Semua Bab Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan: Bab 91 - Bab 100

525 Bab

91. Kara Punya Anak?

"Tidak mungkin menimbulkan kekacauan di wilayahku?" Frank terus mengulang ucapan sang kakek dalam perjalanan menuju mobil. Setelah duduk di belakang kemudi, ia mengetuk-ngetuk kemudi dengan telunjuk. "Apa mungkin ... keluarga Kara mengalami insiden itu di salah satu perusahaan Savior?" Frank pun mulai menelusuri rekapitulasi laporan harian Savior. Tidak ada kejadian luar biasa, kecuali insiden anak tertimpa buku di perpustakaan. "Ini pasti Louis," desah Frank sembari mengulas pertemuannya dengan bocah laki-laki itu. "Mengapa nasib mereka begitu malang? Orang tua mereka sibuk bekerja, tidak punya banyak uang, dan bahkan tidak bisa menjaga mereka dengan baik. Sungguh orang tua yang tidak berguna ....” Selang lamunan singkat, Frank mengerjap. Sebuah pesan masuk baru saja menggetarkan ponselnya. Sedetik kemudian, Wela menelepon. “Franky, itu daftar pasien dengan nama belakang Martin yang masuk hari ini.” Frank pun memasang mode pengeras suara agar dapat berbincang sambil men
Baca selengkapnya

92. Mereka Anakku?

“Tidak ..., itu mustahil.” Frank berusaha menenangkan diri. Akan tetapi, suara Emily terus terngiang dalam benaknya. “Mama sibuk bekerja. Karena tidak ada yang menjaga kami di rumah, kami ikut nenek bekerja di sini.” "Yemon mengingatkanku pada Mama yang wangi seperti jeruk lemon. Jadi, setiap kali Mama sibuk bekerja, aku tinggal memeluk Yemon dan membayangkan kalau Mama ada di sampingku." Frank mulai mencengkeram kepala. Pikirannya terus berputar cepat. Sebelum akal sehatnya terkikis habis, ia memeriksa data pribadi Kara. Dulu, ia menahan diri agar tidak terlalu memedulikan gadis itu. Namun kini, ia tidak bisa. Apa pun konsekuensinya, sebesar apa pun rasa bersalah yang harus ditanggungnya, Frank harus siap. Begitu data Kara terakses, mata Frank menyipit. Tidak ada informasi lain selain tanggal lahir, riwayat kerja, riwayat prestasi, dan riwayat pendidikan.  “Apa ini? Mengapa tidak ada informasi mengenai s
Baca selengkapnya

93. Memastikan Kecurigaan

Salah seorang perawat membuka mulut, berniat menjelaskan. Akan tetapi, Kara lebih dulu menyela. “Sekarang, apakah boleh saya meminta kerja sama kalian? Saya sangat berharap tim keamanan bersedia menjaga rumah sakit ini dari orang-orang yang mencurigakan, terutama yang mengenakan baju dan topi hitam. Jika tim keamanan membutuhkan uang lembur, saya bersedia membayarnya.” Perawat yang lebih senior cepat-cepat meraih tangan Kara. Jika direktur mereka meminta Louis dipindahkan ke kamar terbaik, bukankah itu berarti keluarga mereka spesial? “Nyonya, Anda tidak perlu khawatir. Kami akan memastikan keamanan rumah sakit ini terjaga dengan sangat baik, dan Anda tidak perlu membayar. Keselamatan pasien adalah prioritas kami.” Kara menyunggingkan senyum kecil di wajahnya yang pucat. Sorot matanya penuh dengan harapan. “Terima kasih banyak, Sus. Terima kasih.” Begitu perawat pergi, Kara langsung masuk dan mengunci pintu. Ia bahkan mengganjalnya dengan kurs
Baca selengkapnya

94. Jujur Saja Padaku

"Apakah mereka kembar?" Frank menurunkan sebelah alis. "Maaf, Tuan?" Jeremy gagal mengendalikan ekspresi. Kata-kata si bos bagaikan peluru yang menembus jantungnya. "Kedua anak yang kau lihat itu, apakah mereka kembar? Apakah kau pernah bertemu mereka sebelumnya? Mungkin di perpustakaan, restoran, atau di jalan?" Jeremy tidak berani bernapas, takut membocorkan kejujuran yang mungkin belum tepat untuk diungkapkan. Beruntung, Kara tiba-tiba muncul di balik kaca. Frank spontan menoleh dan menegakkan punggung. "Kara," desahnya ringan. Selang seulas senyuman, ia melirik asistennya. "Cepat panggil dia kemari." Jeremy bergegas melaksanakan perintah. Ia lega masa kritisnya telah berlalu. "Nona ...." Ucapan Jeremy terhenti. Ada banyak telinga di sekitarnya. Ia tidak mungkin memperingatkan Kara sekarang. “Tuan memanggil Anda,” tuturnya dengan penuh penekanan. Ia berharap Kara bisa menangkap kode yang dikirimkan lewat tatapan mata dan nada suara. Kara menghela napas. Ia benar-benar le
Baca selengkapnya

95. Diculik

Mendengar teriakan itu, semua orang tersentak. “Kara?” Dengan raut tegang dan mata lebar, Frank dan Jeremy berlari menuju pantry. Beberapa orang pengawal tiba lebih dulu. Di sana, mereka menemukan Kara telah memucat. Ia berdiri merapat pada dinding. Tangannya mendekap diri sendiri, sedangkan tatapannya terpaku pada kotak yang telah tergeletak di atas lantai. “Ada apa ini?” Alis Frank berkerut tipis. Seorang pengawal bergegas membawakan kotak tanpa penutup itu. Ternyata di dalamnya, dua anak kucing yang bersimbah darah sudah tidak bernyawa. Frank sontak mengepalkan tangan. “Siapa pengirimnya?” Pengawal yang lain menunjuk sepucuk kertas di tangan Kara. Tanpa membuang waktu, Frank menghampiri sang wanita.  “Kara, kau baik-baik saja?” Ia menyentuh lengan sang sekretaris. Kara belum mampu menjawab. Bibirnya bergetar, sedangkan matanya menatap Frank seolah mengharapkan pertolongan. “Jangan takut, Kara. Ada banyak orang d
Baca selengkapnya

96. Kita Harus Kabur

"Ini pelabuhan," celetuk Emily datar.  Louis sepakat, tetapi tidak sempat mengiyakan. Fokusnya tertuju pada seorang pria berpakaian seperti perawat yang sedang berbicara dengan sekelompok pria berjas.  "Itu penjahatnya!"  "Penjahat?" Emily menaikkan alis.  "Kamu benar-benar lupa? Dia yang menutupi mulutmu dengan sapu tangan." Gadis mungil itu menggeleng lemah. "Dia menutup mulutku dari belakang. Bagaimana aku bisa melihatnya?" "Benar juga," gumam Louis seraya mengerucutkan bibir. "Tapi sekarang, kamu sudah melihatnya. Kamu bisa lebih hati-hati." Ekspresi Emily tidak berubah. Ia seolah tak peduli dengan penjahat itu. "Aku mau pulang." Louis mengelus pipi sang adik. "Aku juga. Bersabarlah! Mama pasti akan menjemput kita. Sekarang, kita harus kabur dari orang itu dan mencari tempat yang aman." "Seperti dalam buku cerita?"  Mata Louis semakin membara. "Benar! Kita bisa mencontoh
Baca selengkapnya

97. Aku Ayah Mereka

"Di mana mereka?" desah Frank spontan. Carlos berkedip tanpa ekspresi. "Kami sudah mengamankan belasan anak dari kapal. Sayangnya, tidak satu pun dari mereka kembar." Kara menghela napas tak percaya. Kakinya tanpa sadar bergerak mundur. "Apakah penculik itu membawa mereka? "Tidak," sanggah Carlos sebelum menarik napas singkat. "Ada saksi yang melihat dua orang anak berlari keluar dari mobil. Sekelompok orang kemudian menyebar mencari mereka. Si penculik kabur tanpa membawa siapa-siapa." "Mereka masih di sini?" simpul Frank dengan alis berkerut. Sambil membawa Yemon dalam dekapan, Kara mulai berjalan dan memeriksa ke segala arah. "Sayang, Mama sudah di sini. Kalian tidak perlu bersembunyi lagi. Kemarilah! Sayang?" Malangnya, tidak ada suara lucu yang menjawab. Orang-orang yang mendengar teriakan Kara hanya menatap dengan penuh keprihatinan. Rahang Frank berdenyut-denyut. Ia tidak terima jika harus kehilangan anak-anaknya. Ia bahkan belum mengenal mereka. Setelah mendengus, ia
Baca selengkapnya

98. Kasih Sayang Seorang Ayah

"Malaikat Kecil ...." Kara menjatuhkan lutut di atas kargo. Getarannya membuat si Kembar menyingsingkan mata. "Mama?" desah Louis sembari mengembangkan senyum. Sambil menjaga tangan kirinya, ia beranjak duduk.Emily ikut bangkit. Ia masih berkedip-kedip tanpa suara. Setelah berhasil memandangi wajah Kara dengan jelas, wajahnya langsung berubah cerah. "Mama!"Kara menyambut dekapan hangat sang putri dengan tawa samar. Air matanya tak lagi terbendung. "Anak Mama memang pemberani! Kalian hebat sekali bisa naik ke atas sini," ujar Kara dengan suara gemetar. Si Kembar telah melalui hal yang mengerikan. Bukankah jauh lebih baik jika ia memberi mereka pujian dibandingkan penyesalan dan kekhawatiran?"Ini ide Louis. Aku cukup gila untuk mau mengikutinya ke atas sini," tutur Emily dengan bibir yang mencebik. "Begitukah?" Kara menggeser pandangan kaburnya ke arah sang putra. Setelah menyeka air mata, ia berbisik, "Itu ide yang sangat brilian, Jagoan."Louis terkekeh. Deretan gigi putihnya t
Baca selengkapnya

99. Bukan Orang Jahat

"Baiklah," celetuk Louis membuyarkan lamunan sang ibu. "Kali ini, kuakui kalau kau bukan orang jahat. Maaf karena sempat mencurigaimu, Tuan Galak." Wajah Frank berubah kecut mendengar julukan itu. Memenangkan hati Louis sepertinya akan jauh lebih sulit dibandingkan Emily. "Aku tidak galak, Jagoan Kecil. Kau saja yang belum mengenalku." Tiba-tiba, Frank merentangkan sebelah tangan. Matanya berkaca-kaca. "Apakah kau tidak ingin memelukku juga?"  Sebelum Louis sempat memutuskan, sang ibu menahannya. "Sayang, dari mana kalian mengenal laki-laki ini?" tanya Kara was-was.  "Dia laki-laki yang ditabrak Emily," sahut Louis ringan.  Kara pun tertegun. Ia tidak menduga bahwa takdir punya jalan sendiri untuk mempertemukan anak-anak dengan ayah mereka.  Frank mengerti makna di balik ekspresi itu. Sambil menggendong Emily, ia berjalan menuju Kara.  "Bagaimana kalau kita turun sekarang? Kita haru
Baca selengkapnya

100. Mengobati Luka

Louis mengangkat sebelah bahu. "Entahlah. Aku tidak tahu. Kalau kau bisa membuktikan bahwa kau benar-benar orang baik selama 50 tahun ke depan, mungkin aku bisa mulai menyukaimu." Frank tersentak dan melirik sang putra. "Kenapa 50 tahun? Itu lama sekali." "Karena usia harapan hidup manusia 72 tahun," terang Louis sambil tersenyum usil. Ia sudah memperkirakan usia sang pria pasti lebih dari 22 tahun. "Kau berencana membenciku selama aku masih hidup?"  Melihat mata Frank terbelalak, ia tertawa puas. "Kalau kau mau rencana itu berubah, berhentilah membuat Mama bekerja terlalu keras. Dengan begitu, aku akan merestui pertemananmu dengan Emily." "Louis, kalau kamu tidak suka dengan Tuan Harper, itu berarti kamu tidak boleh meminjam ponsel Mama lagi. Itu pemberiannya. Apakah kamu bisa?" celetuk si gadis kecil sambil menggoyang-goyangkan kepala. Louis mengerucutkan bibir. "Bisa. Jika tanganku sudah sembuh, aku bisa bermain rubik dan
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
89101112
...
53
DMCA.com Protection Status