kalau kau masih memaksakan kehendak, coba saja lakukan tes DNA. Aku seratus persen yakin hasilnya akan berbeda.” Suara Kara begitu mantap. Bukan tanpa alasan ia berani menantang sang CEO. Ia yakin, Rowan pasti bersedia memalsukan hasilnya jika tes itu sungguh dilakukan. “Bagaimana? Perlukah aku membawakan beberapa helai rambut mereka? Atau sampel darah?” Dagunya terus terangkat. Ia tidak ingin dianggap lemah. Biar telapak tangannya saja yang menahan getar. Sementara itu, Frank termenung. Bibirnya yang terkatup sedikit berkedut. Ia ingin membantah. Namun, melihat Jeremy menggeleng samar di balik punggung Kara, ia mengurungkan niatnya. “Mereka sungguh bukan anakmu?” Nada bicaranya turun drastis. “Pilihanku tidak pernah salah, Frank Harper. Aku sengaja memilih anak-anak yang mirip denganmu. Rencanaku adalah memanf
Baca selengkapnya

103. Tinggal Bersama

Raut Carlos mengeras. “Nomor platnya tidak sesuai dengan kendaraan yang terdaftar. Dia jelas telah mencuri plat itu untuk dipasangkan ke mobilnya.”Kedua alis Frank mendesak dahi. “Ada berapa banyak kasus pencurian plat mobil dalam seminggu terakhir?”Carlos diam-diam melirik si Kembar. Ia tidak mungkin menyampaikan jawaban di hadapan mereka dan menimbulkan kekhawatiran.“Kami masih menyelidiki hal itu. Tapi jangan khawatir, Tuan. Kami akan berusaha sebaik mungkin untuk membekuk pelaku.” Sang detektif memasang senyum terbaiknya.Frank mengangguk. “Terima kasih, Tuan Carlos. Lanjutkan kerja baik kalian.”Setelah sang detektif pergi mengurus hal lain, ia mengambil alih kursinya. Ia kini berhadapan dengan si Kembar.“Kalian hebat sekali bisa melalui interogasi tanpa ditemani ibu kalian. Di mana dia?” Frank mulai melirik ke sana kemari.“Mama sedang menelepon Nenek.”
Baca selengkapnya

104. Mama dan Tuan Baik Hati Berciuman!

“Astaga,” Kara tak sanggup menahan desakan dalam paru-parunya. “Aku harus melaporkan hal ini ke polisi. Laki-laki itu harus segera ditangkap.” Tepat sebelum ia berlari, Frank menahan kedua lengannya. “Kara, tunggu. Kau tidak perlu panik. Aku sudah memerintahkan Jeremy untuk mengurusnya.” Di bawah alis yang semakin kusut, mata Kara berkaca-kaca. Ia tidak tahu harus menyatakan terima kasih atau mendorong tangan itu menjauh darinya. Jika ia menerima uluran tangan dari Frank, kesepakatannya dengan Rowan pasti berantakan. Namun, jika ia masih berusaha mandiri, si Kembar yang menjadi taruhannya. “Percayalah padaku, Kara. Aku bisa melindungi Louis dan Emily.” Frank mengangguk meyakinkan. Kara benar-benar merasa lelah. Ia menggeleng tak berdaya. “Kenapa kau bersikeras membantuku? Mereka bukan darah dagingmu. Kau hanya akan menimbulkan rumor yang mengancam pernikahan dan juga reputasimu. Belum lagi Kakekmu yang tidak mungkin membiarkan kami lolos begitu saja.” Tanpa memedulikan situasi
Baca selengkapnya

105. Apakah Kau Menyukai Mama?

Kara kembali menggeleng. “Tidak, Madu Kecil. Ingat, kita tidak boleh merepotkan orang lain. Pak Polisi bisa berjaga di luar kamar Louis. Penculik itu tidak akan berani balik lagi.” “Lalu bagaimana dengan Mama? Siapa yang menjaga Mama? Kalau penjahat itu menculik Mama, bagaimana?” Louis mendesak dahi dengan alis. Kara mendadak bungkam. Ia belum sempat memikirkan hal itu. “Kalian tidak perlu khawatir, Anak-Anak. Aku bisa melindungi ibu kalian,” tutur Frank sembari meninggikan sudut bibir. Pancaran matanya begitu hangat dan menenteramkan.  “Benarkah? Berapa banyak anak buahmu yang akan menjaga Mama?” Sambil tertawa, ia mengacak rambut bocah laki-laki itu. “Aku akan menjaganya sendiri, secara langsung. Ibu kalian adalah sekretarisku. Sebagian besar waktunya terpakai bersamaku.” “Tapi, bagaimana kalau pekerjaan sudah selesai dan Mama harus pulang? Tidak ada yang menjaganya di jalan,” celetuk si gadis mungil. Kara hendak memberi
Baca selengkapnya

106. Jangan Ada yang Ditutupi

Tiba-tiba, tim medis dan kepolisan menghampiri. Sudah waktunya untuk membawa Louis ke rumah sakit. Ketegangan di antara mereka pun terjeda. Kara menemani si Kembar di Ambulance, sedangkan Frank menyusul dengan hypercar-nya bersama sang asisten. Sementara itu, di tempat lain, seorang pria berbadan tegap membungkuk ke telinga tuannya. “Tuan, anak-anak kembar itu telah ditemukan. Saat ini, mereka sedang menuju Garcia Hospital.” Rowan menaikkan alis mendengar laporan Sean. Bibir bawahnya perlahan bergerak maju. “Mereka selamat?” tanyanya, lebih menyerupai gumaman. “Selamat, Tuan. Anak perempuan hanya luka ringan, sedangkan anak laki-laki perlu mengganti gips. Ternyata sebelumnya, dia mengalami fraktur tulang.” Raut si pria tua bertambah redup. “Bagaimana dengan penculiknya?” “Dia berhasil kabur.” “Dan cucuku?” “Tuan Muda juga sedang menuju rumah sakit.” Rowan mengangguk-angguk. Matanya menyipit. “Beraninya gadis itu
Baca selengkapnya

107. Penderitaan Kara dan si Kembar

Emily mengangguk kecil. Matanya mulai memantulkan lebih banyak cahaya. “Mama bilang Papa kami sudah meninggal, tapi kami tidak percaya. Kami tidak pernah pergi ke kuburannya. Jadi, aku dan Louis berpikir kalau Papa pasti pergi meninggalkan Mama. Dia membiarkan Mama bekerja keras membesarkan kami sendirian.” Pundak Frank pun turun. Beban dalam hatinya terlampau berat untuk ditanggung. “Kamu juga berpikir Papa kalian jahat? Bukankah kamu bilang selalu menantikannya?” Emily tertunduk lesu. “Kalau Papa orang baik, dia tidak mungkin hilang. Dia pasti ada di sini bersama kami. Jadi ..., aku setuju kalau Papa orang jahat.” Tiba-tiba, gadis mungil itu menatap Frank lewat sudut atas matanya. Bibir bawahnya yang maju mulai gemetar. “Tapi, aku juga mau seperti anak-anak lain yang punya Papa. Aku mau bermain dan tertawa bersama seseorang yang kami panggil Papa. Karena itu, aku berharap Papa datang.” Frank tak sanggup lagi menahan gejolak dalam dada. Sebelum ia mendengar lebih banyak, sebelu
Baca selengkapnya

108. Beri Aku Kesempatan

Frank tertunduk dan mengepalkan tangan. Untuk pertama kalinya, dirinya terperosok ke dalam jurang kesedihan yang begitu dalam. Ia terus terjatuh dan terjatuh, tanpa menemukan dasar untuk berpijak. Ketika paru-parunya tidak kuat lagi menahan sesak, ia membanting tinju ke meja. "Sudah cukup!” Matanya penuh guratan merah. “Mereka sudah cukup menderita. Secepatnya, aku harus membawa mereka pulang. Harus! Kara tidak boleh lagi menolakku.” Tanpa membuang waktu, ia meraih kunci mobil dan pergi ke rumah sakit. Tim pengawal yang berjaga di mansion kebingungan melihat kepergian bos mereka, sama seperti tim pengawal yang berjaga di depan kamar Louis saat ia tiba di sana. "Tuan," sapa Philip berbisik. Pengawal lain ikut menundukkan kepala. Mereka tidak berani mengomentari mata si bos yang memerah. "Bagaimana?" Suara Frank serak.  "Semua aman terkendali, Bos. Jeremy dan para pengawal baru sedang pergi mengantar Nyonya Martin. Si Kembar ta
Baca selengkapnya

109. Hadiah dari Frank

Semua orang sontak menoleh. Saat itulah, Susan masuk sambil membawa beberapa tas. "Kalau begitu, mari kita lihat apakah rencanamu itu hanya sekadar omongan atau tidak.""Nenek!" Emily berlari memeluk Susan. Bukannya ikut menyapa, Louis malah mengerucutkan bibir dan mempertegas gerak kepalanya. "Itu bukan hal yang sulit, Nek. Tunggu dan lihat saja nanti.”“Baiklah ....” Sambil terkekeh, Susan mengelus kepala cucu yang masih mendekap kakinya. "Tuan Putri, apakah kamu sudah lapar? Maaf Nenek agak terlambat."Emily menggeleng pelan seakan takut rambutnya berantakan. "Perawat yang mengantarkan makanan untuk Louis tadi memberiku susu. Dia fan baruku. Aku harus menghargai pemberiannya. Jadi, aku langsung meminumnya sampai habis.""Fan baru?" Susan menaikkan alis dan melirik putrinya.Kara pun mendenguskan senyum. Kemudian, sembari menenteng tas yang berisi pakaian kotor, ia mengecup kepala si Kembar, satu p
Baca selengkapnya

110. Lamaran Spontan

"Bukalah!” Seruan Frank membuyarkan lamunan Susan. “Aku ingin tahu apakah pilihanku tepat atau tidak." Masih dalam gendongan sang pria, Emily mengulurkan kepala ke dalam tas. "Wah, boneka Barbie?" Tawa Emily seketika menggetarkan hati Frank. "Ya. Kamu suka? Ada banyak gaun dan perhiasan yang bisa kamu pilih untuk boneka itu." "Dan ada sepatu dan tasnya juga?" Saat Emily mendongak, matanya memantulkan cahaya hangat. Frank mengunci senyum dan mengangguk. Hatinya baru saja melayang melintasi awan. Tiba-tiba, Emily melepas tas dan mendekap erat leher Frank. Kalau saja sang pria tidak sigap, Barbie-nya pasti sudah terjatuh. "Terima kasih banyak, Tuan Baik Hati. Ini hadiah ulang tahun terbaik yang pernah kudapat dari seorang teman." Sebagian hati Frank teriris mendengarnya. Emily masih menganggapnya teman? "Ulang tahun kalian masih dua minggu lagi, Tuan Putri. Ini hadiah biasa. Aku berencana memberikan sesuatu yang lebih bagus untuk ulang tahun kalian nanti." "Benarkah?" Mata
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
910111213
...
53
DMCA.com Protection Status