Share

Jawa

Penulis: Nyla Amatullah
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Mbah Yah terdiam. Betul juga apa yang Bara katakan. Keluarganya akan semakin bingung kalau mengetahui Cintya menghilang.

"Bukankah lebih baik Bapak menjelaskan dulu kepada keluarganya? Saya takut masalah akan semakin runyam kalau Bapak tidak cepat bertindak," usul mbah Yah.

Bara masih diam. Dia mencoba mempertimbangkan saran mbah Yah.

"Kita tunggu dulu, sampai ada kabar dari Cintya."

"Sampai kapan, Pak? Saya paham bu Cintya, beliau tidak akan menyerah begitu saja. Kalau Bapak tidak berusaha mencarinya, saya takut dia berpikir kalau memang tidak diperlukan."

"Lagian kenapa sih pakai acara kabur segala? Bikin repot aja," celetuk Aisya.

Mbah Yah hanya menghela nafas pelan. Sifat asli Aisya semakin kelihatan, dengan menghilangnya Cintya.

Bara juga tak menyahut. Dipikirannya hanya bagaimana cara menemukan Cintya.

"Coba cari kunci, siapa tahu dia meninggalkannya di suatu tempat!" pinta Bara.

Demi menghormati majikannya, mbah Yah segera mencari meskipun rasanya tak mungkin Cintya menin
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Nur Piyanti Agustina
setuju. citya nya kalau bisa smart dan bisa bertindak tegas untuk hidup nya sendiri.
goodnovel comment avatar
Hersa Hersa
thor, tolong henmpaskan pelakor si aisyahh, muakkk liat kelakuannya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Suamiku Menikah Lagi di Vila Milikku   Menyiapkan Mental

    Bara mengedarkan pandangan, mencari mobil yang menjemputnya. Tidak banyak yang berubah dari bandara Juanda. Bedanya, dia pulang sendirian. Biasanya Cintya yang menemani selama perjalanan. Namun kini situasi berbalik. Tak lama, mobil travel yang dia pesan datang. Tanpa membawa barang, Bara langsung duduk di kursi depan. "Sendiri saja, Pak?" tanya sang sopir."Iya." Mobil mulai melaju meninggalkan bandara yang tak pernah sepi. Beda dengan di Tolitoli, yang penerbangannya tidak setiap hari. Mata Bara mulai mengantuk. Dia teramat lelah. Bukan fisiknya saja, tapi juga pikirannya. Perlahan, matanya mulai terpejam. Bara baru terbangun, saat dirasa mobil berhenti. Dia mengucek mata. "Sudah sampai mana, Pak?" tanya Bara sebelum sang sopir membuka pintu. "Masih di Jombang, Pak. Saya mau ke kamar mandi dulu." "Iya." Bara lalu mengeluarkan ponsel. Jam di ponselnya menunjukkan hampir pukul sepuluh malam. Tak lama, sopir sudah kembali. Perjalanan pun dilanjutkan kembali. Jarak antara kota

  • Suamiku Menikah Lagi di Vila Milikku   Menjemput Cintya

    Adzan Subuh membangunkannya. Padahal baru sebentar mata Bara terpejam. Badannya terasa pegal. Bara bergegas mengambil wudhu, lalu menuju masjid dekat rumahnya. Sepulangnya dari masjid, Bara menuju warung makan yang menjual nasi pecel. Menu favorit Cintya sudah tersedia, meskipun masih pagi. Dia memesan dua bungkus, lalu membawanya pulang. "Mas Bara, kapan datang?" sapa beberapa tetangga yang sedang jalan pagi. "Tadi malam, Mbah," jawabnya. Bara lalu berpamitan pulang duluan. Sesampainya di rumah, pak Bahri sudah menyapu halaman. Dedaunan mangga yang menguning, berserakan. "Sarapan dulu, Pak.""Iya."Bara meletakkan dua bungkus nasi di atas meja teras. Dia kembali menatap layar ponselnya. Cintya tak kunjung memberi kabar. Bara mencoba menelfon lewat aplikasi hijau. Masih sama, tidak ada jawaban. "Beli nasi di mana?" tanya pak Bahri sambil meletakkan sapu lidi di samping rumah. Setelah mencuci tangan, barulah dia duduk di kursi samping Bara. "Di warung biasa, Pak. Saya ambil send

  • Suamiku Menikah Lagi di Vila Milikku   Tulang Rusuk

    Bara segera membuka lemari kaca di kamarnya. Tak banyak baju yang tersimpan. Hanya beberapa lembar bajunya dan Cintya. Dia segera mencari benda pipih milik istrinya. "Pantasan ditelfon enggak bisa, mati ternyata," ujar Bara setelah mengecek ponsel istrinya. Bara segera mengambil charger untuk mengisi daya. Dia bisa bernafas lega, setidaknya Cintya sudah aman. Bara segera mengambil handuk yang tersimpan di lemari. Tubuhnya terasa lengket, karena seharian kemarin tidak mandi. Dengan mengalungkan handuk di leher, Bara menuju kamar mandi. "Mau ke sawah, Pak?" tanyanya pada pak Bahri yang sudah siap dengan cangkulnya. Meskipun sudah tua, tapi semangat bertani mertuanya masih tinggi. Cintya dan Bara sudah melarangnya, tapi pak Bahri tetap bersikeras. "Iya, ada orang kerja cabut rumput." "Oh iya, Pak. Sekalian saya mau pamit jemput Cintya." Bara mengusap kepalanya yang masih basah. Sejenak, pak Bahri menatapnya tapi cepat-cepat mengalihkan pandangan. "Apa tidak capek, langsun

  • Suamiku Menikah Lagi di Vila Milikku   Menghapus Foto

    Bara tak sabar untuk segera berangkat. Dia lantas mencari mobil travel tercepat yang bisa membawanya menjemput Cintya. Mata Bara tertuju pada ponsel Cintya. Entah kenapa, keingininan untuk segera mengaktifkan ponsel istrinya begitu kuat. "Tumben Cintya ceroboh," lirik Bara sambil menekan tombol. Layar menyala. Bara mencoba mengutak-atik ponsel yang tak bersandi. Dibukanya pesan di aplikasi hijau. Bara penasaran, dengan siapa istrinya berhubungan. Namun kosong. Mungkin Cintya sengaja menghapusnya. "Aneh sekali. Apa mungkin Cintya sudah merencanakan sejak lama?" pikirnya. Bara masih dibuat penasaran. Dia membuka galeri foto, siapa tahu ada petunjuk penting. Mata Bara memicing. Galeri yang biasanya penuh dengan foto Cintya dan dirinya, kini tinggal beberapa. Bara terus menggerakan ibu jarinya, melihat satu persatu wajah istrinya. DegJantung Bara berdegub lebih kencang. Tak satupun fotonya bertengger di ponsel sang istri. Padahal dia sangat yakin, mereka sangat sering berfoto bers

  • Suamiku Menikah Lagi di Vila Milikku   Terlalu Sakit

    Bara meregangkan tubuh yang kaku, karena terlalu lama duduk. "Sudah sampai mana?" tanyanya pada sopir. "Sudah mau masuk Genteng, Pak. Bapak Genteng mana?"Rupanya sudah hampir sampai. Bara mengubah posisi duduk menjadi tegap. "Pasar Genteng nanti belok kiri. Mampir ke toko kue dulu," ujar Bara. Akhirnya, setelah perjalanan panjang, dia sampai juga. Bara mengeluarkan ponsel dari saku jaket. Ada beberapa pesan dari Aisya. Bara menepuk jidat, karena lupa tak memberi kabar Aisya. Pikirannya terlalu dipenuhi oleh Cintya, sehingga melupakan istri keduanya. Mobil belok kiri sesuai arahan Bara. Rumah ibunya sudah semakin dekat. Bayangan Cintya semakin nampak di pelupuk matanya. "Rumah cat hijau, Mas." Bara menunjuk sebuah rumah bercat hijau. Setelah mobil berhenti, Bara langsung turun. Bara sudah membayar waktu berhenti di POM bensin tadi. Jadi dia segera melenggang menuju rumah orang tuanya. Dia sudah tidak sabar menemui Cintya. Tok tok"Assalamualaikum."Bara berdiri gelisah, layak

  • Suamiku Menikah Lagi di Vila Milikku   Menangislah!

    "Cintya." Bara tak percaya, Cintya menolaknya. Namun dia tak menyerah. Direngkuhnya kembali Cintya. Kali ini, dia tak mau melepaskan Cintya. Hatinya dipenuhi kerinduan yang sangat. Dia tidak peduli Cintya yang terus meronta minta dilepaskan. "Kamu jahat." Cintya memukul punggung Bara. Bara hanya membiarkan Cintya menumpahkan kekesalannya. "Aku memang jahat. Maafkan aku," bisik Bara. "Lepaskan aku." Bukannya menuruti istrinya, Bara semakin mempererat pelukannya. Dia tak mau kehilangan Cintya lagi. Sekuat apapun Cintya meronta, tapi tenaga tetap kalah. Akhirnya dia lelah. Hanya tangisnya yang semakin keras. "Menangislah Sayang, kalau itu bisa membuatmu tenang." Bara mengusap kepala istrinya lembut. Diciumi puncak kepala Cintya dengan penuh kasih sayang. "Kenapa kamu meninggalkanku? Kamu tahu, aku begitu mengkhawatirkanmu," bisiknya semakin mempererat pelukan. Cintya tak menjawab. Dia masih tergugu. Kaos yang Bara kenakan sudah basah oleh air matanya. "Pergi kamu!" Cintya kemba

  • Suamiku Menikah Lagi di Vila Milikku   Ngidam

    "Dulu kehidupan masih susah, waktu umi hamil dia, ngidam jarang keturutan. Dulu uang masih susah dicari." Umi Khofsoh bercerita sambil memperhatikan Bara makan. "Emang dulu Umi ngidam apa?" tanya Bara setelah menghabiskan segelas air. Cintya juga ikut antusias, menunggu kelanjutan cerita mertuanya. "Umi dulu ngidam buah Anggur merah. Waktu itu masmu juga masih kecil. Jangankan untuk beli anggur, makan saja susah waktu itu." Ingatan umi Khofsoh kembali ke masa lalu. Di mana dia harus menghidupi sendiri kedua anaknya, setelah ditinggal mati sang suami. Bara manjadi yatim saat usia belum setahun. Itulah sebabnya, Bara tak mengenal sosok bapaknya sama sekali. Namun umi Khofsoh mencoba tak mengeluh, semua sudah ketentuan dari yang di atas. Terbukti, sekarang Allah mengangkat derajatnya. Bara kecil sudah terbiasa hidup keras. Itulah semangatnya agar bisa sesukses sekarang. "Nanti kita belikan Anggur yang banyak, ya, Mi," hibur Cintya. Umi Khofsoh memandang raut muka Cintya yang selalu

  • Suamiku Menikah Lagi di Vila Milikku   Siapa Itu Aisya?

    Umi Khofsoh membantu menantunya berdiri. Dia begitu memperhatikan Cintya, sejak mengetahui kehamilannya. Umi Khofsoh seolah menjaga berlian mahal. "Oh iya, susunya diminum dulu, Nduk!" Umi Khofsoh menyodorkan segelas susu hamil rasa coklat. Melihat perhatian mertuanya yang begitu besar, sebenarnya Cintya tidak tega harus meembongkar rahasia Bara. Namun, dirinya sudah tidak kuat, harus pura-pura baik-baik saja selama ini. "Terima kasih, Mi. Lain kali biar aku yang bikin," ujar Cintya merasa tidak enak. Umi Khofsoh mengelus perut Cintya. "Sehat-sehat ya, Sayang!"Cintya lantas ke kamar disusul Bara. Seketika sikapnya kembali dingin kepada Bara. Dia langsung membaringkan badan. Ditariknya selimut hingga menutupi lehernya. Bara menarik selimut, lalu memeluk Cintya dari belakang. Cintya tak menolak, tapi juga tak merespon. ***"Jadi bikin syukuran, Nduk?" tanya umi kepada Cintya. Mereka hendak sarapan bersama. Umi Khofsoh membuat urap daun Genjer serta lauk perkedel kentang, kesuka

Bab terbaru

  • Suamiku Menikah Lagi di Vila Milikku   Ending

    "Aku benci Mama."Kalimat itu terus terngiang di kepala Cintya. Dia tak pernah menyangka, anaknya bisa berbicara seperti itu. Selama ini, Arka tak pernah menunjukkan sikap tidak sopan kepadanya maupun orang lain. Pendidikan yang ia terapkan, lebih mengutamakan adab dan akhlak. Ia tak pernah menuntut kesempurnaan. Namun, hanya karena satu kalimat, hati Cintya benar-benar hancur. Bahkan, saat dirinya berpisah dengan Bara, hatinya tak serapuh seperti sekarang ini. Hari berikutnya, Arka masih saja murung. Dia yang biasanya ceria, tampak tak bersemangat. Bahkan, di hari ketiga setelah pertemuannya dengan Bara, Arka mendadak demam. "Arka minum obat dulu, ya!" Cintya sengaja izin dari tugasnya, hanya demi bisa menemani buah hatinya. Di tangan kanannya, sudah tersedia sendok yang berisi cairan sirup pereda panas. Arka hanya menurut. Setelah sirup berhasil ia telan, kembali matanya terpejam. "Pusing?" tanya Cintya, hanya dijawab anggukan. "Arka bobok saja kalau pusing!" imbuhnya lagi. Ra

  • Suamiku Menikah Lagi di Vila Milikku   Aku Benci Mama

    Bara mengelus punggung anaknya. Dia tahu, kini Arka sedang bersedih. Buktinya, ia tak mau berceloteh lagi. "Arka pulang sama mama dulu, ya!" Bara mendudukkan Arka ke kursi depan, setelah Cintya membukakan pintu mobilnya. Arka kecil hanya mengangguk. "Nanti Papa temani bobok, ya!" mohonnya. Bara hanya mengangguk. Entah kapan, dia bisa mewujudkan keinginan anaknya. "Dadah Papa!" Arka melambaikan tangannya, saat Cintya mulai melajukan roda empat tersebut. Tak ada pamitan perpisahan di antara keduanya. Cintya langsung pergi begitu saja. Sepanjang jalan, Arka lebih banyak diam. Bahkan, ketika Cintya mencoba mengajaknya bicara, dia hanya membalasnya singkat. Tak butuh waktu lama, Arka sudah terlelap. Wajah yang lelah dan gurat kecewa, tercetak jelas. Cintya hanya mampu menghela nafas melihat tingkah anaknya. Sesekali, diliriknya Arka. Jika diperhatikan seksama, wajahnya begitu mirip Bara saat kecil. Yang membedakan hanya mata dan hidungnya. Jika Bara berhidung mancung, lain halnya de

  • Suamiku Menikah Lagi di Vila Milikku   Egois

    Reflek Cintya menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Entah kenapa, ia merasa gugup. Padahal yang bertanya hanya anak kecil, tapi sukses membuat jantungnya berdegup kencang. "Arka bermain dulu, ya. Mama sama Papa mau bicara dulu!" pinta Cintya, sambil menunjuk arena bermain, yang tersedia. Secara tidak sadar, dia juga memanggil Bara dengan sebutan papa. Hal itu berhasil membuat lengkungan di bibir Bara. Arka mengangguk antusias. Cintya lantas mengantar Arka hingga ke arena bermain, yang tidak terlalu ramai. Setelah menitipkan kepada salah satu penjaga, ia kembali menghampiri mejanya. Canggung. Itulah yang kini mereka berdua rasakan. Jika ada Arka, mereka tak kehabisan bahan bicara. "Kamu apa kabar?" Kalimat itu meluncur begitu saja dari mulut Bara. Konyol memang. Sedari tadi mereka sudah bertemu, tapi baru kini menanyakan kabar. "Aku dan Arka baik-baik saja. Kamu?" tanyanya gugup, seolah mereka remaja yang baru kasmaran. Bukannya menjawab, Bara justru terdiam. Ia terus memperhatika

  • Suamiku Menikah Lagi di Vila Milikku   Permintaan Aneh

    "Arka kenapa keluar duluan?" tanya Cintya, saat sudah menghampiri dua laki-laki beda generasi tersebut. Nafasnya agak tersengal, karena berusaha berjalan agak cepat. "Maaf, Ma," jawabnya polos. Cintya kembali mengatur nafasnya. Arka tak sepenuhnya salah. Dialah yang kurang fokus, hingga lalai menjaga Arka. "Lain kali izin mama dulu, kalau mau pergi!' imbuhnya lagi. Arka kecil hanya mengangguk patuh. Terlihat, ia begitu ingin segera memainkan robot barunya. "Arka lapar, kan? Yuk kita makan sama-sama!" Ajakan Bara disambut antusias oleh Arka. Sejauh ini, Arka belum tahu, kalau Bara adalah papanya. "Boleh, Ma?" Lagi-lagi, ia meminta izin mamanya. Cintya memang mewanti-wanti, agar Arka tak mudah percaya pada orang asing. Dan baginya, Bara adalah orang asing, karena ini pertama kali ia bertemu. Namun, sikap lembut Bara, mampu membuat Arka langsung betah bersamanya. Belum sempat Cintya menjawab, Bara sudah membawa Arka memasuki resto makanan cepat saji. Lagi-lagi, Cintya hanya membun

  • Suamiku Menikah Lagi di Vila Milikku   Pertemuan

    "Cintya," gumam Bara dengan perasaan tak karuan. Setelah lima tahun tak bertemu, kini mereka dipertemukan lagi, tapi dengan status yang berbeda. Ya, mereka benar-benar resmi bercerai. Setelah tiga bulan mereka saling berpisah, berharap bisa bersama kembali. Namun, Cintya tak berubah pikiran. Dia tetap menginginkan perceraian. Bara yang memang merasa salah, hanya bisa pasrah. Kini, jarak antara dirinya dan Cintya semakin dekat. Hatinya bagai orang kasmaran, ketika melihat perubahan pada mantan istrinya. Kecantikan Cintya semakin terpancar, meski sudah tak muda lagi. Bara sungguh tak sabar untuk segera menemui Cintya. Namun, lagi-lagi hatinya ragu. "Mama, keren 'kan?" seru seorang bocah. sambil berlari membawa sebuah robot, mendekati Cintya yang tengah sibuk dengan ponselnya. Mendadak, wanita itu menyimpan ponselnya ke dalam tas kecilnya. "Arka mau ini?" tanya Cintya dengan mata berbinar, sembari memperhatikan mainan yang dipegang anaknya. Deg!Terasa ada yang menghantam dadanya. A

  • Suamiku Menikah Lagi di Vila Milikku   Masih Bisa Bersatu

    Cintya memalingkan muka, seolah tak sanggup mendengar ucapan Bara. Di hadapannya, umi tak berhenti mengeluarkan air mata. Antara sedih dan ingin marah, terus menguasai hatinya. "Apa tidak bisa dibicarakan lagi?" Bapak menghela nafas berat. Disandarkannya punggung ke sofa. Semua yang berada di ruang tamu terdiam. Mereka sibuk menyelami pikiran masing-masing. "Kami sudah sepakat, Pak." Akhirnya Cintya angkat bicara, setelah beberapa saat mereka terdiam. Helaan nafas berat, keluar dari mulut bapak. Beliau memijit pelipis yang terasa berdenyut nyeri. "Coba kalian pikirkan ulang. Kasihan Arka!" Umi yang dari tadi diam, kini ikut menyumbang suara. Cintya dan Bara sontak memandangi anak mereka. Anak yang kehadirannya ditunggu, tapi di waktu yang kurang tepat. "Kami sudah memikirkan semuanya, Mi," sahut Cintya cepat, takut pikirannya kembali goyah. Dia yakin, hak asuh sepenuhnya diberikan padanya. Dia juga yakin, mampu membesarkan anaknya seorang diri. Bara masih diam. Dia cukup sada

  • Suamiku Menikah Lagi di Vila Milikku   Mengembalikan

    Mobil hitam dengan plat AG Kediri, terparkir rapi di halaman rumah Cintya. Sepasang suami istri turun, diikuti umi yang sedang menggendong bayi. Hari ini, Bara menepati janjinya kepada Cintya, untuk mengembalikan kepada orang tuanya. Dulu dia meminta baik-baik. Sekarang, dia dengan langkah terpaksa, mengembalikan tanggung jawab Cintya kepada bapaknya. Bukan Bara tak ingin mempertahankan rumah tangganya, tapi kebahagiaan Cintya jauh lebih penting. Dia sadar, bahwa dengan berpisah, istrinya, yang sebentar lagi akan menjadi orang lain, akan lebih bahagia. Sudah cukup dia membuat Cintya menderita, karena ulahnya. Berbeda dengan Bara, umi Khofsoh sedari tadi sudah meneteskan air mata. Dia masih belum rela, harus dipisahkan dengan anal menantu dan cucunya. Lagi-lagi, dia tak bisa berbuat banyak, karena keputusan Cintya sudah bulat. Mereka bertiga, berjalan beriringan. Pintu rumah yang terbuka, menandakan kalau bapak sedang di rumah. "Assalamualaikum," ucap Bara. Cintya yang merasa ini

  • Suamiku Menikah Lagi di Vila Milikku   Setelah Resmi Bercerai

    "Malu, umi punya anak seperti Kamu!" Bara menunduk dalam. "Keluar Kamu, Mas!" usir Cintya. Andai fisiknya sudah kuat, tentu ia akan mendorong Bara sampai ke depan pintu. "Cintya!""Jangan menyentuhku!" tolak Cintya, saat Bara maju beberapa langkah. "Izinkan aku mengumandangkan adzan untuk pertama kalinya, di telinga anak kita!" mohon Bara lembut. Bayi mungil, yang kini terbaring di samping Cintya, mengalihkan perhatian Bara. Ingin sekali Bara menggendongnya, tapi Cintya terus melarang. "Tak perlu! Dia tidak butuh bapak sepertimu!" "Maafkan aku!" "Jika mema'afkanmu bisa mengubah segalanya, tentu akan kulakukan, tanpa Kau minta." "Aku sudah berusaha pulang cepat, Cintya, tapi di tengah jalan, tiba-tiba pecah ban," terang Bara. Dia mengatakan yang sebenarnya. Di tengah hutan, dia harus berjuang mengganti ban seorang diri. Suasana yang gelap, agak menghambat pekerjaannya. Cintya tersenyum sinis. Dia tak mudah percaya begitu saja. Alasan yang klasik. "Apa aku harus percaya? Buka

  • Suamiku Menikah Lagi di Vila Milikku   Murka

    Cintya terbaring lemah, setelah berjuang antara hidup dan mati, seorang diri. Kini, kehadiran seorang bayi mungil, menjadi penyemangat hidupnya. Air mata haru tak kuasa ia tahan, ketika kulitnya bersentuhan, dengan malaikat kecil, yang kini menjadi bagian dari hidupnya. Bayi merah, yang kini sedang mencari sumber makanannya. Umi Khofsoh tak dapat menyembunyikan kebahagiaan yang begitu memenuhi hatinya. Ingin sekali, ia segera menggendong cucunya, tapi urung. Dokter menyarankan, agar sang bayi menyusu. "Cantik sekali!" seru Mela, yang baru saja masuk.Cintya hanya tersenyum, mendengar pujian dari sahabatnya. Hilang sudah rasa sakitnya, kala mendengar tangisan pertama, dari anaknya. Suster kembali membawa bayi Cintya, untuk dibersihkan. ***Paginya, Cintya sudah dipindahkan ke kamar rawat inap. Mela sengaja memilihkan kamar VIP di rumah sakit ini. Cintya juga sudah berganti pakaian. Kondisinya yang masih lemah, ditambah semalam tidak tidur sama sekali, membuat matanya begitu berat.

DMCA.com Protection Status