Home / Pernikahan / Perempuan Masa Lalu Suamiku / Chapter 91 - Chapter 100

All Chapters of Perempuan Masa Lalu Suamiku: Chapter 91 - Chapter 100

141 Chapters

Bab 91: Kamu Mikirnya Kejauhan

Riak-riak yang sejak awal tertahan menyeruak di wajah Dana. “Maksud kamu? Kita cuma foto bareng dan nggak ada satu pun foto kita berdua.” Helaan napas panjang Dana memutus kalimatnya. “Kamu berpikir terlalu jauh.” Duh, Lintang seperti ingin mencubit dua lelaki di depannya yang mendadak bebal dan tidak peka. “Komentarnya itu lho, Bang, Mas. Aku tahu pasti kalian sudah baca komentar teman-teman di sana. Aku nggak nyaman banget.” “Sampai sekarang aku nggak ngerasa ada yang aneh, Lin. Ya kalau suami kamu mikir macem-macem, kasih tahu saja kalau kita bertiga cuma temenan dan yang ada di kolom komentar itu hanya becanda.” El berujar santai. “Udah, ah, kirain kamu mau ngomong apa gitu yang penting. Ternyata cuma masalah receh gini.” “Aku setuju sama El. Masalah sepele seperti ini tidak perlu dibesar-besarkan. Lebih baik energi kita untuk mempersiapkan ekspedisi sebulan ke depan daripada meributkan foto.” Dana mengikuti jejak El. Melihat wajah El yang tidak merasa bersalah dan Dana yang s
Read more

Bab 92: Melipir Sejenak

Selarik senyum terbit di wajah Lintang. “Nggak ada, Kak. Hanya kluster tiga sepertinya cukup berat medannya. Dari data yang saya baca ada beberapa titik yang rawan longsor.” Otaknya mencoba mencari alasan paling rasional yang bisa diterima Kevin.“Justru karena itu kalian aku tempatkan di kluster tiga. Kalian sudah berpengalaman di berbagai ekspedisi. Apalagi El dan Dana. Mereka hampir tidak pernah absen dari program konservasi hutan dan selalu bisa melewati masa-masa sulit. Kalian tim terbaik paling tepat di kluster tiga yang lebih kompleks permasalahannya.” Lagi-lagi Lintang harus mengakui kebenaran ucapan Kevin. El dan Dana adalah dua orang dengan jam terbang tinggi karena sudah terlibat program WWF sejak masih semester awal kuliah. Bahkan Dana mengisi jeda antara SMU dan kuliah dengan mengikuti ekspedisi panjang di Leuser, Aceh dan hutan-hutan Sumatera lainnya. Konsentrasinya mendalami pencemaran air tidak menyurutkannya untuk mengikuti berbagai ekspedisi konservasi hutan. “Hutan
Read more

Bab 93: Ndoro Soeroso

Satya memarkir mobil di halaman rumah berarsitektur Jawa klasik dengan halaman luas. Pohon tabebuya berbunga pink berada di sudut kiri dan kanan halaman seperti dua orang penerima tamu bersiap menyambut siapa pun yang berkunjung. Di depan pendopo, Satya menarik napas panjang, mengisi paru-parunya dengan sebanyak mungkin oksigen. Hatinya masih berusaha memastikan apakah yang dilakukannya hari ini sudah benar. “Ayo, masuk, Sat.” Ndoro Soeroso membuka pintu depan lebar-lebar. Senyum hangat menghias wajah sepuh itu. Satya mencium takzim punggung tangan Ndoro Soeroso. “Nggih, Paklik.” Satya menjawab sopan.“Mana istrimu? Kok, nggak diajak?” tanya Ndoro Soeroso setelah mereka duduk di ruang tamu. “Lagi keluar kota, Paklik. Lintang titip salam saja buat Paklik sekeluarga.” Satya menjawab sesopan mungkin meski hatinya bergemuruh. “Pandai sekali Paklik Soeroso berakting,” batinnya kesal. “Wah, pengantin baru kok, malah sering pisah kalian ini. Nanti Paklik nggak segera dapat ponakan.” Lel
Read more

Bab 94: Di-ghosting

Nyala api terlihat pada sepasang mata kelam Ndoro Soeroso. “Bocah gemblung! Kamu pikir aku takut dengan ancamanmu? Bocah nggak tahu adab. Jadi seperti ini Mbakyu Sekar mendidik kamu, hah?” “Tidak usah bawa-bawa bunda, Paklik. Ini urusan kita berdua. Sekali lagi saya ingatkan jangan coba-coba mengganggu saya atau sisa hidup Paklik akan berakhir di penjara. Kalau Paklik memang butuh uang, tinggal bilang saja, tidak usah segan. Saya akan berikan selama tidak berlebihan dan uangnya ada.” Nyala api di mata Ndoro Soeroso semakin membesar. “Dengar, Le, aku tidak pernah punya pikiran mengganggu usahamu apalagi meminta uang darimu. Aku dan keluargaku masih punya harga diri. Kamu pikir setelah semua kesuksesan hidupmu, bisa bertingkah jumawa? Ingat, di atas langit masih ada langit. Di atas manusia ada Gusti Allah yang menguasai alam semesta. Sikapmu yang jumawa itu akan menghanguskanmu!”Ndoro Soeroso mengganjur napas, mencoba meredam amuk badai di hati. Setelah sekian waktu tidak pernah bert
Read more

Bab 95: Penyerangan Kedua

Detik itu, Satya benar-benar menyesal mengizinkan Lintang pergi. Kalau tahu begini jadinya, ia akan berusaha lebih keras menahan Lintang. [Mas Satya baik-baik di rumah. Jangan kemalaman tidur biar nggak telat bangun subuh. Aku sudah pesen Mbok Darmi buat bangunin Mas Satya kalau sudah azan belum bangun juga.][Duuh, pesen kamu lebih panjang dari bunda.] Emot tertawa kembali masuk ke ponsel Satya. [Soalnya subuh itu kunci hari kita. Kalau subuh kita di awal waktu, insyaallah hari itu tidak akan ada yang sia-sia, rencana-rencana kita akan diberi kemudahan sama Allah.][Iya, Bu Ustazah.] Sepertinya semua perempuan memang ditakdirkan cerewet sehingga hal kecil seperti bangun pagi saja dia harus mengurus. Padahal sejak Lintang pergi, Satya sudah memasang alarm sehingga tidak perlu khawatir akan terlambat bangun. Dia bukan bocah. [Maaf, Mas. Aku cuma ngingetin.][Kamu di sana gimana? Baik-baik semua? Gimana makanan di sana? Cocok nggak sama perut kamu?] Salah satu hal yang mengkhawatir
Read more

Bab 96: Tutup Sementara

Dua petugas polisi sudah berada di lokasi ketika Satya tiba di Omah Lowo. “Ada yang terluka?” tanya Satya pada Evan yang tergopoh menyambutnya. Raut muka Evan menguarkan rasa lelah. “Ketiganya hanya pingsan. Satu orang sudah sadar dan dua lagi sudah saya bawa ke puskesmas terdekat. Kebetulan ada layanan dua puluh empat jam.” Evan menyapu wajah dengan setangan. “Syukurlah.” Satya menghela napas lega. “Ada barang yang hilang?” “Saya belum ngecek semuanya. Yang diobrak-abrik hanya ruang kafe. Kalau melihat pintu tengah yang tertutup, sepertinya pelaku nggak masuk ke dalam,” jawab Evan. Keduanya berjalan cepat menuju ruang depan Omah Lowo yang difungsikan sebagai kafe. Satya mengganjur napas melihat kafe yang terlihat berantakan. Meja kursi berserakan dengan posisi terbalik. Pecahan gelas dan cangkir berhamburan di lantai dekat coffee bar sementara bunga-bunga plastik dan foto-foto di dinding juga bertebaran di lantai. Salah satu petugas tengah berbicara dengan satpam yang sudah siu
Read more

Bab 97: Teror

Satya mengganjur napas. Sungguh salat paling kacau yang pernah dijalaninya. Pikirannya centang-perenang tak menentu. Ia mengangkat wajah yang sedari tadi menunduk ketika suara merdu Evan membaca Al Quran menerobos telinganya. Ayat demi ayat yang dibaca Evan seperti tali yang menarik tubuh Satya untuk mendekat. Lelaki itu berdiri lalu duduk di sebelah Evan. “Njenengan mau pulang sekarang?” Evan menghentikan bacaan Qurannya. Sekian detik keduanya saling berpandangan. Lelaki itu tidak lagi terlihat kusut. Air wudu membuat wajah Evan terlihat segar dan menawarkan kedamaian. Tatapannya menawarkan keteduhan. “Lanjutkan ngajimu.” Satya mengalihkan pandangan ke mimbar dari kayu jati berukir yang ada di dekat tempat imam. Evan mengangguk. Jenak berikutnya ayat-ayat surah Ali Imron meluncur dari bibir Evan, memenuhi ruangan berukuran seratus meter persegi itu. Setengah jam berlalu. Matahari mulai menampakkan diri di celah langit. Sinarnya menerobos masuk melalui jendela-jendala kaca di ba
Read more

Bab 98: Pindah Kantor

Dahi Satya berlipat. “Jadi ini hanya gertakan awal? Masih ada sesuatu yang lebih besar dari ini?” Seketika jantungnya berdetak lebih cepat. Ia tidak bisa memperkirakan apa yang akan terjadi setelah ini. Satya sudah menerima transkrip pembicaraan Pak Handoko dan Paklik Soeroso, tetapi tidak banyak yang bisa diketahui dari sana. Keduanya memakai banyak sandi dan istilah yang takbisa dimengerti. Hamdan pun tidak bisa mengurai sandi-sandi itu. Keduanya terlalu lihai. “Kalau melihat pelaku yang mengambil flashdisk yang berisi nama calon kontraktor dan desain bangunan kantor pusat, mungkin nggak Paklik Soeroso mau menggagalkan pembangunan kantor pusat kita? Bisa jadi dia menguhubungi kontraktor yang kita tunjuk untuk membatalkan kerja sama. Setelah itu dia menghubungi calon kontraktor lainnya dan meminta mereka menolak kerja sama dengan kita.” Evan menyandarkan tubuh ke kursi. Matanya menatap ikan di akuarium sementara otaknya mencoba merangkai potongan-potongan puzzle yang berserakan se
Read more

Bab 99: Keisengan Satya

Evan mengkalkulasi semua dengan cepat. “Sepertinya tempat paling memungkinkan memang di sana,” putusnya kemudian. “Kayaknya di spa juga bisa, Van. Si Nadia, manajer spa masih jomlo, kan? Kamu bisa sekalian pedekate.” Satya tersenyum iseng. Entah mendapat wangsit dari mana, nama Nadia tiba-tiba menyembul di ingatannya. Evan mengganjur napas. Raut mukanya seketika berubah. Tangannya bergerak cepat mengambil ponsel di atas meja lalu menghubungi Bayu agar menyiapkan tempat untuknya. “Saya sudah kontak Bayu. Saya izin telat ngantor, mau pulang dulu buat nengok dan ngecek bapak.” Evan memutus pembicaraan terkait perjodohan. Ia benar-benar tidak habis pikir. Sudah berkali-kali ia mengingatkan Satya agar tidak mengusiknya. Tetap saja soal ini Satya begitu bebal. Andai bukan atasannya, pasti sudah disumpalnya mulut Satya. Ia paling sebal jika Satya sudah membicarakan soal jodoh. Di mata Evan, lelaki itu bukan tersenyum, tetapi mengejek. “Ya, sudah terserah kamu mau ngantor di mana. Janga
Read more

Bab 100: Pesan Lintang

Satya menyebut nama rumah sakit dan dokter jaga yang menangani Mbok Darmi. Setelah itu ia mengeluarkan amplop cokelat berisi foto dan flashdisk berisi rekaman pembicaraan dan transkrip chat Paklik Soeroso dan Pak Handoko“Saya terima bukti-bukti yang sudah Anda kumpulkan untuk kami selidiki lebih lanjut.” Polisi itu mengambil sarung tangan lalu menyimpan barang bukti yang diberikan Satya. “Sayang sekali Anda tidak langsung melapor ketika sesaat setelah kejadian. Saya khawatir banyak bukti yang hilang karena Anda pasti sudah memakai ruang kerja Anda.” Air muka Satya seketika mengelam. Perusakan yang dilakukan di Omah Lowo tidak pernah terpikirkan olehnya. Satya berpikir, flashdisk yang berhasil dicuri pelaku akan menghentikan aksi Paklik Soeroso dan ternyata tebakannya meleset. “Lain kali, segera setelah terjadi tindak kejahatan, upayakan segera lapor.” “Baik, Pak. Tapi semoga kejadian di Omah Lowo yang terakhir.” “Kami akan kirim petugas untuk memeriksa rumah Anda sekarang.” Sa
Read more
PREV
1
...
89101112
...
15
DMCA.com Protection Status