Semua Bab Maduku Putri Konglomerat: Bab 61 - Bab 70

82 Bab

Mengakhiri Semuanya

"Makanlah, Ra," ucap Mas Alif begitu pesanan kami telah datang. Dia membawaku ke sebuah restoran yang terlihat mewah. Entah apa maksudnya membawaku kemari. Aku pun tidak mau menebak-nebaknya.Aku mengangguk, lalu tanganku mulai menyuap makanan yang telah dihidangkan. Sejujurnya aku teramat malas untuk makan, tapi aku butuh asupan tenaga.Hari ini, aku ingin mengakhiri semua hubungan yang kumiliki. Baik dengan Mas Hilman ataupun dengan Mas Alif. Dan aku berharap semua bisa berjalan dengan lancar seperti tadi pagi aku menemui Mas Hilman.Kami makan dalam diam, tidak ada obrolan yang keluar di antara kami. Sejak tadi, aku memang hanya diam saja. Sedangkan Mas Alif juga tidak mengajakku bicara. Dia tampak sedang memikirkan sesuatu. Dan aku tidak tahu apa yang sedang dia pikirkan.Apa mungkin dia sedang memikirkan bagaimana caranya melemparku pada Mas Hilman? Entahlah, aku tidak mau berprasangka buruk.Beberapa menit berlalu, kami pun telah selesai menyantap hidangan yang telah tersedia. A
Baca selengkapnya

Lembaran Baru

Aku tersenyum menatap layar laptop di depanku. Akhirnya pekerjaanku telah selesai. Aku merenggangkan tanganku yang terasa kaku, sejak semalam aku begadang mengerjakan desain gaun yang diminta oleh customer di tempatku bekerja.Ah ya, lima tahun berlalu semenjak aku meninggalkan Mas Alif. Dan tidak terasa kini aku telah menemukan tempat yang sangat damai menurutku. Tidak ada lagi yang mengusikku seperti dulu.Setelah aku meninggalkan Mas Alif malam itu, dia tidak henti-hentinya mencoba untuk menemuiku, tapi aku tidak pernah mau menemuinya. Bahkan nomer ponselku pun telah aku ganti. Aku tidak mau jika hatiku goyah jika bertemu dengannya. Aku sudah bertekad untuk mengakhiri semua kisah masa laluku.Lalu dua hari setelah malam itu, aku pun pergi dari tempat tinggalku. Aku meninggalkan semuanya, kemudian membuka lembaran baru. Dan sekarang di sinilah aku. Di sebuah kota yang dijuluki dengan Paris van Java karena keindahannya.Beruntungnya aku karena mempunyai teman seperti Mila, dialah yan
Baca selengkapnya

Kunjungan Mila

"Kamu ingin warna apa untuk gaunmu, Mil?" tanyaku pada Mila, tadi pagi dia telah sampai di rumahku. Dia datang sendirian tanpa calon suaminya. Katanya, tidak boleh pergi berduaan terlebih dahulu. Belum muhrim. Aku tersenyum mendengar alasannya itu."Emm, di acara akad nanti, aku ingin mengenakan kebaya berwarna putih, tapi aku ingin tampilannya sederhana saja. Tidak banyak hiasan, dan yang pasti terlihat beda dari kebaya pada umumnya. Lalu untuk acara resepsi, aku ingin kamu membuatkanku gaun berwana dusty rose.""Tunggu, Mil. Dusty rose? Kamu yakin pilih warna itu? Tidak ingin warna gold atau lilac?" tanyaku, aku heran saja kenapa Mila memilih warna perpaduan antara pink dan juga ungu itu. Padahal dari dulu dia tidak pernah mempunyai baju berwarna pink. Dan sejauh aku mengenalnya, dia tidak begitu menyukai warna itu."Yap, aku ingin memakai warna itu. Dan aku sudah sangat yakin akan keputusanku. Bagaimana, Ra?"Aku mengangguk menanggapi jawaban Mila. "Lalu untuk desainnya?""Desainny
Baca selengkapnya

Pertanyaan Mila

Langit mulai menggelap, awan-awan gelap sudah mulai berjajar rapi. Sepertinya hujan akan turun sebentar lagi. Walaupun terkadang mendung tak berarti hujan akan turun.Aku sedang fokus mengemudi, aku baru saja pulang dari rumah Mas Atar. Kiara menahanku tadi. Jadilah aku terlalu lama berada di sana. Aku sangat merasa bersalah pada Mila. Seharusnya hari ini aku meluangkan waktuku untuknya. Sudah lama kami tidak bertemu, tapi aku malah mengajaknya ke rumah Mas Atar."Maaf ya, Mil. Aku telah membuang waktu kebersamaan kita. Padahal kita sudah lama sekali tidak bertemu," ucapku masih fokus mengemudi, karena biasanya di waktu-waktu seperti ini banyak kendaraan yang mengebut. Takut jika hujan lebih dulu turun mengganggu perjalanan mereka."Tidak apa-apa, Ra. Keadaan tadi lebih penting. Kasihan anak kecil tadi, dia sedang sakit begitu," sahutnya.Lalu dia terdiam, aku pun melirik Mila sekilas. Dia terlihat asyik bermain ponsel. Sepertinya dia sedang bertukar pesan dengan calon suaminya. Terli
Baca selengkapnya

Permintaan Ibu Rani

"Ada apa, Ra? Tidak biasanya kamu ke ruanganku di jam seperti ini," tanya Ibu Rani saat aku telah masuk ke dalam ruang kerja beliau. Perempuan berusia lima puluh tujuh tahun itu membenarkan kacamata yang bertengger di atas hidungnya.Maksud kedatanganku ke ruangan beliau adalah untuk meminta ijin. Tidak terasa pernikahan Mila sebentar lagi. Waktu cepat sekali berlalu. Bahkan aku tidak menyangka jika pernikahan Mila sudah di depan mata."Maaf, Bu. Saya ingin meminta ijin tidak masuk untuk satu minggu, awal bulan depan. Saya akan pergi ke Sukabumi, teman baik saya akan menikah," jawabku."Sukabumi?" tanya Ibu Rani tampak sedang berpikir."Iya, Bu," sahutku.Ibu Rani terdiam sejenak, lalu beliau mengambil ponselnya yang berada di atas meja. Aku mengernyit ketika melihat beliau terlihat sibuk dengan ponselnya, tanpa menjawab permintaan ijinku. Berbagai pertanyaan memenuhi pikiranku. Tapi aku rasa tidak mengapa jika aku ijin untuk satu minggu nanti. Aku juga masih bisa membuat sketsa di se
Baca selengkapnya

Lelaki Masa Lalu

Netraku membulat melihat sosok lelaki yang berdiri di depanku. Dia pun sama, terlihat terkejut ketika melihatku. Senyum di wajahnya seketika menghilang kala bersitatap denganku. Masih teringat dengan jelas wajahnya yang dulu pernah menghiasi duniaku.Lelaki itu, lelaki yang pernah mengisi hari-hariku di masa lalu. Penampilannya tampak berubah. Tubuhnya yang dulu terlihat berisi kini tampak sedikit kurus. Lingkar hitam pun terlihat jelas menghiasi kedua matanya. Seperti orang yang kekurangan tidur.Ya Allah. Rencana apa lagi yang sedang Engkau mainkan? Kenapa aku bisa bertemu kembali dengannya? Padahal sudah lima tahun ini aku bisa bernapas dengan lega. Tidak ada lagi yang mengusikku. Bahkan aku sudah bertekad untuk melupakannya. Tapi kini dia tiba-tiba ada di depanku tanpa terduga."Yang ini bagus tidak, Mas?" Suara Mbak Hanum membuatku tersentak, tersadar dari keterpakuanku karena bertemu dengan mantan suami yang sudah lama tidak pernah bertemu lagi.Ya, lelaki tersebut adalah Mas Hi
Baca selengkapnya

Karma

"Baiklah, kalau begitu saya undur diri, Bu. Nanti jika barang sudah siap, saya akan segera menghubungi Ibu Inara lagi," pamit Pak Adi di akhir meeting kami."Baik, Pak. Sekali lagi saya mohon maaf atas keterlambatan saya. Tolong Pak Adi jangan kecewa pada kami. Tadi benar-benar di luar kendali kami, Pak," sahutku sembari mengatupkan kedua tangan di depan dada. Aku merasa sangat tidak enak dengan beliau karena sudah menunggu terlalu lama."Tidak apa-apa, Bu. Jangan terus meminta maaf seperti itu. Saya jadi merasa tidak enak," sahut lelaki paruh baya itu ramah."Baik, Pak," tuturku sembari melebarkan senyumku. Pak Adi memanglah orang yang baik, aku sangat menghormati beliau."Kalau begitu saya permisi, Bu," pamit Pak Adi lagi."Baik, Pak. Terima kasih banyak," sahutku.Lalu Pak Adi beranjak bangun dari duduknya, lalu melangkah pergi meninggalkan aku yang masih harus membereskan barang-barangku. Aku juga harus beranjak pergi. Masih banyak pekerjaan yang harus kuselesaikan sebelum aku men
Baca selengkapnya

Sikap Mas Atar

"Aku telah memetik apa yang telah aku tanam, Ra. Dulu aku mengkhianatimu, dan aku pun dikhianati oleh Linda," pungkas Mas Hilman, lalu dia mengangkat wajahnya dan menatapku dengan raut sendu. "Maafkan aku, Ra. Aku telah berhutang maaf padamu. Ternyata sakitnya dikhianati sangat menyakitkan. Tidak bisa aku bayangkan bagaimana menjadi dirimu dulu. Tolong maafkan aku, Ra," tambahnya.Aku menghela napas panjang. Memang orang baru akan mengerti rasa sakitnya dikhianati setelah merasakan sendiri. Jadi kumohon jangan salahkan aku jika dulu aku tidak ingin dimadu. Rasanya sungguh sakit sekali. Aku pun tidak ingin mengalaminya lagi. Sudah cukup satu kali aku merasakan bagaimana rasanya dimadu."Sudahlah, Mas. Jangan mengungkit lagi masa lalu. Aku sudah melupakannya. Dan kamu juga akan segera menikah lagi bukan?" tanyaku.Wajah Mas Hilman berubah, dia tampak gugup mendengar pertanyaanku tentang pernikahannya. Tapi kenapa harus demikian? Harusnya dia merasa bahagia bukan?"A-ku ... aku terpaksa
Baca selengkapnya

Menolak Ibu Rani

"Kenapa tuh wajah ditekuk, Ra?" tanya Sarah.Aku baru saja sampai di butik dan langsung mendaratkan tubuhku di kursi. Aku membuka tas, lalu meraih ponsel di dalamnya. Setelahnya aku meletakkannya di atas meja setelah memeriksa ada pesan atau tidak di ponselku.Hari ini benar-benar hari yang menyebalkan. Aku mendengus kasar mengingat sikap Mas Atar tadi. Lelaki es itu benar-benar menyebalkan. Pantas saja dia belum kembali menikah setelah sang istri pergi. Mana ada wanita yang tahan dengan sikap buruknya itu. Kasihan sekali Kiara harus memiliki ayah seperti Mas Atar."Hei ... bukannya menjawab pertanyaanku malah melamun. Dasar. Memangnya kamu kenapa sih, Ra?" tanya Sarah lagi sembari menepuk pundakku.Aku menatap Sarah sebentar, lalu mengalihkan pandanganku ke arah ponsel yang berkedip. Ada telepon masuk di ponselku. Aku pun menempelkan jari telunjukku ke bibir, memberi isyarat pada Sarah untuk diam sebentar saja."Halo, Assalamu'alaikum, Mil," sapaku setelah menekan tombol terima."Wa'
Baca selengkapnya

Pernikahan Mila

"Kamu cantik sekali hari ini, Mil," ucapku memandang takjub penampilan Mila saat ini. Dia sudah bersiap untuk pernikahannya. Tentunya menggunakan kebaya putih yang dia inginkan.Aku jadi berangkat sendirian ke tempat Mila, tidak dengan Mas Atar. Tiga hari yang lalu aku telah sampai, dan selama itu aku juga tinggal di rumah Mila. Bantu-bantu di rumahnya seperti keluarga sendiri. Apalagi orangtua Mila sudah menganggapku seperti putrinya sendiri, sama seperti Mila."Ini semua berkat kamu, Ra. Aku tidak akan secantik ini jika aku tidak memakai kebaya darimu," tukasnya sembari melebarkan senyumnya. Dia tampak bahagia sekali, terlihat dari raut wajahnya yang semringah, senyum tidak lepas dari bibirnya.Aku ikut bahagia melihatnya tersenyum bahagia seperti itu. Akhirnya sahabatku satu-satunya akan menikah hari ini juga, aku pun sangat-sangat bahagia. Tidak dapat kugambarkan bagaimana rasanya melihat Mila akan menikah."Katakan padaku bagaimana penampilanku, Ra?" tanya Mila sembari berdiri da
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
456789
DMCA.com Protection Status