"Udah, dong, Rin. Aku minta maaf." Kenshi berusaha meraih tangan wanita tersebut, tapi Rinai menepisnya pelan."Kamu itu kebiasaan. Ngomong itu difilter napa?""Lah! Salahnya di mana, coba? Kita, kan, udah sepakat memulai hubungan. Siapa tau emang beneran jodoh," ujar Kenshi ringan sambil tersenyum yang di mata Rinai terlihat menyebalkan."Dengar ..." Rinai menganjur napas sejenak. Menghadapi Kenshi seperti mendebat seorang balita. "Ini enggak logis. Gimana mungkin kita bisa bareng kalau enggak ada rasa sama sekali.""Ini bisa," balas Kenshi dengan sorot jenaka.Rinai mengembuskan napas panjang dan dalam. Dia benar-benar kehabisan kata mementahkan argumen pria itu. "Udahlah, jangan bahas lagi. Liat aja, ntar.""Nah, gitu dong. Keknya kamu emang calon istri idaman." Kenshi hendak tertawa setelah melemparkan candaan itu pada Rinai, tetapi urung setelah melihat sorot sang wanita menajam, persis silet."Wanita tadi siapa?" tanya Rinai seraya mengulurkan mangkok kecil yang berisi obat-obat
Baca selengkapnya