Seketika, air mata berkumpul di pelupuk Emily. Bibirnya bergetar, terdesak oleh udara dalam paru-paru yang bergemuruh kecil. Pria yang menabraknya juga berdebar. Ia terbelalak sambil meringis di bawah topi hitamnya. "Astaga .... Di mana orang tua anak ini? Bagaimana mungkin mereka bisa membiarkan gadis kecil berkeliaran di rumah sakit?" Namun, begitu mendapati wajah bulat sang balita, alisnya bergerak naik. "Emily?" Mendengar suara yang tak asing, Emily mendongak. Pria di hadapannya begitu tinggi. Ia mengenakan pakaian hitam, dan bayang-bayang topi menutupi wajahnya. "Ini aku, kau ingat?” Frank menaikkan topinya. Sekarang Emily bisa mengenali sang pria. Akan tetapi, tubuhnya malah bergetar semakin hebat. Isak tangis pun lolos dari bibir mungilnya. Tak ingin menimbulkan kehebohan, secepat kilat, Frank menggendong Emily dan menepuk-nepuk punggungnya. “Hei, jangan menangis. Aku tidak akan memarahimu." Suara tangis Emily begitu kecil, seperti suara anak kucing yang mencari
Read more