Semua Bab Suamiku Menikah Lagi di Vila Milikku: Bab 31 - Bab 40

132 Bab

Dibedakan

Cintya merasa agak tenang, karena nasihat mbah Yah. Sesekali Cintya masih menenangis, kala menceritakan pedihnya hatinya. Mbah Yah hanya bisa menghibur dengan nasihat-nasihat. "Setiap manusia pasti punya cobaan, Bu. Allah tidak akan memberikan cobaan melampau batas. InsyaAllah ibu kuat," nasihatnya. Cintya mengangguk. Dia mulai menata hati. Mencoba ikhlas dalam setiap langkah kakinya. "Mbah Yah mau langsung pulang?" tanya Cintya. Dia tidak enak kalau mengganggu waktu istirahatnya. Mbah Yah berpikir sejenak. Sebenarnya dia lelah, tapi karena majikannya masih membutuhkan dukungan, akhirnya dia memilih menemani Cintya. "Mau dimasakin Bu?" tanya mbah Yah hati-hati. Selama ini dia memilih untuk memasak sendiri, karena ingin melayani Bara sepenuh hati. Mbah Yah hanya bertugas menyiapkan bahan masakan. "Boleh Mbah. Kita belanja dulu saja, karena di kulkas sudah mulai kosong!" ajak Cintya. Mereka berdua lalu menuju lantai bawah, setelah Cintya mengganti bajunya. Mbah Yah mengambil tas
Baca selengkapnya

Sindiran Cintya

Bara mulai melajukan mobilnya meninggalkan rumah. Hening. Tak ada yang membuka obrolan. "Mau belanja di mana?" tanya Bara memecah keheningan. "Ke pasar dulu baru ke swalayan," jawab Cintya lalu kembali diam. Mbah Yah benar-benar merasa canggung. Biasanya keluarga ini selalu ceria dan harmonis. Bara yang biasanya humoris kini lebih banyak diam. Cintya juga begitu, wanita yang selalu ceria, kini berubah sejak dirinya datang."Sekalian jalan-jalan, yuk!" usul Bara."Ayo Mas, mumpung hari Minggu!" seru Aisya dengan binar bahagia. Cintya tak tertarik sama sekali. Dia tak menolak tapi tak meng-iyakan juga. "Mbah Yah mau 'kan?" tanya Bara membuatnya salah tingkah. "Saya terserah bapak saja. Penumpang mah ikut ke mana sopirnya pergi," jawab mbah Yah mengambil jalan tengah. Mobil berhenti di lampu merah. Ada seorang lelaki paruh baya tengah duduk di atas kursi roda. Di pangkuannya terdapat kaleng kue bekas, untuk menerima sedekah dari orang berhati dermawan. Bara kembali melajukan mobi
Baca selengkapnya

Dikira Pembantu

Mbah Yah sibuk mengatur belanjaan. Dia tidak mau terlibat terlalu jauh urusan majikannya. "Ayo Aisya!" ajak Bara meninggalkan Cintya. Bara menggandeng tangan Aisya agar tak lepas darinya. Aisya hanya menurut. Sesekali, dia mengangkat gamisnya karena jalanan agak becek. "Mas suka bubur Manado?" tanya Aisya untuk menenangkan hati suaminya. "Apapun yang kamu masak, aku suka," jawab Bara menyenangkan hati istri mudanya. Aisya berhenti di depan tukang sayur. Dipilihnya labu, bayam, jagung muda, dan kangkung. Bara hanya memperhatikan karena dia tidak tahu bahan apa saja untuk membuat bubur Manado. "Sudah?" tanya Bara saat penjual menotal belanjaan istrinya."Sudah Mas, tinggal rempah-rempahnya saja," jawab Aisya bersemangat, karena dia akan membuat menu spesial untuk Bara. Bara membawakan satu kantong penuh sayuran. Setelah dirasa cukup, mereka menyudahi aktivitas belanjanya. Tangan Bara sudab penuh dengan belanjaan istri mudanya. Aisya juga membeli sebasung sagu. Dia ingin membuat K
Baca selengkapnya

Merajuk

Bara segera menyusul istrinya yang merajuk, sambil kebingungan membawa belanjaannya. Setelah Bara pergi, Cintya dan mbah Yah kompak tertawa cekikikan. Sementara penjual es campur yang bernama Eko menggaruk kepalanya bingung. Kenapa pembelinya kali ini begitu aneh. "Ini Mas uangnya. Pas ya, untuk empat gelas." Cintya meletakkan lembar dua puluh ribuan di samping toples berisi cairan santan. Diambilnya dua gelas milik Bara, karena suaminya sudah terlanjur sibuk mengejar istri mudanya. "Dia bukan pembantu kami, Mas. Lain kali jangan bilang begitu lagi di depan mereka!" nasihat Cintya membuat Eko kebingungan. "Maaf saya tidak tahu," sesal Eko. Cintya menjawab dengan senyum, lantas menyusul Bara yang sudah lebih dulu naik ke mobil. Cintya masih saja menahan tawa. "Ini es kalian." Cintya memberikan dua gelas es kepada Bara. Bara menerimanya lalu memberikan satu kepada Aisya. "Sudahlah Aisya, lagipula penjual tadi enggak tahu kamu istriku. Statusmu tetap istriku meskipun orang lain t
Baca selengkapnya

Ditinggal Kerja

Di dalam kamar, Aisya melepas jilbabnya kasar lalu melemparnya sembarang. Dia masih begitu kesal. KlekPintu terbuka. Bara dengan wajah lelahnya langsung berbaring di kasur. Aisya tak berbicara sepatahpun.Tak lama, dengkur halus mulai terdengar. Rupanya Bara tertidur, membuat Aisya semakin kesal. Panggilan sholat Dhuhur mulai berkumandang dari toa masjid Agung Al-Mubarok. Aisya membangunkan Bara yang baru beberapa menit tertidur. Meskipun sedang marah, Aisya tetap mengingatkan Bara akan kewajibannya sebagai muslim. Aisya lantas mengambil wudhu. Dibentangkannya sajadah bergambar Ka'bah. Mukena putih pemberian Bara ia kenakan. "Mas, sudah adzan. Nanti terlambat sholat," ujar Aisya sambil mengguncang pelan bahu Bara. Bara menggeliat, melemaskan ototnya yang terasa kaku. Lantas dia bangun, lalu pergi ke kamar mandi.Aroma parfum menguar di seluruh kamar. Bara dengan wajah segar, memakai baju koko putih tampak lebih gagah. Tak lupa, songkok ia k
Baca selengkapnya

Permintaan Aneh Bara

Bara tersenyum melihat tingkah istrinya. Aisya, istrinya yang polos dan manja, selalu membuat hatinya nyaman. "Aku tadi hanya kesal, karena dianggap pembantu," ujar Aisya lagi.Bara juga merasa bersalah, karena tidak membela istrinya tadi. Dikecupnya pipi Aisya, agar istrinya tahu kalau dirinya tidak marah. "Mas mau memaafkanku, 'kan?" tanya Aisya manja. Aisya tahu, kalau Bara suka dengan sikapnya yang manja.Bara menggeleng tidak setuju. "Jadi, Mas enggak mau maafin aku?""Ada syaratnya!" "Syarat?" "Iya. Enak saja tiba-tiba minta maaf setelah marah-marah. Pokoknya aku enggak mau maafin, kalau syaratnya belum terpenuhi," ujar Bara sambil tersenyum penuh makna.Bara menunjuk pipinya sebelah kanan. Aisya mengendikkan bahu tak paham. "Aku kasih contoh," ujar Bara. Aisya tersenyum malu, mengerti apa maksud Bara. Pipinya yang putih, bersemu merah layaknya kepiting rebus. "Buruan!" Bara tak sabar melihat reaksi istrinya. Aisya melakukan yang Bara perintah. Tak hanya pipi kanan, dia
Baca selengkapnya

Menjaga Madu

Cintya terdiam, lantas duduk di samping Bara. Dia mencoba mencerna ucapan Bara. Menjaga madunya untuk seminggu ke depan adalah ide gila. Apa Bara tidak takut, kalau dirinya akan melukai Aisya? Bukankah selama ini Bara tahu, kalau Cintya tak pernah akur dengan Aisya? "Apa kamu yakin, menitipkannya padaku?" Sungguh, hati Cintya teriris perih. Dia begitu memikirkan keselamatan Aisya dibanding dirinya."Aku tahu kamu. Kamu enggak mungkin mencelakai Aisya. Tak mungkin aku membawanya. Pekerjaan di proyek tak kenal waktu. Aku takut dia kesepian," ujar Bara sambil menatap wajah Cintya. Cintya-nya masih begitu cantik, di usia yang hampir tiga puluh. Banyak yang mengira, dosen Bahasa Inggris itu berusia dua puluh limaan. "Kamu begitu mengkhawatirkannya, sampai lupa kalau aku yang menemanimu dari nol," ujar Cintya tersenyum getir. Dia masih ingat betul, ketika mereka berboncengan naik motor menembus lebatnya hujan. Cintya juga rela ikut banting tulang, agar mempunyai modal untuk berbisnis.
Baca selengkapnya

Takut

Tepat pukul delapan malam, Bara keluar kamar Aisya dengan jaket tebal berwarna biru dongker. Aisya membawa koper kecil Bara. Aisya belum rela, ditinggal Bara pergo jauh. Dari tadi dia hanya ingin di dekat Bara. "Kamu baik-baik ya di rumah!" pesan Bara sambil mencubit gemas pipi Aisya. "Kalau sudah selesai langsung pulang ya, aku kangen," rajuk Aisya manja. "Pasti Sayang."Cintya menghampiri kedua insan yang sedang dimabuk asmara. Di tangannya terdapat sekantong kresek kecil. "Jangan lupa bawa ini!" Cintya menyerahkan kantong kresek ke Bara. "Terima kasih Sayang," ujar Bara sambil menerima kantong kresek dari Cintya. "Jaga kesehatan. Semua obat-obatan yang kamu perlukan ada di dalam," ujar Cintya datar. Sekesal apapun dia kepada Bara, namun Bara tetaplah suaminya. Tak ada alasan untuk tidak berbakti padanya. "Jangan tidur larut malam, nanti masuk angin!" imbuh Cintya. Cintya ingat betul, kalau Bara gampang masuk angin ketika suka begadang. Bara mengangguk senang. Ternyata Cin
Baca selengkapnya

Di Kantor

Senin pagi, Cintya bersiap ke kantor. Sekitar jam lima, mbah Yah sudah datang. Cintya memintanya memasak, karena dia harus berangkat pagi. "Mbah, nanti saya pulang agak sore, jadi mbah Yah di sini dulu saja!" pinta Cintya saat mbah Yah membersihkan kamarnya. "Iya Bu." Cintya kembali mematut dirinya di depan cermin. Disambarnya tas berwarna hitam berisi laptop dan beberapa alat tulis. Tak lupa, jam tangan dia kenakan, agar tak lupa waktu. Dengan sedikit tergesa, Cintya menuruni anak tangga. Dilihatnya kamar Aisya masih tertutup. Cintya lantas ke dapur dan mencomot roti tawar yang sudah disiapkan mbah Yah. "Mbah Yah lihat kunci mobil saya enggak?" teriak Cintya dari bawah. Matanya sambil memindai sekeliling. "Sebentar Bu, saya cari," jawab mbah Yah.Cintya memang sedikit ceroboh. Sudah sering dia lupa membawa kunci mobilnya, namun tetap saja meletakannya sembarang. "Ada Bu!" seru mbah Yah sambil tergesa turun."Ketemu di mana?" tanya Cintya."Di depan cermin Bu," ujar mbah Yah sa
Baca selengkapnya

Aisya Sakit

Cintya amat lelah hari ini. Dia memarkirkan mobilnya asal. Pintu rumah terbuka, namun tampak sepi. Mungkin mbah Yah dan Aisya sedang istirahat, batinnya. Dia lantas berjalan ke dalam. Lagi-lagi kamar Aisya masih tertutup. Cintya penasaran, apa yang dilakukan madunya di dalam kamar. Cintya lantas duduk di sofa ruang tengah, sambil menonton televisi. Dia melepas jilbabnya, lalu tiduran di sofa. "Baru pulang Bu?" tanya mbah Yah saat dirinya hampir terlelap."Iya Mbah.""Diminum dulu, Bu."Mbah Yah memberikan segelas air putih. Sudah menjadi kebiasaannya, saat Bara maupun Cintya pulang kerja, dia akan menyiapkan air putih. Sebenarnya Cintya melarangnya, tapi mbah Yah tetap melakukannya."Mau makan sekarang Bu, biar saya hangatkan dulu?" "Enggak usah, saya sudah makan tadi."Mbah Yah lantas meninggalkan majikannya agar bisa istirahat. "Oh iya Mbah, Aisya sudah makan?" tanya Cintya sebelum mbah Yah pergi."Setahu saya belum Bu. Dari tadi pagi saya belum lihat dia keluar kamar."Mbah Ya
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
14
DMCA.com Protection Status