Home / Pernikahan / Maduku Putri Konglomerat / Chapter 71 - Chapter 80

All Chapters of Maduku Putri Konglomerat: Chapter 71 - Chapter 80

82 Chapters

Adik Ipar

Aku masih menatap heran kehadiran lelaki di depanku itu. Aku pun belum menjawab pertanyaannya sama sekali. Sejak tadi aku hanya diam saja sembari memandangnya dengan raut tidak percaya."Kamu pasti heran kenapa aku di sini." Mas Atar terdiam sejenak, lalu dia sedikit mendekat ke tempat aku duduk. "Bayu, dia adalah adik dari mendiang istriku, Ra. Dia tidak punya saudara lagi selain istriku, jadi aku di sini untuk mendampinginya," tuturnya, seolah mengerti dengan keherananku atas kehadirannya di sini.Aku terkejut mendengar ucapannya. Aku pun tak menyangka jika suami Mila adalah adik ipar Mas Atar. Ya, lelaki yang ada di depanku sekarang adalah lelaki yang pernah bersikap buruk padaku, dialah Mas Atar."Kenapa diam saja, Ra?" tanyanya, ketika aku tidak juga menanggapi ucapannya.Bagaimana aku bisa menanggapinya,jika aku masih merasakan sakit hati terhadapnya. Katakan, siapa yang tidak sakit hati jika dituduh seperti itu? Dibentak, bahkan diancam akan dikeluarkan dari tempatku bekerja.A
Read more

Terluka

"Inara ...," sebut Mas Alif.Aku langsung tersentak begitu mendengar namaku disebutnya. Sudah lama sekali aku tidak mendengarnya menyebut namaku. Aku tersadar dari keterpakuanku, lalu seketika aku berdiri, menjauh dari sosok yang pernah menghancurkan hatiku itu."Kamu tidak apa-apa, Ra?" tanyanya lagi, mengulang pertanyaan yang sama dengan tadi.Aku menggeleng, memberi isyarat jika aku tidak kenapa-napa. Dan aku tidak mau dia dekat-dekat denganku. Padahal masih kurasakan perih di lenganku. Tapi aku tidak mau jujur padanya.Aku memberanikan diri melirik ke arah Mas Alif. Dia memandangku dengan raut wajah sendu. Kulihat netranya juga berkaca-kaca. Aku buru-buru mengalihkan pandanganku, takut jika hatiku kembali goyah. Walaupun aku tidak pernah memiliki dendam padanya. Tapi aku juga tidak berniat untuk bertemu seperti ini dengannya. Tapi entah mengapa takdir seolah kembali mempermainkan aku."Lenganmu berdarah, Ra?" Mas Alif melangkah mendekat, sepertinya dia melihat lengan bajuku yang t
Read more

Meluapkan Segala Rasa

"Kamu tidak boleh pulang dulu, Ra," tutur Ibu Mila.Beliau mencegahku untuk segera pulang, ketika aku mengutarakan maksudku untuk kembali ke Bandung besok pagi. Acara pernikahan Mila akan selesai malam ini. Kupikir, lebih baik aku segera pulang saja. Di sini aku juga tidak akan bisa membantu lagi. Lenganku telah diperban, pergerakanku pun menjadi terbatas."Tapi acara Mila akan selesai malam ini, Bu," sahutku.Kami tadi sedang berbincang ringan di kamar yang telah aku tempati selama tinggal di rumah beliau. Tadi setelah dari rumah sakit aku langsung diantar kemari oleh Mas Atar. Dia juga yang mengatakan pada Ibu Mila jika aku terluka. Jadilah sekarang aku hanya berdiam diri di kamar ketika orang-orang di rumah Mila masih sibuk merayakan pernikahan Mila.Ibu Mila baru saja mengantar makanan untukku, lalu kami berdua pun asyik mengobrol berdua, hingga aku mengutarakan keinginanku untuk pulang besok pagi."Acara Mila memang akan selesai malam ini, tapi Ibu tidak akan mengijinkan kamu pul
Read more

Kiara

Aku mematut diriku di cermin, mencoba menyembunyikan mata bengkakku sebaik mungkin. Setelah dirasa mataku yang bengkak tertutup make up, aku pun bangkit dari duduk. Lalu aku segera keluar dari kamar.Aku memandang takjub suasana pesta yang sangat ramai. Mila benar-benar menjadi ratu di hari pernikahannya. Pernikahan Mila sangatlah mewah, benar-benar pernikahan impian setiap wanita. Aku pun dulu sangat memimpikan pernikahan seperti ini. Tapi dulu aku sudah bahagia dengan pernikahan sederhana yang Mas Hilman berikan.Akan tetapi semuanya telah hancur sia-sia. Dan aku pun telah menempuh hidupku sendirian.Aku mendesah kasar. Tidak baik mengingat-ingat hal yang menyakitkan. Hari ini adalah hari bahagia untuk Mila. Aku harusnya mengesampingkan perasaanku.Aku melangkah menuruni tangga, mencoba bergabung dengan orang-orang yang hadir di pesta pernikahan Mila. Tapi setelah sampai di ujung tangga, seseorang menarik tanganku. Aku pun menoleh, menatap orang yang menarik tanganku. Netraku membul
Read more

Kebohongan

"Apa?" tanya Mas Alif tampak terkejut dengan jawabanku. Wajahnya pun tidak dapat menyembunyikan rasa keterkejutannya.'Maaf, Mas. Aku harus berbohong demi kebaikan semuanya.'Perlahan aku meriah tangan Kiara dan mengajaknya melangkah mendekat ke arah Mas Alif. Setelah sampai di depannya, aku berjongkok menyejajarkan tinggiku dengan Kiara. Kutatap mata polos gadis kecil di hadapanku itu dengan lembut.'Maafkan aku karena memanfaatkanmu ya, Nak. Semoga kamu mau membantu.'Aku menarik napas panjang, lalu membuangnya perlahan. "Sayang, salim dulu sama Om Alif, ya," ucapku pada Kiara dengan nada lembut.Netra bening Kiara menatapku dengan polosnya, tapi tak urung juga dia menganggukkan kepalanya, mengikuti perintahku. Tangan mungilnya terulur ke arah Mas Alif, sementara Mas Alif masih berdiri mematung. Tampak sekali jika dia benar-benar terkejut dengan kebohonganku."Halo, Om," tutur Kiara dengan tangan yang masih terulur.Mas Alif tersentak, lalu kemudian dia ikut berjongkok dan membalas
Read more

Bersiap

"Ah, aku juga permisi, Mas," pamitku.Aku harus segera pergi sebelum Mas Atar menginterogasiku dengan berbagai pertanyaan yang menyulitkanku. Dan aku tidak mau itu terjadi. Aku langsung melangkah meninggalkan Mas Atar dan Kiara yang berada di dalam gendongannya."Tunggu, Ra. Kamu berhutang sesuatu padaku," ucapnya menahan langkahku. Aku berhenti seketika mendengar ucapan Mas Atar.Aku menoleh ke arahnya, menatap takut-takut padanya. Tapi aku terperangah ketika melihatnya tersenyum tipis ke arahku. Aku mengusap-usap mataku, mencoba memastikan jika mataku tidak salah lihat. Barusan aku benar-benar melihatnya tersenyum.Mas Atar tersenyum? Lelaki es itu tersenyum? Aku sampai melongo melihatnya. Rasanya tidak percaya jika lelaki yang selalu berwajah datar itu tersenyum walaupun tidak begitu terlihat. Tapi aku yakin dia sedang tersenyum tadi."Ada apa? Kenapa melihatku seperti itu?" tanyanya terlihat mengernyitkan kening. Sepertinya dia heran karena aku melihatnya sembari mengusap-usap mat
Read more

Terjebak

"Wah ... kamu sudah datang, Ra." Sarah menatapku dengan senyum yang aneh. Sorot matanya seolah sedang memandang takjub padaku.Aku baru saja datang, dan langsung menuju meja kerjaku. Rasanya sudah lama sekali aku tidak datang ke butik."Ada apa, Sar?" tanyaku penasaran dengan senyum Sarah, biasanya aku juga tidak mau tahu urusan orang lain. Tapi entah kenapa, senyum Sarah terasa aneh bagiku."Kamu jangan pura-pura deh, Ra," sahut Sarah.Aku mengernyitkan keningku, tidak mengerti dengan apa yang dimaksud oleh Sarah. Pura-pura? Pura-pura apa maksudnya? Aku memandang Sarah dengan raut wajah penuh tanya."Ck ... kamu gimana sih, Ra. Masak nggak tahu. Kamu itu jangan pura-pura nggak tahu apa-apa. Mentang-mentang sebentar lagi jadi mantunya Bu Rani, kamu nggak mau berbagi kabar bahagia dengan kami," tutur Sarah mendecakkan lidahnya.Netraku membulat sempurna mendengar penuturan Sarah. Tidak. Dia pasti salah bicara. Aku ... aku tidak mungkin menjadi calon menantu Ibu Rani."Menantu Ibu Rani?
Read more

Pengakuan

Aku melangkah dengan gontai setelah keluar dari ruangan Ibu Rani. Rasanya seluruh kekuatan tubuhku seolah menghilang. Semua yang baru saja terjadi mampu membuatku kehilangan semangat untuk memulai hariku."Kamu kenapa, Ra? Tidak enak badan?" tanya Sarah ketika aku telah sampai di meja kerjaku.Aku hanya menatap Sarah dengan tidak bersemangat. Sarah pun berjalan mendekat ke arahku. Disentuhnya keningku dengan punggung tangannya."Tidak demam. Tapi kenapa wajahmu terlihat pucat," ucapnya sembari mengerutkan kening."Aku tidak apa-apa, Sar. Mungkin aku hanya kecapekan saja," sahutku, tidak mau membuat Sarah semakin khawatir."Iya kali, Ra. Harusnya kamu istirahat saja di rumah."Aku menggelengkan kepala, "Tidak, Sar. Pekerjaanku sudah banyak. Aku tidak mau menunda-nunda pekerjaanku."Sarah tampak menghela napas. "Ya sudah, kalau kamu inginnya begitu, Ra. Aku nggak akan mengganggumu kalau begitu." Sarah pun beranjak menuju meja kerjanya.Aku pun mulai mengerjakan pekerjaanku yang sudah me
Read more

Mila Marah

"Jelaskan padaku, Ra. Jelaskan apa yang aku dengar dari Bayu kalau kamu akan menikah dengan Mas Atar itu salah." Suara Mila sedikit meninggi dari balik sambungan telepon.Aku mendesah, aku memang sudah memperkirakan jika Mila akan menuntut penjelasan padaku jika mendengar berita pernikahanku dengan Mas Atar.Tak terasa satu bulan telah berlalu semenjak aku meminta penjelasan pada Mas Atar. Kini, pernikahanku tinggal satu bulan lagi. Ibu Rani meminta kami cepat-cepat menikah. Jadilah bulan depan pernikahan kami akan diadakan.Memang terkesan terburu-buru, tapi aku sudah pasrah. Jalan hidupku akan bagaimana, aku serahkan semuanya pada Yang Kuasa. Entah kebahagiaan ataupun kesengsaraan yang akan menemani sisa hidupku. Aku tidak tahu. Biar takdir yang akan menentukan nasibku kedepannya.Selama ini aku tidak menceritakan tentang pernikahanku dengan Mas Atar pada Mila. Aku tidak mau mengganggu bulan madu Mila. Di pikiranku, nanti saja saat hari pernikahan sudah dekat, agar Mila tidak terlal
Read more

Yakin

"Ayo kita pergi, Ra." Masih pagi tapi Mas Atar sudah datang ke butik, membuatku tidak bisa fokus pada pekerjaanku. Dia sedang duduk di depan meja kerjaku dengan posisi tangan bertopang dagu. Sementara aku baru saja akan mengerjakan pekerjaanku.Aku meletakkan pena ke atas meja, lalu memandang jengah lelaki yang bergelar calon suamiku itu. Aku sedang sangat sibuk hari ini. Pekerjaanku sedang menumpuk dan harus segera aku selesaikan, mengingat sebentar lagi aku akan disibukkan dengan pernikahanku."Memang mau kemana, Mas? Kamu tahu aku sedang sibuk, bukan?" tanyaku dengan nada datar.Mas Atar terdengar mendecakkan lidahnya. "Aku sudah meminta ijin pada ibu, beliau pun menyetujuinya. Apalagi saat aku mengatakan ingin mencari cincin untuk pernikahan kita, beliau langsung bersemangat untuk menyuruhku menemuimu," jawabnya. "Bahkan beliau yang paling antusias dengan pernikahan kita. Sebegitu bahagianya ibu ketika tahu kita akan segera menikah," imbuhnya dengan senyum melebar.Aku membulatkan
Read more
PREV
1
...
456789
DMCA.com Protection Status