All Chapters of Suamiku Menikah Lagi di Vila Milikku: Chapter 51 - Chapter 60

132 Chapters

Menghilangnya Cintya

"Cintya." Bara berteriak sambil menggedor pintu. Setelah ditelfon mbah Yah, sore itu juga ia berangkat. Proyek pembangunan ia serahkan kepada kepala mandor kepercayaannya. Bara semakin cemas, karena malam ini rumahnya gelap gulita. Perjalanan selama hampir delapan jam tak ia rasakan. Rasa khawatir kepada kedua istrinya menghapus lelahnya. Bara mengeluarkan ponsel, mencoba menghungi nomor Cintya. Hanya suara operator yang menjawab. "Aisya." Bara juga memanggil istri keduanya, namun sama, tidak ada jawaban. Bara mencoba mengetuk jendela kamar Aisya, tapi nihil. Sepertinya memang tidak ada orang di rumahnya. Bara berlari ke pintu samping. Dia menggedor pintu semakin keras, tak peduli tengah malam. "Cintya," teriaknya lagi. Bara mencoba menelfon Cintya lagi, namun tetap sama hasilnya. Bara mulai frustasi. Diremasnya kuat rambutnya. Bara segera berlari ke mobil. Dia melajukan mobil dengan kencang. Untung saja jalanan sudah sepi, sehingga ia bebas ngebut. Dibelokkan setir m
Read more

Menemukan Aisya

Mbah Yah memberikan isyarat, dengan menempelkan jari telunjuknya di depan bibir agar Bara tak ribut. Mbah Yah mengajaknya duduk di luar. "Mbak Aisya baru saja bisa tidur, Pak," ujar mbah Yah dengan suara parau khas orang bangun tidur. Bara mengusap dadanya lega. Tidak sia-sia dia ke sini dan membangunkan mbah Yah. Bara tak sabar dan tak mengindahkan mbah Yah. Dia segera berjalan cepat ke dalam. Dia ingin segera melihat istrinya. Mbah Yah yang tahu maksud Bara, segera menyusul. Dia menunjukkan kamar di mana Aisya tidur. Bara segera memeluk istrinya. Dia menghujani istrinya dengan ciuman. KrietRanjang tua dari kayu ikut menjerit, karena ketambahan beban.Merasa ada yang memeluknya, Aisya langsung terjaga. Mata sembabnya mengerjap, menyesuaikan dengan cahaya yang masuk. Sejenak ia lupa, kalau tidur di kamar mbah Yah. Aisya segera mendorong Bara, karena takut dilihat mbah Yah. "Kamu enggak apa-apa?" Bara seolah tak menghiraukan penolakan istrinya. Aisya hanya menggeleng lemah. Se
Read more

Di Mana Cintya?

Bara hanya tersenyum yang dipaksakan. Dia tak bermaksud merendahkan pembantunya, tapi memang ingin membuat istrinya nyaman. Sedari kedatangannya, istrinya hanya menangis. Bahkan untuk bercerita dia belum mampu. "Biar dia tenang Mbah, kalau di rumah," alasan Bara. "Kalau begitu, saya juga tidak bisa melarang. Bapak suaminya, pasti tahu yang terbaik buat mbak Aisya.""Apa saja yang terjadi sejak saya tinggal, Mbah?" tanya Bara penasaran. Dia tak sabar menunggu Aisya bercerita. Mbah Yah menggaruk kepalanya yang tak gatal. Dia bingung harus memulai cerita dari mana."Mbah," tekan Bara dengan tatapan menyelidik, karena mbah Yah tak kunjung angkat suara. Mbah Yah meremas ujung dasternya. "tapi Bapak harus janji tidak akan marah!" Bara mengangguk setuju. Dia mulai menata hati, mendengarkan apa yang akan mbah Yah katakan. Mbah Yah mengambil nafas, lalu mengembuskannya. "Jadi, tadi pagi saya datang seperti biasanya. Saya begitu kaget karena melihat mbak Aisya di teras depan sedang mena
Read more

Mencari Cintya

Semua panik atas menghilangnya Cintya yang tiba-tiba. Bara yang semula sangat kesal, mendadak khawatir. Dia mencoba menghubungi lagi nomor istrinya, tapi sama, hanya operator yang menjawab. "Apa dia bilang akan pergi ke suatu tempat, Mbah?" tanya Bara. Mbah Yah hanya menggeleng. "Kita harus mencarinya secepatnya!" ucap Bara serius. Mereka bertiga bergegas menuju mobil. Tak lupa mbah Yah menggembok rumahnya dari luar. Rasa mengantuknya seketika menguap, padahal ia baru saja memejamkan mata saat Bara datang. "Aku pusing, Mas," keluh Aisya sambil menyandarkan kepalanya. Bara perlahan melajukan mobilnya meninggalkan rumah mbah Yah. "Tidur saja, nanti kalau sudah sampai aku bangunkan." Bara mengusap kepala Aisya lembut. Dia tak mau egois dengan hanya memikirkan keadaan Cintya. Di sini Aisya juga membutuhkan dirinya. Bara menyetir dalam diam. Pikirannya melayang menerka-nerka keberadaan istri pertamanya. "Coba mbah Yah telfon dia, siapa tahu kalau mbah Yah yang telfon langsung dian
Read more

Nekat

"Tidak ada, Pak. Hari ini juga tidak ada tamu yang menginap," jawabnya polos dengan suara parau khas orang bangun tidur."Sial!" umpat Bara frustasi. "Apa kamu yakin, bu Cintya enggak ke sini, Din?" Kali ini mbah Yah yang bertanya. "Masa saya bohong, Mbah. Kalau ke sini pasti bu Cintya menemui saya dulu."Bara berjalan cepat ke arah vila pribadinya. Pak Udin lalu bergegas mengambil kunci yang tersimpan di lemarinya. Dengan setengah berlari, dia menghampiri Bara yang sudah menapaki anak tangga. "Kuncinya Pak." Pak Udin menyerahkan anak kunci. KlekPintu terbuka. Tak ada siapapun. Bara mendaratkan bobotnya kasar di kursi rotan. Lagi-lagi perkiraannya salah. "Ke mana perginya dia?" kesal Bara dengan tangan memukul sandaran kursi. Semuanya diam. Tak seorangpun berani bersuara, termasuk Aisya. Pak Udin mulai paham, kalau kedatangan mereka ke sini mencari Cintya. "Saya tunggu di luar, Pak," pamit mbah Yah sambil mencolek lengan pak Udin, agar meninggalkan sepasang suami istri itu ber
Read more

Takut disalahkan

Sayup-sayup suara adzan Subuh di kejauhan, membangunkan mbah Yah. "Baru juga tidur, cepat sekali Subuhnya," gerutunya sambil menggulung tubuhnya di dalam selimut. Angin pantai Subuh ini begitu dingin. Entah siapa yang memberinya selimut dan bantal. Tahu-tahu, sudah ada bantal dan selimut di sampingnya. Mbah Yah kembali memejamkan mata sebentar, karena di luar masih begitu gelap. "Sudah siang, Mbah." Suara pak Udin membangunkannya. Mbah Yah mengerjap. Rupanya matahari sudah mulai muncul. Padahal dia tadi hanya merem sebentar. Dilihatnya pak Udin memegang sapu lidi. Di pagi buta begini, dia sudah siap menjalankan tugasnya sebagai penjaga sekaligus membersihkan area vila. "Bapak sudah bangun?" tanyanya dengan suara parau."Belum ada keluar," sahut pak Udin sambil membersihkan dedaunan kering."Enak ya jadi orang kaya, Din. Bisa tidur di vila sepuasnya," ujar mbah Yah dengan wajah sumringah. Seolah dia lupa, kalau ke sini untuk mencari Cintya.Pak Udin hanya tersenyum. Dia kembali m
Read more

Pertengkaran

Bara menyesap kopi buatan mbah Yah. Aroma kopi yang khas, membuat matanya lebih segar. "Mas, aku pengen liburan di sini dulu." Aisya keluar dengan menggunakan mukena. "Jangan memakai mukena Cintya, nanti dia marah," ujar Bara saat melihat Aisya memakai mukena istri pertamanya. Dia tahu Cintya tidak ada di sini, tapi bisa dipastikan dia akan sangat marah kalau barangnya dipakai Aisya. "Cuma mukena juga," rajuk Aisya. "Dia tidak suka barangnya dipakai orang lain, Aisya." Aisya langsung ke dalam dan melepas mukena berwarna biru laut milik Cintya. Dia melempar asal di atas kasur. Bara menghela nafas pelan. Kesabarannya sekarang benar-benar diuji. "Jangan merajuk, Sayang. Nanti aku belikan kamu mukena yang sama," bujuk Bara. "Kenapa sih, enggak ada yang peduli sama aku? Cintya terus yang dipikirkan," kesal Aisya. Dia merasa dunia ini tak adil baginya. Dia yang disakiti, tapi malah Cintya yang di pikirkan. "Bukan begitu, Sayang," bujuk Bara. "Mas tahu, aku sedang sakit dan dia de
Read more

Bara Frustasi

Aisya menatapnya tak percaya. Baru kali ini Bara membentaknya dengan sangat kasar. "Kamu berubah, Mas," isak Aisya. Diremasnya ujung baju dengan kuat, menahan agar isaknya tak sampai terdengar orang lain. Menyadari kesalahannya, Bara langsung menyesal. Dia mengembuskan nafas kasar. "Aku sedang pusing, tolong mengertilah aku!" pinta Bara. Aisya mendiamkannya. Hatinya terlalu lembut jika harus dibentak. Berkali-kali Bara menarik nafas dalam. Dia mengambil ponsel yang tersimpan di nakas. Bara mencoba menghubungi nomor Cintya. Masih sama, tetap tidak bisa dihubungi. "Kita pulang sekarang!" perintah Bara dengan tergesa.Aisya masih tak merespon. Hatinya terlanjut sakit. "Kamu mau di sini sendirian?" tanya Bara karena melihat Aisya hanya diam. Aisya semakin mengerucutkan bibir. Dia lalu mengenakan jilbabnya. Bara berjalan cepat keluar vila. Aisya mengikuti dengan langkah lebar. "Di mana mbah Yah?" tanya Bara kepada pak Udin yang sedang menyapu halaman vilanya. "Sepertinya di rum
Read more

Jawa

Mbah Yah terdiam. Betul juga apa yang Bara katakan. Keluarganya akan semakin bingung kalau mengetahui Cintya menghilang. "Bukankah lebih baik Bapak menjelaskan dulu kepada keluarganya? Saya takut masalah akan semakin runyam kalau Bapak tidak cepat bertindak," usul mbah Yah.Bara masih diam. Dia mencoba mempertimbangkan saran mbah Yah. "Kita tunggu dulu, sampai ada kabar dari Cintya.""Sampai kapan, Pak? Saya paham bu Cintya, beliau tidak akan menyerah begitu saja. Kalau Bapak tidak berusaha mencarinya, saya takut dia berpikir kalau memang tidak diperlukan.""Lagian kenapa sih pakai acara kabur segala? Bikin repot aja," celetuk Aisya. Mbah Yah hanya menghela nafas pelan. Sifat asli Aisya semakin kelihatan, dengan menghilangnya Cintya. Bara juga tak menyahut. Dipikirannya hanya bagaimana cara menemukan Cintya. "Coba cari kunci, siapa tahu dia meninggalkannya di suatu tempat!" pinta Bara. Demi menghormati majikannya, mbah Yah segera mencari meskipun rasanya tak mungkin Cintya menin
Read more

Menyiapkan Mental

Bara mengedarkan pandangan, mencari mobil yang menjemputnya. Tidak banyak yang berubah dari bandara Juanda. Bedanya, dia pulang sendirian. Biasanya Cintya yang menemani selama perjalanan. Namun kini situasi berbalik. Tak lama, mobil travel yang dia pesan datang. Tanpa membawa barang, Bara langsung duduk di kursi depan. "Sendiri saja, Pak?" tanya sang sopir."Iya." Mobil mulai melaju meninggalkan bandara yang tak pernah sepi. Beda dengan di Tolitoli, yang penerbangannya tidak setiap hari. Mata Bara mulai mengantuk. Dia teramat lelah. Bukan fisiknya saja, tapi juga pikirannya. Perlahan, matanya mulai terpejam. Bara baru terbangun, saat dirasa mobil berhenti. Dia mengucek mata. "Sudah sampai mana, Pak?" tanya Bara sebelum sang sopir membuka pintu. "Masih di Jombang, Pak. Saya mau ke kamar mandi dulu." "Iya." Bara lalu mengeluarkan ponsel. Jam di ponselnya menunjukkan hampir pukul sepuluh malam. Tak lama, sopir sudah kembali. Perjalanan pun dilanjutkan kembali. Jarak antara kota
Read more
PREV
1
...
45678
...
14
DMCA.com Protection Status