“Mereka, pengawal ibundamu, Aruna?” tanya Arya begitu tenang. Ia pernah dalam kondisi lebih tak menguntungkan. Melawan enam pendekar bersama sang putra, sepertinya bukan masalah.“Ya, Ayahanda. Perempuan itu yang memanahku dengan anak panah kayu sarayu,” adu Aruna seraya menunjuk Pitaka yang berdiri paling belakang. Tetap ia kenali meski menutup wajah karena posturnya paling berbeda.“Tentu saja ibundamu tahu kelemahan kita,” bisik Arya.Keenam pengawal raja Astagina itu belum juga menyerang. Entah apa yang mereka lakukan dengan terus memasang kuda-kuda. Padahal Arya dan Aruna sama sekali tak terlihat ingin menyerang. Keduanya tampak santai dan tenang. Bahkan Arya masih menghamparkan kain dan menyembunyikan kedua tangan demi menahan dingin.“Gusti Pangeran, kami punya tawaran untukmu!” seru Pitaka dari belakang.“Aku tak peduli apa kah itu tawaran kalian atau dari ibundaku!” sahut Aruna ketus. “Lagi pula, maju lah, Pitaka! Kau terlalu jauh untuk berbincang!” ledeknya.Arya tersenyum s
Read more