All Chapters of Suamiku Menikah Lagi di Vila Milikku: Chapter 41 - Chapter 50

132 Chapters

Aisya Hamil?

"Saya enggak enak makan, Mbak," lirih Aisya. Cintya menghela nafas. "Biar mbah Yah yang suapi," usul Cintya. "Maaf Bu, saya sudah mau pulang, jadi enggak bisa," sanggah mbah Yah di ambang pintu. Cintya melirik jam tangan yang baru menunjukkan pukul tiga lewat sedikit. Dia meminta mbah Yah pulang jam lima, tapi kenapa sekarang mbah Yah sudah ingin pulang. Mbah Yah menggelengkan kepala saat Cintya melihatnya. Terlihat jelas dari raut mukanya, kalau dia malas menyuapi Aisya. Cintya menyadari itu, lalu dia berjalan ke arah mbah Yah. "Demi saya Mbah," ujar Cintya penuh penekanan. Mbah Yah merengut, tapi tetap berjalan ke arah Aisya. Diraihnya piring, lalu membantu Aisya untuk bersandar. "Bu Cintya baik bukan? Beliau masih mau merawat madunya, meskipun hatinya selalu disakiti," ujar mbah Yah tak dapat menahan emosinya. Mbah Yah lantas menyendok nasi, lalu mengarahkan ke mulut Aisya. "Sudah Mbah," tolak Aisya disuapan ke lima. Dia meraih gelas berisi air putih, lalu menenggaknya s
Read more

Darurat

"Halo Mel, secepatnya ke sini. Keadaan semakin darurat!" Tut Cintya mematikan panggilannya secara sepihak. Sudah dipastikan, dokter Mela-sahabatnya mencak-mencak. Namun Cintya tak peduli. Pikirannya terus dihantui oleh kehamilan Aisya. "Mungkin saja dia masuk angin Bu," hibur mbah Yah namun tak bisa membuat hati Cintya lega. Cintya meninggalkan mbah Yah yang masih terbengong seorang diri. Dia lantas mengambil air wudhu. Wajahnya tampak lebih berseri. Dia bergegas mengenakan mukena. Lama sekali Cintya menengadahkan tangan, memohon kepada Sang Pemilik segalaNya. Tin Suara klakson mobil membuat Cintya menghentikan do'anya. Dia bergegas menengok dari balkon kamarnya. Mobil dokter Mela. Cintya lalu turun setelah melepas mukena. "Kamu tidak terlihat sedang sakit?" Tanpa basa-basi sahabatnya langsung masuk. Dokter Mela sudah terbiasa ke rumah ini saat Cintya maupun Bara butuh pertolongannya. "Bukan aku yang sakit," jawab Cintya sambil mempersilakan tamunya masuk. "Bara?" Ci
Read more

Dia Maduku

Cintya bernafas lega karena dugaannya salah."Obatnya nanti diminum, ada yang sebelum makan dan sesudah makan!""Iya Dok." Cintya semakin bernafas lega. Ketakutannya tidak terbukti. "Mel, yuk ngobrol di luar!" ajak Cintya setelah Mela memberikan obat buat Aisya. "Terima kasih, Dok!" ucap Aisya setelah dokter Mela pamit. "Rajin makan, meskipun sedikit!" ujar dokter Mela sebelum meninggalkan Aisya. Aisya tersenyum bahagia. Ternyata Cintya masih mau merawatnya. Cintya mengajak dokter Mela duduk di taman samping, agar Aisya tak mendengar percakapannya. Dokter Mela semakin dibuat bingung oleh tingkah sahabatnya. "Beneran dia enggak hamil?" Cintya kembali memastikan, setelah keduanya duduk di ayunan. Dokter Mela membenarkan letak kacamata yang bertengger di atas hidungnya yang mancung. "Enggak, dia terkena infeksi usus. Tadi 'kan sudah kubilang.""Syukurlah," jawab Cintya lega. Lagi-lagi dokter Mela heran. Siapa sebenarnya gadis muda tadi, sampai-sampai Cintya begitu khawatir. "D
Read more

Andai Aku Hamil?

Dokter Mela tak tahu harus menjawab apa. Dia juga tidak menyangka, Bara yang selama ini dia kenal bisa sejahat itu. "Andai aku bisa hamil, pasti mas Bara tak akan mendua. Apa aku terlalu jahat, ternyata Aisya tidak jadi hamil?" Dokter Mela mencoba memeluk Cintya. Cintya tak menolak. "Sabar, Allah pasti sudah merencanakan yang lebih baik," bisik Mela. Cintya tak mampu menahan tangisnya. Beban yang selama ini tertumpu, dia curahkan kepada Mela. Sesekali, Mela mengusap punggung wanita cantik di pelukannya. "Sudah ah jangan nangis terus, nanti cepet tua!" goda Mela yang dibalas cubitan kecil Cintya. "Aduh, galak amat bu dosen," rintih Mela sambil mengusap lengannya yang merah. "Pasienmu sudah nunggu, pulang saja!" usir Cintya sambil melirik jam tangannya. Jam lima sore, klinik Mela sudah harus buka. Bukannya tersinggung, Mela malah tertawa ngakak. "Kamu belum bayar. Mana bayaranku!" ujar Mela ceplas-ceplos. "Aku enggak punya uang."Mela memutar bola mata malas. Sahabatnya memang
Read more

Tak Masuk Akal

Langkah Cintya mendadak berhenti, mendengar permintaan tak masuk akal dari madunya. Bisa-bisanya Aisya memintanya menghubungi Bara untuknya. Cintya menghirup nafas dalam, lalu mengembuskannya. Dia harus menetralkan emosi yang selalu muncul saat berhadapan dengan Aisya. "Dia bekerja. Jangan diganggu!" pesan Cintya. "Apa sesibuk itu, sampai lupa menghubungiku? Setidaknya menelfon kalau sudah sampai," gerutu Asiya. "Itu belum seberapa, dibanding apa yang aku rasakan sekarang," ujar Cintya sambil terus melenggang masuk. Tak lupa ditutupnya pintu karena hari sudah mulai gelap.Cintya terus melangkah masuk. Dia tak menghiraukan madunya. Rasa sakitnya masih begitu besar, daripada rasa ibanya. Andaikan dia tidak menjadi duri di rumah tangganya, Cintya pasti punya rasa iba. Cintya teringat, kalau dokter Mela belum dibayar. Diraihnya ponsel yang masih tergeletak di meja. Dibukanya aplikasi m-bangking. "Beres," gumamnya.Cintya lantas membereskan tas dan jilbabnya yang masih berserakan di
Read more

Pengacau

Cintya sudah berdandan rapi. Rok plisket berwarna krem dipadukan dengan kemeja bermotif bunga berwarna senada. Dengan riasan tipis, wajahnya tampak lebih muda dari usianya. Cintya masuk ke mobilnya yang belum terparkir. "Mau ke mana, Mbak?" tanya Aisya terlihat buru-buru menghampirinya. "Mau keluar. Kenapa?" "Aku takut di rumah sendiri," ujar Aisya seraya menggigit bibir bawahnya. Kali ini Aisya tidak berbohong. "Kamu bukan lagi anak kecil, Aisya," sahut Cintya jengkel, karena Aisya mengulur waktunya. Cintya benar-benar sedang penat di rumah. Saat ini dia hanya ingin keluar, entah ke mana. "Aku beneran takut sendiri, Mbak." Cintya menghela nafas pelan. Aisya selalu sukses mengacaukan segalanya. BrakCintya membanting pintu mobil, sampai Aisya melonjak kaget. "Kamu lho berani merebut suamiku, lantas apa yang kamu takutkan sekarang?" geram Cintya sambil menatap tajam Aisya. Aisya mundur beberapa langkah, tak sanggup menatap mata nyalang Cintya. Cintya begitu menakutkan di saat
Read more

Diusir

Di raihnya ponsel pemberian Bara, hadiah pernikahan katanya. Aisya membuka aplikasi hijau, berharap sang suami memberinya kabar. DrrtTertera nama Bara di layar ponselnya. Hatinya begitu girang. Yang ditunggu-tunggu sedang menelfon. Aisya secepat kilat menggeser tanda hijau. "Assalamualaikum," sapa Aisya tak sabar. "Wa alaikum salam, Sayangku. Apa kabar?" Suara Bara di seberang sana."Mas kenapa lama enggak kasih kabar? Aku khawatir tahu," rajuk Aisya sambil senyum-senyum sendiri. Seketika rasa takutnya hilang, berganti dengan kebahagiaan. "Maaf, mas sangat sibuk. Baru sempat pegang ponsel," ujar Bara pelan."Aku sakit Mas," manja Aisya dengan suara dibuat memelas, agar suaminya iba. Aisya berharap suaminya segera pulang, karena dirinya sakit. "Sakit?" Suara Bara terlihat begitu khawatir. "Heem, tapi sudah diperiksa dokter.""Sakit apa, Sayang?""Kata dokter sakit lambung. Sekarang juga masih sakit, Mas," rintih Aisya. "Sudah makan?" Bara terlihat begitu khawatir. "Belum Mas,
Read more

Pengusiran

Cintya mengambil koper yang tersimpan di atas lemari. Dia melemparnya ke dekat Aisya. Aisya benar-benar membuatnya emosi. "Tunggu apa lagi?" Cintya membuyarkan lamunan Aisya. Aisya meraih ponsel di dekat bantal. Secepat kilat Cintya merebutnya. "Mau ngadu lagi? Enggak ada gunanya." Cintya memasukkan posel di sakunya. "Aku enggak akan pergi sebelum mas Bara pulang." Aisya memberanikan diri mengangkat wajahnya."Kamu memang tak tahu diri dan enggak punya malu. Cepatlah, sebelum aku berbuat lebih," bentak Cintya. "Kamu jahat, Mbak," isak Aisya. "Aku menjadi jahat juga karena kamu. Andai kamu enggak masuk di kehidupanku, tak mungkin aku sejahat ini.""Hukum karma pasti berlaku." Aisya memunguti bajunya yang tercecer, lalu memasukkan ke koper dengan asal. Sesekali, dia mengusap pipinya kasar. "Aku harus pergi ke mana?" gumamnya bingung. Apalagi ini sudah malam. Di kota kecil ini tak ada taksi, hanya ojek. "Sudah selesai bukan? Silakan!" Cintya membuka pintu lebar-lebar. "Berikan
Read more

Lelah

"Mbak Aisya, kenapa di luar?" Mbah Yah yang datang pagi itu begitu kaget melihat kondisi Aisya yang awut-awutan. Matanya sembab dan menghitam. Sepertinya kurang tidur. Mbah Yah juga kaget karena di samping Aisya terdapat koper. Rasa penasaran langsung menyeruak di hatinya. "Mbah tolong saya," lirih Aisya. Tubuhnya menggigil kedinginan. Rasa iba langsung menghampiri mbah Yah. Meskipun selama ini dia benci istri muda majikannya, tapi melihat kondisinya sekarang dia tak tega. Sebenci-bencinya dia, masih punya perasaan. "Mbak Cintya mengusirku tadi malam. Aku enggak tahu harus ke mana, karena ponselku disita mbak Cintya," ujar Aisya. Mbah Yah langsung paham, pasti habis terjadi perselisihan antara kedua majikannya. Namun dia tak berani terlalu ikut campur. Mbah Yah mengetuk pintu. Biasanya jam segini Cintya sudah membuka pintu, tapi sekarang sudah jam enam lewat dan Cintya belum keluar. Mbah Yah membantu Aisya berdiri, lalu menyuruhnya duduk di kursi. "Tolong telfonkan mas Bara, M
Read more

Serba Salah

Mbah Yah bingung harus berbuat apa. Kondisi kedua istri majikannya sama-sama butuh perhatian. Dia serba salah. Siapa dulu yang harus ia bantu. Dia takut meninggalkan Cintya sendirian. Cintya gampang nekat. Sementara itu, ada Aisya di luar, yang tak kalah memprihatinkan. "Ibu istirahat dulu saja, saya buatkan sarapan!" bujuk mbah Yah. "Aku tidak lapar, Mbah," jawabnya sambil menggelengkan kepala. "Nanti kalau tidak sarapan, bisa sakit Bu." Mbah Yah masih belum menyerah. "Lebih baik saya sakit lalu mati, biar mas Bara puas berduaan dengan jalang itu," ujar Cintya dengan air mata terus berderai.Mbah Yah kehabisan akal. Dia membiarkan Cintya mencurahkan perasannya, agar lega. Dia lalu berjalan ke arah dapur dengan lampu masih menyala. Mbah Yah lantas mematikan saklar. Diraihnya dua gelas sedang. Dia mengambil air panas dari dispenser. Diambilnya kotak teh beraroma melati. Cintya paling suka teh ini. Mbah Yah menyeduh dua gelas teh panas. Setelah menuang gula, dibawanya teh ke depa
Read more
PREV
1
...
34567
...
14
DMCA.com Protection Status