Home / Pernikahan / Maduku Putri Konglomerat / Chapter 51 - Chapter 60

All Chapters of Maduku Putri Konglomerat: Chapter 51 - Chapter 60

82 Chapters

Berakhirnya Ikatan

"Aku berangkat dulu, Ra. Oh iya, nanti kamu jangan lupa mampir ke restoran," pamit Mila, dia akan segera berangkat ke restoran.Tidak terasa waktu cepat sekali berlalu, sudah hampir enam bulan sejak aku meninggalkan rumah ibu. Sekarang Mila sudah menggantikan posisi Mas Alif sebagai manager restoran. Sekarang aku sudah terbiasa memanggilnya seperti itu. Katanya, aku sudah bukan lagi bawahannya, jadi aku tidak boleh memanggilnya dengan sebutan 'Pak'. Dan aku pun berusaha untuk mengganti panggilanku padanya, walaupun di awal aku merasa sulit tapi akhirnya aku pun menjadi terbiasa.Sementara Mas Alif sekarang beralih menjalankan perusahaan sang ayah. Mengingat ayahnya sudah tidak memungkinkan lagi untuk tetap menjalankan perusahaan miliknya.Aku pun masih tetap bekerja di restoran, membantu Mila tentunya. Saat ini aku sudah berhasil mengumpulkan uang untuk sekedar menyewa rumah di dekat restoran. Aku menyewanya berdua dengan Mila, agar kami bisa lebih mudah mengerjakan pekerjaan kami ya
Read more

Rendah Diri

"Kamu kenapa, Ra? Senang baru ketemu calon suami?"Aku menatap tajam Mila, dia selalu menggodaku jika aku bertemu dengan Mas Alif. Dia memang sudah mengetahui jika aku dan Mas Alif akan menikah. Mila pun sangat antusias mengetahuinya. Tidak henti-hentinya dia menggodaku yang akan menjadi istri dari seorang konglomerat.Haduh, memangnya aku melihat lelaki dari hartanya? Jika saja bukan karena permintaan terakhir ibu, tentu aku akan berpikir ribuan kali untuk menerima Mas Alif. Dia terlalu sempurna untuk wanita sepertiku.Jika aku wanita yang silau harta, tentu aku tidak akan menikah dengan Mas Hilman yang tidak punya apa-apa itu. Tapi aku tetap menikah dengannya, karena aku mencintainya. Sayangnya, rasa cintaku itu tidak berarti apa-apa untuknya. Hingga dengan mudahnya dia menikah lagi dengan wanita kaya.Untung saja kami belum mempunyai anak selama menikah. Permintaan Mas Hilman untuk menunda kehamilan memberikan kemudahan tersendiri buatku untuk berpisah darinya. Tidak ada yang menah
Read more

Tertusuk

Tak terasa waktu berjalan begitu cepat. Menurutku, akhir pekan datang lebih cepat dari biasanya. Apa mungkin hanya perasaanku saja? Entahlah.Aku memilin ujung baju yang aku kenakan, aku merasa gugup sekali. Aku sedang berada di dalam perjalanan menuju rumah Mas Alif. Tepat pukul tujuh tadi, Mas Alif sudah menjemputku di kontrakan."Kamu kenapa, Ra?" tanya Mas Alif karena aku sedari tadi hanya diam saja. Aku sedang mengatur debaran di dadaku. Sungguh aku sangat gugup sekali.Aku menoleh, menatap Mas Alif dengan resah. Dia tidak tahu saja jika sedari tadi aku sedang resah, takut jika pertemuanku dengan ayahnya nanti akan berakhir buruk."Kamu gugup ya, Ra?" tanyanya lagi ketika aku tak kunjung menjawab pertanyaannya."Iya, Mas. Aku gugup sekali. Hatiku resah sekali sejak tadi," jawabku.Mas Alif tersenyum kecil, dapat aku lihat sudut bibirnya terangkat, hingga bibirnya membentuk lengkungan. Bisa-bisanya dia tersenyum seperti itu, sementara aku sedang dilanda keresahan seperti ini. Aku
Read more

Bangun

Aku mengerjapkan mata pelan, netraku terasa berat saat akan terbuka. Sebuah sinar terang menyilaukan mataku, saat kedua mataku terbuka sempurna.Aku segera bangun dari posisiku, netraku menatap suasana di sekelilingku. Sunyi, tidak ada suara apapun yang terdengar di telingaku. Aku mengernyitkan kening, merasa heran dengan tempatku berada sekarang."Aku di mana? Kenapa aku tidak ingat apa-apa?" gumamku mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi terakhir kali.Aku pun memutuskan untuk berdiri dan melangkahkan kakiku, mencoba mencari petunjuk di mana sebenarnya aku berada. Barangkali aku bisa menemukan seseorang untuk aku tanyai.Aku merasa tubuhku lebih ringan dari biasanya, langkahku pun lebih panjang-panjang. Aku merasa aneh dengan tubuhku sendiri. Padahal sudah lama sekali aku berjalan, tapi aku tidak punya lelah sedikit pun. Entah, apa yang sebenarnya terjadi padaku.Aku berjalan menyusuri jalan yang tidak ada ujungnya, kakiku menapak di atas jalanan yang berpasir tanpa alas kaki. Tap
Read more

Aneh

"Sudah, Mas. Aku sudah kenyang," ucapku menutup mulutku saat Mas Alif menyuapkan makanan padaku."Satu kali saja, Ra," sahutnya, masih memaksaku untuk makan.Aku sedari tadi sudah menolak makanan yang diberikan padaku. Rasanya aku tidak berselera untuk makan melihat makanan yang disediakan oleh rumah sakit yang terlihat tidak menarik. Tapi Mas Alif tetap memaksaku untuk memakannya."Baiklah." Dengan berat hati aku menerima suapan dari Mas Alif."Baiklah, sekarang sudah selesai. Aku bereskan dulu ini," ucapnya lagi.Sudut bibirku terangkat ketika melihat Mas Alif membereskan alat makanku. Sedari tadi dia juga menyuapiku dengan sabar. Karena aku sudah terlalu bosan dengan makanan rumah sakit, aku sempat menolak untuk makan. Rasa makanannya selalu hambar menurutku.Sudah lebih dari satu minggu aku berada di rumah sakit, lukaku pun sudah tidak terlalu sakit lagi. Tidak seperti saat pertama aku membuka mata, luka di perutku masih terasa perih menyengat.Aku masih belum mengalihkan pandanga
Read more

Hal Pahit

"Ah ... akhirnya aku bisa pulang juga. Rasanya aku seperti terbebas dari penjara," ucapku sembari merebahkan diri di ranjang kamarku. Aku sangat rindu kamarku.Aku baru saja sampai di rumah setelah keluar dari rumah sakit. Akhirnya aku bisa terbebas dari aroma obat-obatan di sana. Rasanya aku sudah jenuh, setiap hari hanya berbaring di ranjang rumah sakit yang sempit itu.Aku menatap langit-langit kamar yang sudah aku tempati semenjak keluar dari rumah ibu. Tak terasa, aku sudah tinggal di sini lebih dari setengah tahun. Rasanya baru kemarin ibu masih bersamaku, terkadang aku merasa ibu masih ada di sampingku. Menemani hari-hariku yang sekarang tidak lagi sepi. Ada Mila yang selalu bersamaku.Aku jadi ingat Mbak Nuri ketika mengenang mendiang ibu. Mantan kakak iparku itu masih berhubungan baik denganku. Bahkan kami sering bertukar kabar di sela-sela kesibukanku. Aku jadi teringat sesuatu.Tanganku meraih ponsel di saku bajuku, tapi aku tidak menemukannya. Aku berpikir sejenak, di mana
Read more

Penjelasan Mila

"Sudah selesai mengobrolnya, Mil?" tanyaku begitu Mila masuk ke dalam rumah. Aku masih tetap pada posisiku tadi. Aku masih berada di balik pintu, mendengar pembicaraan Mila dan Mas Alif.Mila pun menghentikan langkahnya begitu mendapat pertanyaan dariku. "Ra ... ka-kamu, se-jak kapan kamu di—.""Iya, aku ada di sini sejak tadi, Mil. Dan aku ingin mendengar semua penjelasan darimu," ucapku sembari menatapnya tajam, memotong kata-kata Mila yang terbata. Dia pasti terkejut dengan kehadiranku. "Kita perlu bicara, Mil," imbuhku.Mila tampak gelagapan mendapat tatapan tajam dariku. Dia tidak berani menatap mataku. Dia pasti tidak menyangka jika aku ada di sini dan mendengar apa yang dia bicarakan dengan Mas Alif."Mungkin kita bisa duduk, sepertinya penjelasanmu akan sangat panjang," ucapku lagi sembari melangkah menuju sofa.Setelah tiba di sofa, aku pun duduk dengan santai seolah tidak terpengaruh oleh apa yang baru saja kudengar dari pembicaran Mila dan Mas Alif. Tapi sejujurnya hatiku s
Read more

Rencana

"Bagaimana kabarmu hari ini, Ra?" tanya Mas Alif, pagi-pagi dia sudah datang kemari. Padahal aku sedang enggan untuk bertemu dengannya.Tadi setelah Mila berangkat kerja, aku memilih duduk di teras sembari memikirkan rencanaku ke depannya. Sekalian mencari udara di luar, sejak masuk rumah sakit aku hanya terbaring saja di ranjang."Baik, Mas. Sangat baik malah," jawabku sembari menatapnya dalam. Jujur aku tidak mengharapkan kedatangannya. Aku masih menyimpan amarah padanya yang seenaknya melemparkanku pada Mas Hilman."Ada apa, Ra? Kenapa kamu memandangku seperti itu?" tanyanya lagi.Aku tersenyum, mencoba menutupi bagaimana rasanya hatiku melihat kedatangannya pagi ini. Aku harus bisa bersikap seperti biasanya. Aku tidak mau Mas Alif tahu jika aku sudah mengetahui semuanya."Tidak ada apa-apa, Mas. Oh ya, apa kamu mau kopi? Mau aku buatkan?" Aku mencoba mengalihkan pembicaraan dengan menawarinya kopi.Mas Alif menatapku sejenak, lalu kemudian dia berkata, "tidak perlu repot-repot, Ra
Read more

Bertemu Untuk Mengakhiri

"Perlu aku temani nanti, Ra?" tanya Mila sembari meletakkan sepiring nasi goreng yang baru saja dimasaknya di depanku.Aku menggeleng, "Tidak perlu, Mil. Aku pergi sendiri saja. Keadaanku sudah benar-benar pulih. Bahkan aku sudah bisa berlari sekarang," jawabku mencoba meyakinkan Mila.Aku tahu dia pasti khawatir jika aku pergi menemui Mas Hilman sendirian. Tapi aku sedang ingin berbicara empat mata dengan Mas Hilman. Ada sesuatu yang ingin aku tegaskan pada Mas Hilman. Dia tidak boleh terus mengusikku. Kehidupan kami sudah berbeda sekarang."Kamu yakin, Ra?" tanya Mila lagi, sepertinya dia tidak terlalu yakin dengan keputusanku untuk pergi sendiri."Iya, Mil. Sudahlah, mari kita sarapan dulu. Keburu siang ini, kamu juga harus ke restoran kan?"Mila menghela napas pelan lalu berkata, "baiklah jika memang kamu sudah yakin ingin pergi sendiri, tapi jangan lupa telepon aku jika kamu butuh apa-apa."Aku tersenyum tipis, perhatian Mila membuatku merasa terharu. Ah, Mila. Aku sangat berteri
Read more

Ajakan Bertemu

Aku menerawang jauh, menatap arus sungai yang bergerak pelan. Permukaan sungai terlihat tenang, membuat yang memandangnya juga ikut merasakan ketenangan.Aku sedang duduk di tepi jembatan, tadi setelah dari cafe aku melajukan motor kemari, tempat yang pernah Mas Alif tunjukkan padaku dulu. Tadi hatiku sedang gundah, bertemu Mas Hilman sedikit banyak membuatku merasa tidak enak hati. Bukan karena aku masih memiliki perasaan padanya. Tapi memang perasaanku sangat sensitif sejak mengetahui apa yang sebenarnya telah terjadi tanpa aku ketahui.Di sini sangat tenang, yang ada hanya suara gemerisik suara angin. Dari kejauhan dapat kulihat burung-burung terbang dengan bebasnya. Ah, aku ingin sekali bisa terbang bebas seperti itu. Aku ingin mengepakkan sayapku, menjauh dari orang-orang yang telah menyakitiku.Aku tertegun, memikirkan jalan hidupku yang masih belum tentu arah. Aku harus menemukan tempat untuk berlabuh lagi. Mencari apa sebenarnya tujuan hidupku. Tapi yang pasti, aku tidak akan
Read more
PREV
1
...
456789
DMCA.com Protection Status