Share

Ngidam

Penulis: Nyla Amatullah
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Dulu kehidupan masih susah, waktu umi hamil dia, ngidam jarang keturutan. Dulu uang masih susah dicari." Umi Khofsoh bercerita sambil memperhatikan Bara makan.

"Emang dulu Umi ngidam apa?" tanya Bara setelah menghabiskan segelas air.

Cintya juga ikut antusias, menunggu kelanjutan cerita mertuanya.

"Umi dulu ngidam buah Anggur merah. Waktu itu masmu juga masih kecil. Jangankan untuk beli anggur, makan saja susah waktu itu."

Ingatan umi Khofsoh kembali ke masa lalu. Di mana dia harus menghidupi sendiri kedua anaknya, setelah ditinggal mati sang suami. Bara manjadi yatim saat usia belum setahun. Itulah sebabnya, Bara tak mengenal sosok bapaknya sama sekali. Namun umi Khofsoh mencoba tak mengeluh, semua sudah ketentuan dari yang di atas. Terbukti, sekarang Allah mengangkat derajatnya. Bara kecil sudah terbiasa hidup keras. Itulah semangatnya agar bisa sesukses sekarang.

"Nanti kita belikan Anggur yang banyak, ya, Mi," hibur Cintya.

Umi Khofsoh memandang raut muka Cintya yang selalu
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (5)
goodnovel comment avatar
Arianto Chen Tan
cyntia tetlalu bodoh, ganti srmua aset atas nama dia setelah itu ceraiin diam2 suamimu
goodnovel comment avatar
Sarah Rose
jaga marwah tp laki ny gendeng, lo brhak bahagia cintya, apalgi lo g mandul sumpah emosi bgt y Allah, perihal ank hrs poligami poligami brni, jujur k org tua g brni blng aj selingkuh kedok poligami
goodnovel comment avatar
Marianah
laki pecundang bisa nyakitin istri tp gk berani ngaku sm ortunya. bener" pengecut. jng mau kembali sm bara cintya laki serakah mentingin selakangan gk mikirin hati istri yg nemani dia saat miskin
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Suamiku Menikah Lagi di Vila Milikku   Siapa Itu Aisya?

    Umi Khofsoh membantu menantunya berdiri. Dia begitu memperhatikan Cintya, sejak mengetahui kehamilannya. Umi Khofsoh seolah menjaga berlian mahal. "Oh iya, susunya diminum dulu, Nduk!" Umi Khofsoh menyodorkan segelas susu hamil rasa coklat. Melihat perhatian mertuanya yang begitu besar, sebenarnya Cintya tidak tega harus meembongkar rahasia Bara. Namun, dirinya sudah tidak kuat, harus pura-pura baik-baik saja selama ini. "Terima kasih, Mi. Lain kali biar aku yang bikin," ujar Cintya merasa tidak enak. Umi Khofsoh mengelus perut Cintya. "Sehat-sehat ya, Sayang!"Cintya lantas ke kamar disusul Bara. Seketika sikapnya kembali dingin kepada Bara. Dia langsung membaringkan badan. Ditariknya selimut hingga menutupi lehernya. Bara menarik selimut, lalu memeluk Cintya dari belakang. Cintya tak menolak, tapi juga tak merespon. ***"Jadi bikin syukuran, Nduk?" tanya umi kepada Cintya. Mereka hendak sarapan bersama. Umi Khofsoh membuat urap daun Genjer serta lauk perkedel kentang, kesuka

  • Suamiku Menikah Lagi di Vila Milikku   Ancaman Cintya

    Di seberang sana, keringat dingin mulai membasahi kening Bara. Jantungnya berdegup lebih kencang. "Siapa Aisya, Mas?" pancing Cintya. Umi Khofsoh mengalihkan pandangan pasa anak lelakinya. Cintya juga melakukakan hal yang sama. "Aku atau kamu yang bilang?" tanya Cintya tak sabar, karena Bara tak kunjung angkat suara. Bara mengelap dahinya dengan tisu. Cintya benar-benar mengulitinya. Bara bahkan tak berkutik sama sekali. "Ini ada apa lagi? Jangan membuat umi semakin penasaran!" gerutu umi Khofsoh. Cintya meraup oksigen sebanyak-banyaknya. Dadanya terasa semakin sesak, saat harus mengatakan yang sebenarnya. "Jadi mas Bara belum cerita masalah Aisya, Mi?" tanya Cintya sesantai mungkin. Justru sikap santainya semakin membuat Bara ketar-ketir. Umi Khofsoh menggeleng. "Lain kali aku cerita, Mi," celetuk Bara. Dia belum siap dimusuhi uminya sendiri. Uminya begitu sayang dengan Cintya. Apa responnya nanti, kalau tahu kebenaran tentang Aisya. "Kamu terlalu mengulur waktu, Mas. Lebih

  • Suamiku Menikah Lagi di Vila Milikku   Urusan Mendadak Bara

    Bara meraih tangan Cintya. Namun tak disangka, Cintya justru menarik tangannya. Dia berlalu, menghindar dari Bara. "Aku tidak menginginkan anak ini," ujar Cintya tegas.Bara menoleh tak percaya. Berharap dia salah dengar. Namun tidak, semuanya jelas. "Apa maksdumu?" Bara menatap lekat raut wajah Cintya. "Aku tidak menginginkan anak ini," jelas Cintya dengan tatapan kosong. Tidak ada aura kebahagiaan sama sekali di wajahnya. Bara menggeleng tak setuju. Dia sudah mendamba sekian lama. Kini, setelah malaikat itu bersemayam di rahim sang istru, justru Cintya menolak. "Jangan bercanda, Sayang." "Aku serius. Aku tak menginginkan anak ini. Andaikan aborsi tidak dosa, sudah kulakukan sejak awal," ujar Cintya santai seperti tidak ada beban.Reflek Bara mencekal tangan Cintya. "Jangan pernah bertindak bodoh, Cintya!" tegas Bara. Bukannya takut, Cintya justru tersenyum mengejek. "Aku tidak bodoh, hanya berpikir realistis. Buat apa aku punya anak, kalau nyatanya suamiku tetap berpaling

  • Suamiku Menikah Lagi di Vila Milikku   Siasat Baru

    Bara selalu salah tingkah kalau Cintya menatapnya lama. Apalagi di hadapan uminya. "Nanti kita usahakan bulan depan pulang lagi, kalau banyak waktu, Mi," bujuk Cintya. "Iya, Mi. Syukurannya ditunda saja," imbuh Bara agak lega, karena Cintya juga mendukungnya. Umi Khofsoh terlihat kecewa. Namun sejurus kemudian, dia mengelus perut menantunya. "Dijaga baik-baik ya. Jangan sampai kelelahan!" Mah tak mau, dia harus merelakan menantu kesayangannya pergi. "Nggih Umi," jawab Cintya. Dia lantas menyandarkan kepalanya di bahu sang mertua. Bara mengutak-atik ponselnya. Dia mencari jadwal penerbangan tercepat hari ini. "Apa Umi ikut ke Tolitoli saja?" tanya Cintya. Bara yang semula menatap layar ponsel, langsung menoleh. "Umi sudah tua, nanti malah merepotkan. Lagipula, kalau kalian kerja, umi nanti kesepian," ujarnya sambil mengelus rambut hitam legam Cintya. Mereka tidak terlihat layaknya menantu dengan mertua. Cintya yang pandai mengambil hati mertuanya, membuat umi Khofsoh begitu

  • Suamiku Menikah Lagi di Vila Milikku   Sesalmu Tak Berguna!

    Berbeda dengan Cintya, justru Bara merasa khawatir. Mendadak dia menjadi salah tingkah. Dia harus mencari cara, agar uminya tidak jadi ikut. "Nanti Cintya ajak jalan-jalan, terus menginap di vila."Bara menelan saliva dengan susah payah. "Kamu kenapa, Mas? Sakit?" tanya Cintya karena Bara banyak bengong sejak umi bilang mau ikut. "Ah ... aku mendadak sakit kepala," ujar Bara. Kali ini dia tidak berbohong. Mendadak kepalanya menjadi sakit, memikirkan kemungkinan yang akan terjadi. "Aku pinjam ponselmu, buat pesan tiket. Yang tadi belum dibayar, kan?" Cintya menengadahkan tangan, meminta ponsel Bara. "Biar aku saja yang cari." Bara seolah berat, meminjamkan ponselnya pada Cintya. Alih-alih marah, Cintya justru tertawa dalam hati. Suaminya jelas sedang memikirkan cara untuk menggagalkan rencananya. Namun bukan Cintya, kalau harus menyerah begitu saja. "Ya sudah, aku mau bantu umi persiapan saja. Ayo Umi!" ajak Cintya. Umi Khofsoh menurut. Dia mengekor Cintya yang berjalan menuju k

  • Suamiku Menikah Lagi di Vila Milikku   Memaksa Percaya

    Bara mencoba meraih tangan Cintya, tapi gerakannya kalah cepat. Cintya justru mengibaskan tangannya. Cintya mengambil map dan memasukkan kembali hasil USG-nya. Diraihnya koper kecil di samping lemari. Dia menyimpan map di dalam koper. Lalu, Cintya membuka lemari. Dia memasukkan beberapa baju. "Aku janji, akan memperbaiki semuanya dari awal," ujar Bara sungguh-sungguh. Cintya tak menyahut. Dia masih sibuk memasukkan bajunya dengan kasar ke dalam koper. "Cintya." Bara menghampiri Cintya. Diangkatnya koper yang sudah penuh ke atas ranjang. "Jangan paksa aku mempercayai janji palsumu.""Tolonglah! Kali ini aku serius." Bara frustasi, karena Cintya masih saja susah diatur. "Jam berapa besok?" tanya Cintya dingin. Bara mengeluarkan ponselnya. Dia harus mencari jadwal penerbangan lagi. Tak mungkin dia mencegah umi untuk ikut. Lagipula, istrinya juga butuh bimbingan dari umi selama masa kehamilan. Lagi, terpaksa ia harus mengalah. "Jangan bilang Kamu belum memesannya?" tanya Cintya p

  • Suamiku Menikah Lagi di Vila Milikku   Gelenyar Aneh

    Umi Khofsoh mengedarkan pandangan, melihat hilir mudik manusia di bandara Juanda. Cintya terus memegang tangan mertuanya, agar tak kehilangan jejak. Mengingat, sang mertua jarang bepergian jauh. "Tangan Umi dingin sekali. Umi sakit?" tanya Cintya dengan wajah khawatir.Bara yang mendengar percakapan antara istri dan uminya ikut menyimak. Namun tatapannya tertuju pada layar benda pipih yang dipegangnya. "Sudah lama umi enggak naik pesawat. Agak takut saja."Cintya tersenyum mendengar jawaban mertuanya. "Diminum dulu, Umi." Cintya menyodorkan botol air mineral yang masih tersegel. "Nanti saja. Takut beser," bisiknya ke telinga Cintya. Cintya hanya mengangguk seraya tersenyum. Dia melirik jam di pergelangan tangannya. "Aku angkat telfon sebentar." Bara berdiri. Sepertinya hendak mengangkat telfon penting. Cintya bisa menerka siapa yang menelfon suaminya. Namun, lagi-lagi dia harus bersikap biasa di depan mertuanya. Umi dan Cintya menghabiskan waktu dengan mengobrol. Umi bercerita

  • Suamiku Menikah Lagi di Vila Milikku   Pesan di ponsel Bara

    Cintya baru sadar, kalau pesawat akan mengudara, saat lengannya digenggam umi agak kuat. Cintya lantas mengelus punggung tangan sang mertua dengan lembut. Benar saja, perlahan genggaman itu mulai mengendur. Cintya berhasil, membuat uminya lebih tenang. "Umi tidur saja. Nanti kalau sudah mau sampai aku bangunkan," ujar Cintya. "Mau pakai jaket, Mi?" tawar Bara. Umi hanya menggeleng. Dia menurut. Perlahan ia memejamkan mata. Perjalanan antara Surabaya ke Makasar memakan waktu sekitar satu jam setengah. Setelah transit di bandara Sultan Hasanudin Makasar, barulah mereka melanjutkan perjalanan lagi ke Palu. "Sepertinya kita menginap dulu di Palu, karena penerbangan ke Tolitoli baru ada besok," ujar Bara. Penerbangan dari kota Palu ke Tolitoli memang tidak setiap hari ada. Hanya ada dua kali dalam seminggu. "Kita mendarat saja naik mobil," usul Cintya. Dia ingin segera sampai rumah. "Tidak. Kasihan umi dan juga Kamu. Lagipula, aku enggak mau terjadi apa-apa sama anak kita. Meskipun

Bab terbaru

  • Suamiku Menikah Lagi di Vila Milikku   Ending

    "Aku benci Mama."Kalimat itu terus terngiang di kepala Cintya. Dia tak pernah menyangka, anaknya bisa berbicara seperti itu. Selama ini, Arka tak pernah menunjukkan sikap tidak sopan kepadanya maupun orang lain. Pendidikan yang ia terapkan, lebih mengutamakan adab dan akhlak. Ia tak pernah menuntut kesempurnaan. Namun, hanya karena satu kalimat, hati Cintya benar-benar hancur. Bahkan, saat dirinya berpisah dengan Bara, hatinya tak serapuh seperti sekarang ini. Hari berikutnya, Arka masih saja murung. Dia yang biasanya ceria, tampak tak bersemangat. Bahkan, di hari ketiga setelah pertemuannya dengan Bara, Arka mendadak demam. "Arka minum obat dulu, ya!" Cintya sengaja izin dari tugasnya, hanya demi bisa menemani buah hatinya. Di tangan kanannya, sudah tersedia sendok yang berisi cairan sirup pereda panas. Arka hanya menurut. Setelah sirup berhasil ia telan, kembali matanya terpejam. "Pusing?" tanya Cintya, hanya dijawab anggukan. "Arka bobok saja kalau pusing!" imbuhnya lagi. Ra

  • Suamiku Menikah Lagi di Vila Milikku   Aku Benci Mama

    Bara mengelus punggung anaknya. Dia tahu, kini Arka sedang bersedih. Buktinya, ia tak mau berceloteh lagi. "Arka pulang sama mama dulu, ya!" Bara mendudukkan Arka ke kursi depan, setelah Cintya membukakan pintu mobilnya. Arka kecil hanya mengangguk. "Nanti Papa temani bobok, ya!" mohonnya. Bara hanya mengangguk. Entah kapan, dia bisa mewujudkan keinginan anaknya. "Dadah Papa!" Arka melambaikan tangannya, saat Cintya mulai melajukan roda empat tersebut. Tak ada pamitan perpisahan di antara keduanya. Cintya langsung pergi begitu saja. Sepanjang jalan, Arka lebih banyak diam. Bahkan, ketika Cintya mencoba mengajaknya bicara, dia hanya membalasnya singkat. Tak butuh waktu lama, Arka sudah terlelap. Wajah yang lelah dan gurat kecewa, tercetak jelas. Cintya hanya mampu menghela nafas melihat tingkah anaknya. Sesekali, diliriknya Arka. Jika diperhatikan seksama, wajahnya begitu mirip Bara saat kecil. Yang membedakan hanya mata dan hidungnya. Jika Bara berhidung mancung, lain halnya de

  • Suamiku Menikah Lagi di Vila Milikku   Egois

    Reflek Cintya menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Entah kenapa, ia merasa gugup. Padahal yang bertanya hanya anak kecil, tapi sukses membuat jantungnya berdegup kencang. "Arka bermain dulu, ya. Mama sama Papa mau bicara dulu!" pinta Cintya, sambil menunjuk arena bermain, yang tersedia. Secara tidak sadar, dia juga memanggil Bara dengan sebutan papa. Hal itu berhasil membuat lengkungan di bibir Bara. Arka mengangguk antusias. Cintya lantas mengantar Arka hingga ke arena bermain, yang tidak terlalu ramai. Setelah menitipkan kepada salah satu penjaga, ia kembali menghampiri mejanya. Canggung. Itulah yang kini mereka berdua rasakan. Jika ada Arka, mereka tak kehabisan bahan bicara. "Kamu apa kabar?" Kalimat itu meluncur begitu saja dari mulut Bara. Konyol memang. Sedari tadi mereka sudah bertemu, tapi baru kini menanyakan kabar. "Aku dan Arka baik-baik saja. Kamu?" tanyanya gugup, seolah mereka remaja yang baru kasmaran. Bukannya menjawab, Bara justru terdiam. Ia terus memperhatika

  • Suamiku Menikah Lagi di Vila Milikku   Permintaan Aneh

    "Arka kenapa keluar duluan?" tanya Cintya, saat sudah menghampiri dua laki-laki beda generasi tersebut. Nafasnya agak tersengal, karena berusaha berjalan agak cepat. "Maaf, Ma," jawabnya polos. Cintya kembali mengatur nafasnya. Arka tak sepenuhnya salah. Dialah yang kurang fokus, hingga lalai menjaga Arka. "Lain kali izin mama dulu, kalau mau pergi!' imbuhnya lagi. Arka kecil hanya mengangguk patuh. Terlihat, ia begitu ingin segera memainkan robot barunya. "Arka lapar, kan? Yuk kita makan sama-sama!" Ajakan Bara disambut antusias oleh Arka. Sejauh ini, Arka belum tahu, kalau Bara adalah papanya. "Boleh, Ma?" Lagi-lagi, ia meminta izin mamanya. Cintya memang mewanti-wanti, agar Arka tak mudah percaya pada orang asing. Dan baginya, Bara adalah orang asing, karena ini pertama kali ia bertemu. Namun, sikap lembut Bara, mampu membuat Arka langsung betah bersamanya. Belum sempat Cintya menjawab, Bara sudah membawa Arka memasuki resto makanan cepat saji. Lagi-lagi, Cintya hanya membun

  • Suamiku Menikah Lagi di Vila Milikku   Pertemuan

    "Cintya," gumam Bara dengan perasaan tak karuan. Setelah lima tahun tak bertemu, kini mereka dipertemukan lagi, tapi dengan status yang berbeda. Ya, mereka benar-benar resmi bercerai. Setelah tiga bulan mereka saling berpisah, berharap bisa bersama kembali. Namun, Cintya tak berubah pikiran. Dia tetap menginginkan perceraian. Bara yang memang merasa salah, hanya bisa pasrah. Kini, jarak antara dirinya dan Cintya semakin dekat. Hatinya bagai orang kasmaran, ketika melihat perubahan pada mantan istrinya. Kecantikan Cintya semakin terpancar, meski sudah tak muda lagi. Bara sungguh tak sabar untuk segera menemui Cintya. Namun, lagi-lagi hatinya ragu. "Mama, keren 'kan?" seru seorang bocah. sambil berlari membawa sebuah robot, mendekati Cintya yang tengah sibuk dengan ponselnya. Mendadak, wanita itu menyimpan ponselnya ke dalam tas kecilnya. "Arka mau ini?" tanya Cintya dengan mata berbinar, sembari memperhatikan mainan yang dipegang anaknya. Deg!Terasa ada yang menghantam dadanya. A

  • Suamiku Menikah Lagi di Vila Milikku   Masih Bisa Bersatu

    Cintya memalingkan muka, seolah tak sanggup mendengar ucapan Bara. Di hadapannya, umi tak berhenti mengeluarkan air mata. Antara sedih dan ingin marah, terus menguasai hatinya. "Apa tidak bisa dibicarakan lagi?" Bapak menghela nafas berat. Disandarkannya punggung ke sofa. Semua yang berada di ruang tamu terdiam. Mereka sibuk menyelami pikiran masing-masing. "Kami sudah sepakat, Pak." Akhirnya Cintya angkat bicara, setelah beberapa saat mereka terdiam. Helaan nafas berat, keluar dari mulut bapak. Beliau memijit pelipis yang terasa berdenyut nyeri. "Coba kalian pikirkan ulang. Kasihan Arka!" Umi yang dari tadi diam, kini ikut menyumbang suara. Cintya dan Bara sontak memandangi anak mereka. Anak yang kehadirannya ditunggu, tapi di waktu yang kurang tepat. "Kami sudah memikirkan semuanya, Mi," sahut Cintya cepat, takut pikirannya kembali goyah. Dia yakin, hak asuh sepenuhnya diberikan padanya. Dia juga yakin, mampu membesarkan anaknya seorang diri. Bara masih diam. Dia cukup sada

  • Suamiku Menikah Lagi di Vila Milikku   Mengembalikan

    Mobil hitam dengan plat AG Kediri, terparkir rapi di halaman rumah Cintya. Sepasang suami istri turun, diikuti umi yang sedang menggendong bayi. Hari ini, Bara menepati janjinya kepada Cintya, untuk mengembalikan kepada orang tuanya. Dulu dia meminta baik-baik. Sekarang, dia dengan langkah terpaksa, mengembalikan tanggung jawab Cintya kepada bapaknya. Bukan Bara tak ingin mempertahankan rumah tangganya, tapi kebahagiaan Cintya jauh lebih penting. Dia sadar, bahwa dengan berpisah, istrinya, yang sebentar lagi akan menjadi orang lain, akan lebih bahagia. Sudah cukup dia membuat Cintya menderita, karena ulahnya. Berbeda dengan Bara, umi Khofsoh sedari tadi sudah meneteskan air mata. Dia masih belum rela, harus dipisahkan dengan anal menantu dan cucunya. Lagi-lagi, dia tak bisa berbuat banyak, karena keputusan Cintya sudah bulat. Mereka bertiga, berjalan beriringan. Pintu rumah yang terbuka, menandakan kalau bapak sedang di rumah. "Assalamualaikum," ucap Bara. Cintya yang merasa ini

  • Suamiku Menikah Lagi di Vila Milikku   Setelah Resmi Bercerai

    "Malu, umi punya anak seperti Kamu!" Bara menunduk dalam. "Keluar Kamu, Mas!" usir Cintya. Andai fisiknya sudah kuat, tentu ia akan mendorong Bara sampai ke depan pintu. "Cintya!""Jangan menyentuhku!" tolak Cintya, saat Bara maju beberapa langkah. "Izinkan aku mengumandangkan adzan untuk pertama kalinya, di telinga anak kita!" mohon Bara lembut. Bayi mungil, yang kini terbaring di samping Cintya, mengalihkan perhatian Bara. Ingin sekali Bara menggendongnya, tapi Cintya terus melarang. "Tak perlu! Dia tidak butuh bapak sepertimu!" "Maafkan aku!" "Jika mema'afkanmu bisa mengubah segalanya, tentu akan kulakukan, tanpa Kau minta." "Aku sudah berusaha pulang cepat, Cintya, tapi di tengah jalan, tiba-tiba pecah ban," terang Bara. Dia mengatakan yang sebenarnya. Di tengah hutan, dia harus berjuang mengganti ban seorang diri. Suasana yang gelap, agak menghambat pekerjaannya. Cintya tersenyum sinis. Dia tak mudah percaya begitu saja. Alasan yang klasik. "Apa aku harus percaya? Buka

  • Suamiku Menikah Lagi di Vila Milikku   Murka

    Cintya terbaring lemah, setelah berjuang antara hidup dan mati, seorang diri. Kini, kehadiran seorang bayi mungil, menjadi penyemangat hidupnya. Air mata haru tak kuasa ia tahan, ketika kulitnya bersentuhan, dengan malaikat kecil, yang kini menjadi bagian dari hidupnya. Bayi merah, yang kini sedang mencari sumber makanannya. Umi Khofsoh tak dapat menyembunyikan kebahagiaan yang begitu memenuhi hatinya. Ingin sekali, ia segera menggendong cucunya, tapi urung. Dokter menyarankan, agar sang bayi menyusu. "Cantik sekali!" seru Mela, yang baru saja masuk.Cintya hanya tersenyum, mendengar pujian dari sahabatnya. Hilang sudah rasa sakitnya, kala mendengar tangisan pertama, dari anaknya. Suster kembali membawa bayi Cintya, untuk dibersihkan. ***Paginya, Cintya sudah dipindahkan ke kamar rawat inap. Mela sengaja memilihkan kamar VIP di rumah sakit ini. Cintya juga sudah berganti pakaian. Kondisinya yang masih lemah, ditambah semalam tidak tidur sama sekali, membuat matanya begitu berat.

DMCA.com Protection Status