Home / Pendekar / Aruna Putra Api / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of Aruna Putra Api: Chapter 41 - Chapter 50

133 Chapters

41. Kebanggaan

“Tak apa, Aruna. Kayu sarayu pasti mampu mengatasinya,” ucap Arya begitu percaya diri. Lelaki itu mundur namun matanya terus memperhatikan toya yang bergetar semakin cepat.“Apa kayu sarayu sehebat itu?” tanya Aruna tak percaya. Pemuda itu berjalan mendekati ayahandanya. Meski kejadian yang memisahkan keluarga mereka bermula dari pertarungan mereka berdua, tetap saja Aruna tak bisa menyembunyikan rasa rindu.“Kau lihat lah sendiri,” ucap Arya datar.Lelaki itu melirik sekilas pada putranya. Ada rasa bangga dan bahagia yang tercermin dari seutas senyum di sudut bibirnya. Aruna sudah dewasa. Berguru pada Legawa, mewarisi ilmu pengobatan Ki Bayanaka, dan juga mampu menguasai kekuatan api.“Tunggu! Jadi, dia sudah bisa menguasainya?” tanya Arya dalam hati.Perlahan getaran pada toya yang tertancap tusuk konde emas mereda. Aruna tersenyum lebar. Usahanya tak sia-sia, bergelut dan bertukar energi dengan ayahandanya. Benda pusaka milik ibundanya itu kini dapat dijinakkan.“Apa yang kau lihat
Read more

42. Ayahanda

Ilalang setinggi leher itu bergerak seirama tersapu angin. Mentari baru saja muncul dari pekatnya kabut di puncak gunung Payoda. Sinar temaram cukup untuk menerangi dua makam sahabat dekat di hadapan Arya. Demi menahan dingin lelaki itu menghamparkan kain yang digunakannya memeluk malam di pundak. Hal yang tak bisa ia lakukan tiga tahun ini.Kesedihannya sudah habis. Menguap bersama usahanya menahan laju tusuk konde emas milik Jenar agar tak menembus dahinya. Itu pun dengan bantuan sahabat dari dunia lain untuk menghimpit separuh tubuh pusaka perempuan Astagina itu. Rasanya amat mustahil seseorang dapat mengeluarkannya dari sana.“Maafkan aku, Ayahanda. Aku tak mampu memberimu ketenangan di akhir hidupmu,” lirih Arya memandangi pusara Sanggageni.Hembusan angin kembali meniup ilalang rimbun itu hingga menimbulkan suara serupa simfoni alam yang indah. Sebagian meniup rambut sebahu milik Arya. Tanpa ikat kepala, mahkotanya itu bergerak tak terkendali hingga menutup sebagian wajah.“Ki B
Read more

43. Kembalinya Aruna

“Bagaimana pun Jenar harus dihentikan! Dia harus disadarkan bahwa kini dia sudah menyerupai Prabu Ranajaya dalam bentuk perempuan!” tandas Danapati. Lelaki itu baru saja menjelaskan secara rinci bagaimana kondisi terkini Astagina kepada Arya, Legawa dan Aruna.Arya geram. Tampak sekali pada kedua tangan yang mengepal sejak tadi. Suami mana yang terima sang istri berlaku gila dengan banyak laki-laki. Apa lagi demi kekuasaan semu yang tak mampu membuktikan apa pun. Sebuah tindakan yang justru mencoreng dirinya sendiri dan Astagina tentunya.“Apa kau punya rencana, Danapati?” tanya Legawa. Sengaja ia tak bertanya pada Arya karena tak akan ada rencana baik dari seorang yang tengah dikuasai amarah dan putus asa.Danapati diam dan mengusap dagunya beberapa kali. Ia menatap Aruna yang sama sekali tak ingin namanya disebut dalam perbincangan itu. Mereka bertemu pandang dan segera mengelak satu sama lain.“Semua bergantung pada Pangeran Aruna,” ucap Danapati datar.“Aku? Mengapa aku?” elak Aru
Read more

44. Penunggu Gerbang Astgina

Aruna memang dikawal dan digendeng sang ibunda hingga ke biliknya. Namun setelahnya Jenar segera pergi seolah kepulangan putranya serupa kepulangan anak yang lepas bermain. Jenar pergi dan menurut seorang pengawal tengah menemui Pangeran dari Prastawarna. Tak ada yang bisa dilakukan Aruna. Danapati dan Legawa tak diijinkan masuk ke istana.“Apa yang harus kita lakukan, Paman?” tanya Danapati beberapa langkah pergi dari gerbang istana.“Mencari penginapan, atau setidaknya sebuah kedai untuk beristirahat,” jawab Legawa datar.“Istirahat? Bukan kah kau tinggal berkedip dan seketika kembali ke Rakajiwa?” protes Danapati.Legawa menghentikan langkahnya dan berbalik menatap tajam Danapati yang nyaris menabrak pimpinan Padepokan Rakajiwa itu. “Diam dan ikuti aku! Jangan karena kau bekas Patih, kau merasa tahu segalanya tentang Astagina!”Seketika Danapati mengunci mulutnya. Lelaki itu hanya tak kuasa untuk menahan keinginannya mencari tahu. Aruna sudah masuk ke istana, sedang mereka berdua t
Read more

45. Muslihat Legawa

Legawa tersenyum sinis setelah menghentikan langkahnya. Ia sudah menyangka makhluk ini mengenal Ki Bayanaka. Mendiang ayah angkat Jenar itu satu-satunya orang yang menguasai Meraga Sukma di Astagina. Kemungkinan makhluk itu dan Ki Bayanaka sudah sering bertemu atau mungkin berkomunikasi.“Kau mengenal Ki Bayanaka, Manusia?” tanya makhluk itu sekali lagi.“Kalau iya kenapa? Apa kau akan mengijinkan aku masuk?” tanya Legawa merasa di atas angin.Pria itu berbalik dan segera terkejut. Makhluk itu telah berubah menjadi begitu mengerikan. Pakaian serba putihnya telah dipenuhi bercak darah. Matanya merah dan lidahnya menjulur terus meneteskan air liur. Ia memamerkan kuku-kuku jari tangannya yang panjang dan tajam.“Aku mencarinya! Katakan padaku dimana dia?” gertak makhluk itu dengan suara parau yang berat.“Apa setelah aku katakan kau akan mengijinkan aku masuk?” tanya Legawa berusaha memulai negosiasi.Makhluk itu tampak diam sesaat. Tawaran dari manusia di hadapannya tampak cukup adil. I
Read more

46. Perbincangan

“Apa yang sebenarnya terjadi, Guru?” tanya Aruna tak mengerti. Dalam wujud halusnya, mereka berdua dapat menyaksikan tubuh-tubuh mengenaskan diseret dan dilemparkan ke dalam pedati.“Ibundamu melakukan pembantaian, Aruna. Tapi kita harus tahu apa sebabnya!” ucap Legawa sama terkejutnya dengan Aruna.Jenar melangkah menuju sebuah sumber mata air yang dialirkan ke dalam ruangan itu. Ia basuh kedua tangan yang dipenuhi darah. Tak tampak sedikit pun rasa takut atau bersalah sudah membunuh Pangeran Wirabhumi dari Prastawarna beserta tujuh pengawalnya.“Ampun, Gusti, bagaimana dengan rencana penyerangannya?” tanya Senopati Jatiwungu di belakang Jenar.“Berapa orang yang sudah disiapkan dekat Prastawarna?” tanya Jenar tanpa menoleh.“Seribu lima ratus orang, Gusti. Terbagi menjadi tiga arah serangan masing-masing lima ratus orang,” terang Senopati Jatiwungu.“Apa kau yakin jumlah itu mampu mengungguli kekuatan Prastawarna?” tanya Jenar seraya berbalik. Ia sudah selesai membasuh tangan berlum
Read more

47. Buntu

“Aku akan tetap begini meski kau bukan Ibundaku!” tandas Aruna. Pemuda itu sudah tak tahan lagi untuk membuka percakapan dengan kata-kata manis dan penuh rasa hormat seperti biasanya.“Oh, anak Ibu sudah banyak berubah rupanya! Siapa yang mengajarimu bertindak demikian pada Ibunda? Apa Legawa?” cecar Jenar namun masih dengan sikap dingin.“Ibunda lah yang berubah,” ucap Aruna lirih. Kini ia beranikan diri untuk menatap mata ibundanya lekat-lekat.“Ibunda? Berubah?”“Ibunda tak lagi aku kenal. Tiga tahun ini benar-benar membentuk Ibunda menjadi pembunuh berdarah dingin!” tandas Aruna mulai dihinggapi emosi.Jenar bangkit dari tempat duduknya. Ia berusaha untuk tenang namun mau tak mau emosinya keluar. Tampak dari dua tinjunya yang mengepal. Bahunya naik turun dengan cepat, pertanda napasnya telah dipenuhi amarah.“Lantas apa sebutannya untukmu yang membunuh Kertajaya dengan keji, hah?” hardik Jenar. Suaranya cukup keras hingga memenuhi seluruh ruangan. Bahkan mungkin saja terdengar hin
Read more

48. Enam Pengawal Raja

“Oh, jadi kini Raja kalian ingin menahanku?” seru Aruna sembari terus waspada. Sampai detik ini ia belum memasang kuda-kuda. Reaksi dari keenam pengawal raja berikutnya akan bertindak sebagai pemantik.“Maaf, Gusti Pangeran. Mohon untuk kembali ke dalam! Sungguh kami tak ingin melukai Gusti,” ucap Pitaka seolah pemuda yang ia panggil pangeran adalah orang lemah yang perlawanannya tak berarti.“Tutup mulutmu!”Amarah Aruna sudah tiba pada batasnya. Teriakannya seraya mengacungkan ujung toya dianggap sebagai pertanda, bahwa pertarungan akan pecah tak lama lagi. Senggurat merah dan jingga tiba-tiba muncul entah dari mana. Otot-otot di lengan dan kaki pemuda itu kini sudah dibaluri api.Keenam Pengawal Raja segera memasang kuda-kuda. Satu persatu mereka mencabut dan menghunuskan senjata. Pendekar setangguh apa pun akan berpikir beberapa kali sebelum melawan putra Ksatria Cundhamani yang tersohor. Meski beranggapan Aruna tak akan lebih hebat dari ayahandanya, tetap saja kekuatan api yang d
Read more

49. Menyembuhkan Diri Sendiri

“Gah!”Aruna kembali memuntahkan darah segar. Kali ini lebih banyak dari yang pertama tadi. Darah itu bahkan sudah membasahi pakaian kebesaran dan berbagai perhiasan Pangeran-nya. Tubuhnya ditopang oleh Legawa, jika tidak ia tak akan sampai di beranda rumah gurunya itu.“Bertahan lah, Aruna! Para tabib sedang menuju kemari,” ucap Legawa dilanda kepanikan.“T-tak perlu, Guru. Aku bisa menanganinya sendiri,” ucap Aruna lirih.Seketika pemuda itu menjadi tenang. Ia duduk bersila tanpa perlu bantuan Legawa untuk menopang tubuhnya lagi. Aruna seperti tak mendapat luka parah buah anak panah kayu sarayu yang menembus dadanya. Putra Arya itu sepenuhnya dalam kendali Ki Daksa.Legawa mundur memberikan jarak. Meski tak mengerti bahwa tubuh muridnya dikendalikan sesuatu, pria paruh baya itu sudah mencium hal tak biasa dari suara Aruna yang terdengar berbeda. Legawa mengangguk-angguk menyadari sesuatu yang umum terjadi pada seorang sakti.“Memang seperti ini takdir tercipta. Tuan Sanggageni denga
Read more

50. Kembalinya Sasra Sayaka-Cundhamani

Arya membuang pandangannya ke luar. Di hadapannya sang putra baru saja menceritakan peristiwa di istana. Ada amarah namun ada pula keresahan di mata lelaki 37 tahun itu. Bagaimana pun Jenar masih istrinya dan Astagina adalah warisan kakeknya. Ia tak terima bila kerajaan itu menjadi berantakan karena ulah istrinya.“Kita harus mencegah ibundamu menyerang Prastawarna, Aruna!” lirih Arya dengan sorot mata tajam. Ada tekad yang tak perlu diungkap namun Aruna sudah memahami.“Apa kau yakin, Ayahanda?” tanya Aruna ragu. Pemuda itu kini lebih berhati-hati bila ingin berhadapan dengan ibundanya.“Serangan besok dipimpin Senopati Jatiwungu, bukan?” tanya Arya meminta konfirmasi.“Ya! Mereka berencana mengepung Prastawarna dari empat sisi mata angin. Masing-masing berkekuatan 500 orang,” terang Aruna.“500 orang ya....” Arya mengusap janggutnya beberapa kali. “Kita hanya harus mencegah serangan itu. Jangan sampai ada korban. Baik dari Prastawarna atau pun Astagina.”“Apa kau punya rencana, Ayah
Read more
PREV
1
...
34567
...
14
DMCA.com Protection Status