Home / Romansa / DILEMA DUA HATI / Chapter 141 - Chapter 150

All Chapters of DILEMA DUA HATI : Chapter 141 - Chapter 150

195 Chapters

Salah Paham

Bagian 141 Salah Paham Maira mengganti baju berwarna biru tuanya dengan abaya dan jibab biasa di dalam kamar mandi masjid. Semua perlengkapan masih ia bawa ke dalam tas. Pistol laras pendek yang selalu ada di dalam saku, tali, borgol dan benda-benda penting lainnya. Berjalan cepat gadis bermata biru itu agar bisa menyamakan langkah mengikuti Azimah. Gerak-gerik adik Reihan terlihat mencurigakan. Maira jadi bersembunyi setiap sebentar agar tak ketahuan. Perjalanan Azimah sangat jauh berjam-jam lamanya menggunakan kereta cepat. Maira mengirim pesan pada orang di rumahnya, ia sedang ada lembur dan terlambat pulang. Empat jam kemudian baru Azimah turun di pemberhentian terakhir. Wilayah di mana perbatasan negeri Syam yang banyak sekali orang miskinnya. Belum sempat tersentuh bantuan karena sebagian tentara juga dikirim perang ke Balrus yang belum juga ada penyelesaikan sampai sekarang. Penampilan Maira dengan abaya licin itu terlihat berbeda. Sedangkan Azimah menggunakan gamis lusuh a
last updateLast Updated : 2023-02-28
Read more

Terpaksa Mencuri

Bagian 142 Terpaksa Mencuri Humaira mengikuti jalan persidangan Azimah selama dua hari lamanya. Sudah jelas ia dijatuhi hukuman mati karena melakukan kesyirikan dan berusaha menghancurkan rumah tangga orang lain. Namun, gadis itu tidak terlihat menyesal sedikit pun. Bahkan berani menantang Maira untuk membongkar aib orang lain yang masih mendatangi dukun. Pasti ada alasan yang jelas mengapa ahli nujum tua itu sampai memiliki banyak emas. Lalu hukuman mati dijatuhkan, oleh Hakim Harun. Adik gubernur Asad itu selalu adil dalam memutuskan perkara orang lain, tetapi tidak untuk dirinya sendiri serta keluarganya. Azimah dieksekusi mati setelah seminggu divonis oleh salah satu algojo dengan hukuman penggal. Memejam mata Maira melihat darah yang mengucur deras, tetapi memang demikanlah hukum yang harus ditegakkan agar ada efek jera bagi yang lain. Sudah diterapkan saja masih ada yang melanggar apalagi tidak diterapkan. Selesai melihat eksekusi mati Azimah, Maira tak lekas kembali ke kanto
last updateLast Updated : 2023-04-01
Read more

Mencari Keadilan

Bagian 143 Mencari Keadilan “Suami Ibu ke mana?” tanya Maira, ia lupa dengan penjelasan Fahmi barusan. Gadis bermata biru itu duduk di pasir yang hanya beralaskan kardus saja. Ibu dan anak tersebut tak menjawab pertanyaan Maira, mereka makan begitu lahap, seolah-olah sudah lama tak bertemu dengan makanan. Bagaimana perasaan gadis itu? Tentu terluka, teringat ia lagi dengan keadaan di rumahnya yang penuh makanan. Bahkan Fahmi harus mencuri untuk hanya urusan mengganjal perut. “Suamiku baru dua hari lalu meninggal,” jawab Naina—ibu Fahmi. Raut wajah itu menjelaskan asal kelahirannya. Hidung mancung dan kulit gelap. Naina berasal dari India sedangkan suaminya tidak. Fahmi lebih condong mengikuti wajah ibunya. “Karena?” Penasaran Maira belum terpenuhi. “Sakit.” Naina lekas menyusui anak keduanya yang perempuan, bernama Rahmah. “Alhamdulillah air susuku keluar juga. Terima kasih ya, Nak, dua kali kau menolongku.” “Dua kali?” Gadis bermata biru itu mengulangnya. Maira lupa pertemuan p
last updateLast Updated : 2023-04-01
Read more

Sekufu

Bagian 144Sekufu Maira berjalan dengan Fahmi ke satu tempat yang cukup ramai. Tak malu polisi wanita itu meski pemuda yang berjalan di belakangnya terlihat lusuh dan tak ada eloknya dipandang sama sekali. Gadis bermata biru itu mendadak lapar usai mendatangi rumah ular berbisa. Jika dituruti nafsu sudah jelas ia akan terima tawaran makan dari Nyonya Heba tadi. “Fahmi, kau pernah makan kebab dan burger?” tanya Maira berhenti di sebuah gang yang wangi makanannya sangat menggugah selera. “Dulu pernah diberikan oleh orang, setelah itu aku lupa rasanya,” jawab pemuda itu sambil menunduk, seolah-olah pesona Maira terlalu menyilaukan di matanya. “Kalau begitu, kau pergi ke pedagang sana, belikan dua buah kebab dan burger, ya, full irisan daging dan bawang. Aku tunggu di sini.” Maira memberikan beberapa lembar uang pada pemuda yang bertubuh kurus persis seperti ayahnya itu. Lekas saja Fahmi pergi, sebenarnya ia ingin meminta untuk ibunya juga, tetapi pemuda itu malu. Sudah diberi saja
last updateLast Updated : 2023-04-01
Read more

Jalan Tengah

Bagian 145 Jalan Tengah Fahmi beserta ibu dan adiknya berjalan kaki menuju pasar untuk mencari mesin jahit. Namun, ketika belum sampai di tujuan, ada sebuah mobil berhenti di depan mereka. Pintu mobil itu bergeser ke arah samping. Seorang laki-laki dengan badan besar muncul dan menarik paksa Naina yang membawa bayi beserta putranya. Kemudian mobil berjalan cepat menuju satu tempat yang begitu sunyi dan senyap. Jauh dari keramaian dan tidak ada satu orang pun yang bisa dimintakan tolong. “Kau yakin peritahnya hanya untuk membuang mereka saja? Tidak perlu dibunuh?” tanya lelaki yang melempar ketiganya di padang pasir pada supir. “Yakin, kalau dibunuh malah jadi masalah besar nanti. Yang penting mereka sudah pergi. Cepat, tinggalkan tempat ini.” Mobil itu kemudian pergi. Tinggalah mereka bertiga di sana tanpa arah dan tujuan. “Ya Allah, ini di mana, dan siapa mereka tadi?” Naina menenangkan Rahmah yang terus saja menangis. Cukup lama mereka di dalam mobil dan tak ingat pula ke mana
last updateLast Updated : 2023-04-01
Read more

Menerima Nasab

Bagian 146 Menerima Nasab “Apa? Gubernur Asad ingin melamarku?” tanya Maira pada ayahnya. Mereka baru selesai makan malam bersama dan sudah waktunya menjelaskan hasil perbincangan di telepon tadi sore. “Iya, kau tak salah dengar, Nak. Mereka memiliki seorang putra, dan mereka rasa cocok untuk menjadi suamimu,” ujar Ali dengan jantung berdebar luar biasa. Di ruang tamu hanya tinggal ia dan Maira saja, detik-detik kejujuran yang menyakitkan hati. Kejahatan belasan tahun silam yang meninggalkan jejak berupa seorang gadis bermata biru. “Tapi, rasanya aneh sekali. Mengapa tak mencari wanita lain seperti guru, dokter, atau anak ulama dan mungkin saja anak gubernur lainnya. Bukankah dengan yang demikian jauh lebih sekufu.” Maira berpikir ada yang aneh. Rasanya tidak masuk akal jika keluarga Asad ingin meminangnya. Sedangkan ia pernah membuat keributan kecil di dalam istana sang gubernur. Tatapan Nyonya Heba saja sudah jelas tak menyukainya. “Tak selamanya sekufu selalu menjadi ukuran d
last updateLast Updated : 2023-04-01
Read more

Putra Gubernur

Bagian 147 Putra Gubernur “Benarkah Maira tak marah pada kita?” tanya Gu pada Ali yang menjelaskan hasil pembicaraan tadi pagi pada dirinya. Sepasang suami istri itu sedang menyiapkan kudapan untuk acara sore nanti. Sudah biasa mereka berdua mengerjakan pekerjaan rumah bersama-sama. “Benar. Ekspresinya pun biasa-biasa saja. Dia terlihat menarik napas lega,” ucap Ali. “Yang benar? Jangan-jangan di belakang kita dia menangis lagi.” Gu tahu sebab wanita di depan orang yang dicintai berkata baik-baik saja, padahal hatinya sudah hancur luar biasa. “Itu aku tidak tahu. Yang paling penting dia sudah memaafkan kita. Bahkan tak ingin tahu apa pun masa lalu kita. Aku sedikit lega.” “Ya, alhamdulillah kalau begitu. Hanya tinggal lamaran saja nanti sore. Semoga pihak keluarga laki-laki menerima, dan kalau tidak menerima mereka bisa menjaga aib kita. Tak terbayangkan kalau mereka mengumbarnya ke sana kemari.” Gu memotong-motong ayam untuk diberi tepung. Ali hanya diam tak mau menanggapi lagi
last updateLast Updated : 2023-04-01
Read more

Firasat Orang Tua

Bagian 148 Firasat Orang Tua Kurang dari sebulan setelah lamaran, pesta pernikahan pun digelar sangat meriah. Sebelumnya akad nikah hanya untuk pihak keluarga inti saja. Hakim Harun menjadi wali untuk Humaira binti Gulaisha Amira. Ali tak kuasa menahan air mata. Gadis yang sejak usia empat tahun tumbuh besar bersamanya, kini telah menjadi milik orang lain yang lebih berhak, yaitu suaminya. Maira pun demikian, ia tak sanggup menahan air matanya lagi ketika harus berjauhan dari rumah, terutama ayahnya, sosok lelaki yang selalu ada untuknya. Gu jadi ikut menangis, melihat keharuan ayah dan anak itu. Namun, anak perempuan memang harus meninggalkan rumah. Ia telah menjadi tanggung jawab baru bagi seorang suami. Nyonya Heba berdandan sangat mewah hari itu. Perhiasan yang seharusnya tertutup oleh kerudung lebar ia keluarkan. Cincin berlian yang ia kenakan sampai dua, gelang yang sengaja keluar dari lengan baju dan bros berwarna kuning keemasan yang membuat mata Naima silau memandangnya.
last updateLast Updated : 2023-04-01
Read more

Sarang Ular Berbisa

Bagian 149 Sarang Ular BerbisaHeba iri dengan mahar yang diberikan Amran untuk istrinya. Tak tanggung-tanggun sebuah jeep warna hitam mengilat kini sudah menjadi hak milik Maira. Sebab istri pertama Asad itu bahkan sampai sekarang satu mobil dibagi dua pula dengan Gia. Bagaimana mungkin seorang Maira yang baru saja masuk bisa mendapatkan fasilitas sedemikian mewah, bahkan Amran saja belum pernah memberikan barang mahal untuknya. Seharusnya ia berbakti dulu pada ibunya, baru menyayangi istrinya.“Kau tidak ada rencanakah untuk memberikanku mobil baru?” tanya Heba pada suaminya. Semua sudah kembali ke kamar masing-masing. Asad lebih banyak menghabiskan malam dengan istri pertamanya. Mengingat usianya sudah tak lagi muda sebenarnya untuk menikahi Gia yang bahkan umurnya di bawah Naima. “Untuk apa, Heba Sayang. Apa mobil pintu geser ke samping itu kurang untukmu?” “Mobil itu bukan hanya untukku, kan? Tapi untuk istri mudamu iya juga,” gerutu ibu Amran. “Iya, tapi, kan, yang lebih ban
last updateLast Updated : 2023-04-01
Read more

Salah Tujuan

Bagian 150 Salah Tujuan “Kupikir menikah bukanlah hal yang sulit. Ternyata sangat sulit untuk dikerjakan,” keluh Maira di dalam kamar hotelnya. Suaminya sosok yang semuanya terlalu ingin terlihat mewah. Bahkan hotel tempat mereka menginap saja tidak tanggung-tanggung yang dipesan. Amran juga ingin menyampaian keinginannya untuk liburan ke luar negeri. Namun, untuk yang satu itu Maira menolak dengan tegas. Bagaimana mungkin bisa liburan sementara sudah satu minggu pekerjaan mereka hanya jalan-jalan saja. Amran tertawa puas setiap hari, sedangkan polisi wanita itu tersenyum dengan penuh kepalusan. Tidak hanya sampai di sana saja, putra Heba itu juga menyita ponsel istrinya selama bulan madu. Katanya supaya tidak ada yang mengganggu. Pertanyaannya, diganggu dalam hal apa? Menghubungi keluarga Maira terutama Ali apakah termasuk unsur yang mengganggu? “Hah, pusing kepalaku. Rasanya biarlah aku menangkap penjahat daripada terjebak dengan anak manja ini.” Putri Ali memasang senyum palsu
last updateLast Updated : 2023-04-01
Read more
PREV
1
...
1314151617
...
20
DMCA.com Protection Status