Home / Rumah Tangga / Perempuan Masa Lalu Suamiku / Chapter 81 - Chapter 90

All Chapters of Perempuan Masa Lalu Suamiku: Chapter 81 - Chapter 90

141 Chapters

Bab 81: Kamu Tidak Peka

Rena tersenyum lebar. “Justru itu. Sengaja aku nyebur ke laut biar ditolong Dana. Kan, romantis,” ujarnya kemudian. “Ya, kalau Mas Dana mau nolong. Kalau dibiarin gimana?” “Ya, nasib. Gitu saja, nggak usah dipikir dalem-dalem. Namanya juga lagi mengkhayal, bebas aja, kan, mau gimana?” Tawa keduanya pecah berderai. Mereka menyudahi duduk di belakang jendela ketika matahari telah sempurna keluar dari peraduannya. Keduanya bergegas bergabung dengan anggota tim lainnya untuk sarapan.Usai makan pagi, akhirnya Lintang berhasil menghubungi Satya. Belum sampai Sangihe saja komunikasi mereka seperti jembatan putus. Apalagi nanti kalau sudah tiba di pulau terluar Indonesia itu. Ia harus bisa menahan rindu.“Mas Satya sakit?” tanya Lintang cemas ketika telinganya menangkap suara Satya yang terdengar lesu.“He-em.” Satya menjawab malas-malasan. “Sudah minum obat?” Lintang semakin khawatir. Ia belum pernah melihat Satya sakit dan mendengar suaranya selesu ini. “Obatnya nggak ada di rumah.”
last updateLast Updated : 2023-01-02
Read more

Bab 82: Hati Dana

“Khusus buat Rena dan Lintang, kalian tinggal di rumah yang berbeda dengan Dana dan El meski satu kelompok. Rumah yang kalian tempati masih satu desa. Jadi tidak masalah.”Penjelasan Kevin melegakan hati Lintang. Ia sempat khawatir jika harus serumah dengan Dana. Rupanya Kevin sudah mengaturnya sehingga mereka akan tinggal terpisah. Bukan apa-apa, ia merasa tidak nyaman jika harus serumah dengan El dan Dana. Pesan Satya untuk tidak terlalu dekat dengan Dana masih terekam jelas dalam ingatan. “Saya harap semua bisa beradaptasi dengan tim, masyarakat, dan lingkungan sekitar. Jangan ada yang melanggar larangan masyarakat di sana. Jangan cari masalah.” Nada suara Kevin penuh tekanan ketika mengucapkan dua kalimat terakhir. Melanggar adat dan kebiasaan masyarakat memang bisa berakibat fatal. “Bisa dimengerti penjelasan saya?” Lelaki berkulit cokelat terang itu kembali menyapukan pandangan. “Bisa!” Serempak semua anggota tim menjawab dengan lantang. “Oke. Silakan kembali ke kamar masing
last updateLast Updated : 2023-01-03
Read more

Bab 83: Siapa Dalangnya

Satya tersenyum lega melihat Mbok Darmi yang terlihat segar. Ia bersyukur tidak ada luka dalam dan pagi ini sudah diizinkan pulang. Tadi setelah menelepon Lintang, ia mendapat kabar dari Pak Pardi kalau istrinya dinyatakan sehat dan tidak ada gangguan kesehatan serius. Tanpa menunggu lebih lama, Satya memacu mobil ke rumah sakit untuk menjemput keduanya karena Evan sudah pulang semalam. “Semalam kenapa, Mbok, kok, bisa pingsan?” tanya Satya setelah berada di bangsal. Mbok Darmi terdiam sebentar, seolah berusaha mengumpulkan ingatan yang terserak. “Tadi malam saya baru selesai salat Isya. Waktu keluar dari musala, ada yang membekap mulut dan hidung saya dengan sapu tangan dari belakang. Setelah itu saya nggak ingat apa-apa lagi, Mas.” Satya tersirap. Berarti penjahat itu sudah berada di dalam rumah tanpa sepengetahuan Mbok Darmi. “A-apa ada barang yang hilang, Mas?” tanya Mbok Darmi khawatir. “Nggak ada, Mbok. Cuma perpustakaan saja diobrak-abrik.” “Barang-barang ibu?” “Kamar bu
last updateLast Updated : 2023-01-03
Read more

Bab 84: Siapa Dalangnya (2)

Sejejenak Evan terdiam sebelum akhirnya membuka mulut. “Yang disebut dalam rekaman?” “Iya. Kamu sudah dengar, kan? Paklik Soeroso sempat bertanya kalau rencananya gagal dan disanggah Pak Handoko?” Evan mengangguk. “Sampai sekarang saya tidak bisa menebak rencana mereka, Mas.” Lelaki bertubuh tegap itu menjawab pasrah. Sel-sel kelabu di kepala Evan seolah mengejang dan tidak mampu berpikir jernih lagi. Tekanan bertubi-tubi membuatnya oleng dan nyaris jatuh. Di satu sisi ia harus memikirkan perusahaan, di sisi lain, ia juga harus membantu Satya memecahkan teka-teki yang semakin rumit. Alih-alih memberi titik terang, rekaman pembicaraan Pak Handoko dengan Ndoro Soeroso justru menambah benang ruwet di kepala Evan. “Oh iya, Pak Handoko juga pernah salah mengirim pesanan Hendrijk. Kamu tidak pernah bilang padaku?” “Oh itu, sudah lama kejadiannya, Mas. Waktu itu masih ada Bu Sekar.” “Kenapa Bunda tidak memecatnya?” “Pak Handoko berjanji akan memperbaiki kinerja. Kebetulan itu pertama
last updateLast Updated : 2023-01-03
Read more

Bab 85: Ada yang Cemburu

Raut muka Bayu sama sekali tidak berubah meski ucapan Satya terdengar intimidatif. “Sebenarnya kejadiannya sudah cukup lama, Mas. Sekitar enam bulan lalu kalau tidak salah. Pesanan Tuan Rheindt dari Munchen dan Tuan Hendrijk datang hampir bersamaan dan Pak Handoko salah menulis nama pada nota pesanan. Akibatnya pesanan keduanya tertukar.” Satya menggeleng. “How come?” serunya heran. “Mungkin Pak Handoko sedang banyak pekerjaan dan keduanya meminta untuk dilayani secepat mungkin, atau mungkin ada sebab lain saya kurang tahu. Tapi namanya manusia, kadang ada salah juga. Tidak ada pekerjaan yang sempurna.” “Lalu, kenapa barang Hendrijk tidak diganti?” “Pak Handoko tidak mengatakan pada kami untuk mengganti. Saya pikir masalahnya selesai karena Tuan Rheindt bersedia menerima batik modern yang terkirim. Kebetulan batik itu cukup diminati. Beliau memesan kembali ke customer service dan sampai sekarang masih repeat order. Musim panas ini beliau memesan cukup banyak batik modern dan klasi
last updateLast Updated : 2023-01-04
Read more

Bab 86: Cha Eun-woo KW

Raut wajah Satya berkerut-kerut. Apa yang didapatinya dari akun Facebook Lintang membuat hatinya seperti diserang topan badai. Tiba-tiba saja, ia menyesal telah mengizinkan Lintang pergi ke Sangihe dengan Dana dan El. Bagaimana kalau kisah keduanya belum usai? Bagaimana kalau hati Lintang goyah setelah sebulan di sana dan selalu bersama ke mana pun pergi. Semua pikiran buruk seketika menjajah kepala Satya, membuatnya kesulitan memejamkan mata. Bara di dalam hatinya justru mendorongnya untuk terus membaca komentar yang terus bertambah. “Duh, Mas Dana, makin lama makin mirip Cha Eun-woo. Sama aku aja, deh. Katanya Mbak Lintang sudah ada yang punya, lho.” “Nah, ini baru bener,” sungut Satya. Ingin sekali ia membalas komentar-komentar ngawur teman-teman Lintang. Satya menggenggam erat ponsel di tangan seolah ingin meremasnya hingga lumat ketika membaca komentar El. “Woi, Gaesss, bantuin Cha Eun-woo kw 10 ini buat move on, dong. Kasihan nih, bidadarinya sudah disamber orang. Cepetan gi
last updateLast Updated : 2023-01-04
Read more

Bab 87: Bodyguard Dadakan

Lintang merasa tubuhnya sangat lemas. Disandarkannya punggung ke kursi. Ia bisa melihat kalau Rena tengah menatapnya khawatir. “Makasih, Kak. Minum apa saja yang penting hangat.” Suara Lintang nyaris kalah dengan deru mesin kapal. Rena mengangguk sembari mengiyakan permintaan Lintang. Namun, baru saja ia bangkit dari tempat duduk, Dana sudah berdiri di hadapannya. “Mau minum hangat?” Sepasang matanya menatap Rena dan Lintang bergantian lalu terkunci pada wajah Rena. “Pakai punyaku saja daripada nyari-nyari,” ujarnya seraya menyodorkan termos stainless berukuran kecil dan dua gelas kertas lalu meninggalkan mereka berdua. Sekian detik Rena terpaku dengan mulut terbuka. Sungguh ajaib. Dana selalu muncul saat Lintang mengalami masa-masa sulit. Tidak hanya sekali dua kali, tetapi hampir selalu, membuatnya semakin yakin kalau hati Dana memang untuk Lintang. Rena bahkan kadang berpikir jika Cha Eun-woo kw itu rela menjadi bodyguard Lintang seumur hidupnya. “Kak, Ren, malah bengong ngeli
last updateLast Updated : 2023-01-05
Read more

Bab 88: Tragedi Foto F******k

“Kayaknya mabuk laut.” Lintang meraih botol minyak lalu menghidu aromanya dan mengoleskannya ke leher. “Tadi harusnya kamu duduk saja, nggak usah gaya ikut aku berdiri di tepi dek,” sesal Rena. “Kayaknya tadi sudah nggak pusing, Kak. Makanya aku susul Kak Rena. Pengen juga melihat pemandangan,” ujar Lintang. “Mau istirahat dulu atau langsung turun? Kayaknya temen-temen sudah pada turun.” Rena menengok ke dek tempat teman-teman mereka berkumpul dan hanya menyisakan Dana dan El. “Turun saja. Aku sudah nggak apa-apa, Kak. Sudah lega.” Lintang tersenyum. Badai di perutnya sudah reda. Yang ada sekarang lambungnya mendadak menjerit minta diisi. Rena mengangguk lalu berjalan ke arah Dana dan El berdiri. Berempat mereka turun ke dermaga, mengikuti langkah Kevin dan rombongan yang tengah berjalan melintasi jembatan menuju ruang tunggu pelabuhan. “Kita akan menginap di Tahuna dua hari. Hari pertama kita akan audiensi dengan Bapak Bupati dan seluruh jajarannya. Hari kedua kita audiensi den
last updateLast Updated : 2023-01-05
Read more

Bab 89: Sunset di Sangihe

Satu-satunya jalan hanya mengkonfirmasi pada Satya langsung kalau ia tidak berdekatan dengan Dana sebelum suaminya tahu. Gemetar telunjuknya menekan nama Satya. Namun, berkali-kali ia mencoba, taksatu pun yang tersambung. “Ya, Aziz, Ya Ghofur ….” Bibir Lintang terus merapal istigfar dan menyebut asma Allah. Entah mengapa Satya begitu sulit dihubungi. Setelah panggilan kesepuluh, Lintang menghentikan usahanya. Tinggal melangitkan doa yang bisa dilakukannya saat ini. Ia berharap Satya tidak melihat foto-foto itu dan membaca komentar teman-temannya. Waktu lima belas menit yang dijanjikan sudah habis. Dua mobil penjemput sudah tiba. “Maaf kami terlambat jadi torang menunggu lama,” ujar salah satu dari penjemput dengan dialek Sangihe yang kental. “Tidak apa-apa. Kami masih sabar menanti.” Kevin menjabat tangan dua orang itu lalu tersenyum ramah. “Terima kasih pengertiannya. Kita berangkat sekarang?” Otot-otot wajah lelaki berkaus merah itu mengendur melihat kehangatan sikap Kevin. Kev
last updateLast Updated : 2023-01-06
Read more

Bab 90: Pertengkaran

Rena menghela napas. Pandangannya dari langit yang mulai gelap beralih pada Lintang.“Sama kayak kamu sering bilang kalau nggak ada apa-apa antara kamu dan Dana. Mungkin kamu tuh, seperti matahari, yang penting terbit dan bersinar dan nggak peduli perasaan orang lain yang nerima sinarmu.” Mulut Lintang terbuka lalu tertutup kembali. Ia mulai bisa menebak maksud Rena. “Sayangnya kamu bukan matahari dan orang lain itu bukan robot yang nggak punya perasaan. Gimana juga Dana punya perasaan dan kamu juga mesti mempertimbangkan perasaan dia. Kamu nggak bisa terus-terusan abai kalau Dana itu memang nganggep kamu istimewa.” Teh yang terlanjur masuk ke mulut mendadak terasa tawar. “Kak Rena melihat foto-foto di Fb Bang El.” Rena menggeleng. “Aku nggak ngerti sih, dari tadi kalian itu ngomongin foto apa.” Ia tertawa jenaka. “Aku cuma mau ngasih tahu kamu sudah saatnya lebih berhati-hati sama Dana. Dia itu sudah mirip jailangkung. Datang nggak diundang dan pergi tanpa permisi.” Kedua alis L
last updateLast Updated : 2023-01-06
Read more
PREV
1
...
7891011
...
15
DMCA.com Protection Status