Home / Pendekar / Aruna Putra Api / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Aruna Putra Api: Chapter 31 - Chapter 40

133 Chapters

31. Keris-Keris Tiruan

Selanjutnya yang terjadi adalah pertarungan antar sepasang pedang berbeda ukuran itu. Pedang gabungan milik Danapati berputar-putar penuh tenaga dengan jangkauan yang luas. Sedang pedang milik Warasena bergerak cepat menyerang dari arah mana saja. Dua Candrawala mengawali pertarungan pemiliknya.“Ini sungguh menarik. Mana yang akan menang, Candralawa asli atau tiruan dengan pengembangan dan pengalaman mumpuni?” gumam Sakuntala dalam hati. Mantan Senopati Astagina itu kini duduk bersila di tanah demi mendapatkan pangangan terbaik dari pertarungan.Warasena mengeluarkan trisula andalan yang entah kapan terakhir kali ia gunakan. Senjata yang menemaninya sepanjang menjabat menjadi Raja Candikapura sebelum nyaris seluruh pasukannya dikirim ke dunia ruh oleh Arya. Juga sebelum istana Candikapura dibumi-hanguskan dengan Sasra Sayaka-Cundhamani.Sedangkan Danapati bersenjatakan keris dengan pamor yang tidak jelas. Keduanya memulai pertarungan tepat di bawah pedang mereka yang melayang-layang
Read more

32. Orang Lembu Ireng

Danapati mencabut kedua pedangnya dari tubuh Warasena yang sudah babak belur. Tubuh pria paruh baya segera ambruk ke tanah penuh dengan darah. Tak ada lagi gerakan. Pun juga dengan gerakan saluran pernapasan. Warasena gugur di tangan keturunan orang yang ia bantai puluhan tahun lalu.“Huh! Perampokan ini gagal sudah!” keluh Sakuntala. Pria berkaki palsu itu perlahan bangkit menyangga tubuh dengan tombaknya dan bersiap pergi meninggalkan tempat itu.“Tunggu!” seru Danapati. Seketika Sakuntala mematung. Ia mulai khawatir kalau saja orang Astagina itu haus darah dan berniat untuk membunuhnya.“Aku menyerah, Anak Muda. Maafkan aku sudah mengganggu perjalananmu. Sekarang silahkan lewat,” ucap Sakuntala begitu ramah meski dengan senyum yang dipaksakan.“Apa benar kau Senopati Sakuntala yang menjabat di Astagina pada masa kekuasaan Prabu Ranajaya?” tanya Danapati lantang. Lelaki itu mulai berjalan mendekat masih dengan dua pedang terhunus.“B-betul. Bagaimana kau bisa tahu?” tanya Sakuntala
Read more

33. Kabar Dari Danapati

“Pangeran Aruna!” seru Danapati begitu menyadari orang yang menyentuh bahunya adalah Aruna, Pangeran Astagina yang ia cari-cari. Lelaki itu hendak berlutut namun pemuda di hadapannya segera mencegahnya.“Paman Danapati, bersikap lah biasa, kita tidak sedang di istana,” lirih Aruna berusaha tak menarik perhatian.“Ampun, Gusti. Apa yang terjadi, mengapa hamba tiba-tiba ada di tempat ini?” tanya Danapati dengan suara yang lebih pelan. Nyaris serupa dengan Aruna tadi, namun lebih keras karena ia begitu terkejut.“Kau berada di Padepokan Rakajiwa. Aku membawamu dengan Lembat Brabat. Sekarang mari ikut aku menemui Guru Legawa,” terang Aruna sembari berlalu.Danapati tak sempat mengatakan setuju. Namun diam artinya setuju, kira-kira begitu lah yang berlaku di istana. Lelaki itu mengikuti langkah cepat Aruna. Sesekali ia memperhatikan sekitar. Ingatannya tertarik puluhan tahun ke belakang. Ayahandanya pernah mengatakan nyaris saja menimba ilmu di Rakajiwa.Tiba-tiba Aruna berhenti dan member
Read more

34. Kerinduan

Legawa terlambat. Ia tak mampu mencegah Aruna menggunakan Lembat Brabat. Pemuda itu hanya meninggalkan hawa panas di bekas tempatnya duduk tadi."Sial! Dia benar-benar ceroboh seperti ayahandanya!" rutuk Legawa. Guru besar Padepokan Rakajiwa itu segera berdiri tampak ingin menyusul muridnya."Apa yang akan kau lakukan, Paman?" tanya Danapati."Jelaskan kondisi istana, Danapati. Apa kah Aruna akan baik-baik saja? Sebelumnya ia pernah mengunjungi istana dan tak bertemu siapa pun," pinta Legawa."Dia sudah menghilang cukup lama. Dengan tampilannya sekarang pasti tak ada yang mengenalinya. Bisa jadi dia akan dikepung dan ditangkap seperti seorang penyusup!" jawab Danapati."Lantas dimana sebaiknya aku muncul di istana?" tanya Legawa sembari menyiapkan Lembat Brabat-nya."Bilik Pangeran Aruna adalah tempat paling aman!" jawab Danapati lugas."Baik, tunggu sebentar!"Seketika Legawa menghilang meninggalkan asap tipis hingga menyerupai kabut. Danapati sampai berdecak menyaksikan kehebatan ju
Read more

35. Berpikir Seperti Pendekar

Bulu kuduk ketiga prajurit itu bergidik. Pandangan mereka meremang. Hampir sekujur tubuh terasa bergidik. Pemuda yang baru saja memaksa untuk menemui Gusti Sri Maharani hingga melumpuhkan dua pengawal mendadak hilang. Sebelumnya seorang pria paruh baya muncul dan segera hilang bersama pemuda itu.“Apa mungkin orang tadi lelembut Wana Payoda yang tersesat?” ujar salah satu prajurit tanpa menurunkan kewaspadaan.“Hush! Jangan kau bicara sembarangan! Sudah lebih dari tiga tahun, mengapa baru sekarang ia tersesat?” tampik rekannya. Ketiganya kompak menengadah, entah mengapa. Apa karena tak ada siapa pun di sejajar mata atau karena sudah terlanjur menganggap Aruna lelembut Wana Payoda.“Lantas, apa yang harus kita lakukan?” tanya seorang lagi.“Periksa dua pengawal itu! Jika mereka baik-baik saja, tak perlu kita laporkan peristiwa ini. Anggap saja tak pernah terjadi apa pun,” ucap seorang prajurit yang sepertinya memiliki pangkat lebih tinggi dari dua lainnya.“Baik!” seru seorang prajurit
Read more

36. Tekad Danapati

“Maksudmu Senopati Sakuntala dan Prabu Warasena? Bagaimana mereka bisa menjadi rekan?” tanya Legawa tak percaya.“Aku sendiri tak mengerti, Paman. Aku bahkan mengira Sakuntala sudah lenyap dari dunia persilatan sejak kehilangan kaki kiri. Sedang Warasena aku pikir ikut musnah bersama Candikapura,” ujar Danapati sembari mengarahkan pandangan ke sisi kosong halaman Rakajiwa.“Hmm, jadi mereka bersekutu dan menjadi perampok, begitu?” tanya Legawa meyakinkan analisanya. Biasanya dua orang bisa bersatu karena memiliki kesamaan nasib.“Sepertinya begitu,” jawab Danapati singkat. Ia masih penasaran dengan kemampuan Warasena yang mampu menggantikan tubuhnya dengan batang pohon padahal ia yakin sekali pedangnya menembus tubuh mantan Raja Candikapura itu.“Aruna mengatakan kau terdesak? Oleh siapa?” desak Legawa. Sesungguhnya ia ingin memastikan Danapati benar-benar berada di pihak yang sama dengannya.“Warasena, aku yakin telah membunuhnya. Namun tiba-tiba ia muncul dengan tubuh berlendir dan
Read more

37. Pusing dan Mual

Puncak Gunung Payoda masih tertutup kabut tebal namun tubuh bagian selatan telah tampak. Dingin anginnya membuat beberapa pemuda menggesekkan telapak tangan demi mendapatkan rasa hangat. Matahari sudah menampakkan diri meski masih malu-malu. Seperti Danapati yang enggan bertemu dengan penghuni Padepokan karena malu terus-terusan mendapatkan pertanyaan yang sama. Siapa dan dari mana.Orang-orang Baka Nirdaya menggantungkan hidup mereka dengan hasil bumi. Mereka menjadikan Rakajiwa sebagai pusat segala kegiatan. Tak ada jual beli, yang ada hanya saling tukar. Meski sesungguhnya semua kebutuhan terutama pangan sudah dipenuhi oleh alam.Semua penghuni Padepokan adalah laki-laki. Pria paruh baya seusia Legawa umumnya veteran perang Baka Nirdaya-Astagina. Mereka tak berkeluarga, atau tak merasa layak untuk membina rumah tangga lagi. Mengingat istri dan anak-anak mereka umumnya adalah korban perang di masa lampau.Lelaki dewasa umumnya telah menimba ilmu selama beberapa tahun. Setelah merasa
Read more

38. Tusuk Konde Emas

“Mengapa tak menungguku sia ... p!” Danapati segera memuntahkan isi perutnya. Sepasang guru dan murid yang begitu kompak membuatnya menderita.Sayangnya Legawa dan Aruna sama sekali tak mempedulikan mantan Patih Astagina itu yang belum selesai dengan urusan perutnya. Dua laki-laki yang mirip cucu dan kakek itu lebih tertarik pada sebuah benda sebesar ibu jari yang diam melayang di dekat batuan berlumut.Legawa memberi isyarat pada Aruna untuk berhati-hati. Ia pernah dua kali ke dasar jurang ini dan nyaris tak bisa kembali ke permukaan. Ada semacam sesuatu yang tak terlihat dan berupaya menyerap semua tenaganya.“Apa yang sedang ka....” Mulut Danapati segera terkatup manakala menatap hal yang sama. Benda itu seperti menancap pada sesuatu yang tak terlihat.Ketiga laki-laki tampak tak mengerti apa yang harus dilakukan. Legawa dan Danapati bahkan sebelumnya tak menyadari ada benda seperti itu di dasar jurang. Mungkin karena hanya tertuju pada Arya, hingga tak menyadari adanya kejanggalan
Read more

39. Menyelamatkan Arya

Tatap mata dua orang yang saling merindukan itu bertemu. Aruna seolah tak percaya melihat ayahandanya lagi. Arya pun bahagia, setelah tiga tahun, orang yang menemukannya adalah putranya sendiri dan gurunya Legawa. Pria paruh baya itu sibuk memperhatikan sekitar, memindai risiko yang mungkin di hadapi di dunia ruh ini.“Apa yang terjadi denganmu, Ayahanda?” tanya Aruna dan segera mendekat.“Tunggu, Aruna! Kita tak tahu apa yang mungkin mengancam!” cegah Legawa. Pria itu masih saja mengedarkan pandangannya.“Paman Legawa, terima kasih sudah menjaga putraku. Mendekat lah, tak apa-apa, Lokawigna sudah mengenali kalian berdua,” ucap Arya begitu tenang.Arya berdiri dalam posisi kedua telapak tangan mengatup di depan wajahnya. Ujung tusuk konde emas terjepit di antara telapak tangan itu. Sedang separuh bilahnya terjebak antara dunia ruh dan dunia nyata. Itu sebab pangkal tusuk konde masih bisa dilihat dari luar.“Loka apa?” tanya Aruna.Belum sempat Aruna mendapatkan penjelasan dari ayahand
Read more

40. Toya Dari Kayu Sarayu

Aruna terus berusaha menahan benda di tangannya agar tak terlepas. Itu lah yang terlihat oleh Legawa dan Danapati, meski sebenarnya benda itu lah yang tak mau pergi dari tangan pemuda itu. Aruna bahkan sampai terus menahan dengan mengaitkan pergelangan kaki pada sebuah tanaman rambat di dinding jurang.“Apa kita harus membantunya, Paman?” tanya Danapati.“Andai kita mampu menyentuh pusaka itu, Danapati. Mari berharap Arya segera keluar dari dunia ruh dan membantu putranya,” jawab Legawa lirih. Meski khawatir, pria itu terus berusaha untuk tenang. Ia yakin Aruna mampu mengatasinya.“Arya? Dunia ruh? Apa yang kau bicarakan, Paman?” tanya Danapati tak mengerti.“Aku rasa sebentar lagi kau akan melihatnya,” ucap Legawa datar.“Melihatnya? Siapa?”Sebuah teriakan panjang dari Aruna mengiringi lesatan tusuk konde emas ke atas membawa serta tubuh sang Pangeran ke atas. Legawa dan Danapati hanya mampu menatap kepergian Aruna tanpa mampu melakukan satu hal pun.“Ayo kita ke permukaan!” ajak Le
Read more
PREV
123456
...
14
DMCA.com Protection Status