Share

Tak Masuk Akal

Penulis: Nyla Amatullah
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Langkah Cintya mendadak berhenti, mendengar permintaan tak masuk akal dari madunya. Bisa-bisanya Aisya memintanya menghubungi Bara untuknya.

Cintya menghirup nafas dalam, lalu mengembuskannya. Dia harus menetralkan emosi yang selalu muncul saat berhadapan dengan Aisya.

"Dia bekerja. Jangan diganggu!" pesan Cintya.

"Apa sesibuk itu, sampai lupa menghubungiku? Setidaknya menelfon kalau sudah sampai," gerutu Asiya.

"Itu belum seberapa, dibanding apa yang aku rasakan sekarang," ujar Cintya sambil terus melenggang masuk. Tak lupa ditutupnya pintu karena hari sudah mulai gelap.

Cintya terus melangkah masuk. Dia tak menghiraukan madunya. Rasa sakitnya masih begitu besar, daripada rasa ibanya. Andaikan dia tidak menjadi duri di rumah tangganya, Cintya pasti punya rasa iba.

Cintya teringat, kalau dokter Mela belum dibayar. Diraihnya ponsel yang masih tergeletak di meja. Dibukanya aplikasi m-bangking.

"Beres," gumamnya.

Cintya lantas membereskan tas dan jilbabnya yang masih berserakan di
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Suamiku Menikah Lagi di Vila Milikku   Pengacau

    Cintya sudah berdandan rapi. Rok plisket berwarna krem dipadukan dengan kemeja bermotif bunga berwarna senada. Dengan riasan tipis, wajahnya tampak lebih muda dari usianya. Cintya masuk ke mobilnya yang belum terparkir. "Mau ke mana, Mbak?" tanya Aisya terlihat buru-buru menghampirinya. "Mau keluar. Kenapa?" "Aku takut di rumah sendiri," ujar Aisya seraya menggigit bibir bawahnya. Kali ini Aisya tidak berbohong. "Kamu bukan lagi anak kecil, Aisya," sahut Cintya jengkel, karena Aisya mengulur waktunya. Cintya benar-benar sedang penat di rumah. Saat ini dia hanya ingin keluar, entah ke mana. "Aku beneran takut sendiri, Mbak." Cintya menghela nafas pelan. Aisya selalu sukses mengacaukan segalanya. BrakCintya membanting pintu mobil, sampai Aisya melonjak kaget. "Kamu lho berani merebut suamiku, lantas apa yang kamu takutkan sekarang?" geram Cintya sambil menatap tajam Aisya. Aisya mundur beberapa langkah, tak sanggup menatap mata nyalang Cintya. Cintya begitu menakutkan di saat

  • Suamiku Menikah Lagi di Vila Milikku   Diusir

    Di raihnya ponsel pemberian Bara, hadiah pernikahan katanya. Aisya membuka aplikasi hijau, berharap sang suami memberinya kabar. DrrtTertera nama Bara di layar ponselnya. Hatinya begitu girang. Yang ditunggu-tunggu sedang menelfon. Aisya secepat kilat menggeser tanda hijau. "Assalamualaikum," sapa Aisya tak sabar. "Wa alaikum salam, Sayangku. Apa kabar?" Suara Bara di seberang sana."Mas kenapa lama enggak kasih kabar? Aku khawatir tahu," rajuk Aisya sambil senyum-senyum sendiri. Seketika rasa takutnya hilang, berganti dengan kebahagiaan. "Maaf, mas sangat sibuk. Baru sempat pegang ponsel," ujar Bara pelan."Aku sakit Mas," manja Aisya dengan suara dibuat memelas, agar suaminya iba. Aisya berharap suaminya segera pulang, karena dirinya sakit. "Sakit?" Suara Bara terlihat begitu khawatir. "Heem, tapi sudah diperiksa dokter.""Sakit apa, Sayang?""Kata dokter sakit lambung. Sekarang juga masih sakit, Mas," rintih Aisya. "Sudah makan?" Bara terlihat begitu khawatir. "Belum Mas,

  • Suamiku Menikah Lagi di Vila Milikku   Pengusiran

    Cintya mengambil koper yang tersimpan di atas lemari. Dia melemparnya ke dekat Aisya. Aisya benar-benar membuatnya emosi. "Tunggu apa lagi?" Cintya membuyarkan lamunan Aisya. Aisya meraih ponsel di dekat bantal. Secepat kilat Cintya merebutnya. "Mau ngadu lagi? Enggak ada gunanya." Cintya memasukkan posel di sakunya. "Aku enggak akan pergi sebelum mas Bara pulang." Aisya memberanikan diri mengangkat wajahnya."Kamu memang tak tahu diri dan enggak punya malu. Cepatlah, sebelum aku berbuat lebih," bentak Cintya. "Kamu jahat, Mbak," isak Aisya. "Aku menjadi jahat juga karena kamu. Andai kamu enggak masuk di kehidupanku, tak mungkin aku sejahat ini.""Hukum karma pasti berlaku." Aisya memunguti bajunya yang tercecer, lalu memasukkan ke koper dengan asal. Sesekali, dia mengusap pipinya kasar. "Aku harus pergi ke mana?" gumamnya bingung. Apalagi ini sudah malam. Di kota kecil ini tak ada taksi, hanya ojek. "Sudah selesai bukan? Silakan!" Cintya membuka pintu lebar-lebar. "Berikan

  • Suamiku Menikah Lagi di Vila Milikku   Lelah

    "Mbak Aisya, kenapa di luar?" Mbah Yah yang datang pagi itu begitu kaget melihat kondisi Aisya yang awut-awutan. Matanya sembab dan menghitam. Sepertinya kurang tidur. Mbah Yah juga kaget karena di samping Aisya terdapat koper. Rasa penasaran langsung menyeruak di hatinya. "Mbah tolong saya," lirih Aisya. Tubuhnya menggigil kedinginan. Rasa iba langsung menghampiri mbah Yah. Meskipun selama ini dia benci istri muda majikannya, tapi melihat kondisinya sekarang dia tak tega. Sebenci-bencinya dia, masih punya perasaan. "Mbak Cintya mengusirku tadi malam. Aku enggak tahu harus ke mana, karena ponselku disita mbak Cintya," ujar Aisya. Mbah Yah langsung paham, pasti habis terjadi perselisihan antara kedua majikannya. Namun dia tak berani terlalu ikut campur. Mbah Yah mengetuk pintu. Biasanya jam segini Cintya sudah membuka pintu, tapi sekarang sudah jam enam lewat dan Cintya belum keluar. Mbah Yah membantu Aisya berdiri, lalu menyuruhnya duduk di kursi. "Tolong telfonkan mas Bara, M

  • Suamiku Menikah Lagi di Vila Milikku   Serba Salah

    Mbah Yah bingung harus berbuat apa. Kondisi kedua istri majikannya sama-sama butuh perhatian. Dia serba salah. Siapa dulu yang harus ia bantu. Dia takut meninggalkan Cintya sendirian. Cintya gampang nekat. Sementara itu, ada Aisya di luar, yang tak kalah memprihatinkan. "Ibu istirahat dulu saja, saya buatkan sarapan!" bujuk mbah Yah. "Aku tidak lapar, Mbah," jawabnya sambil menggelengkan kepala. "Nanti kalau tidak sarapan, bisa sakit Bu." Mbah Yah masih belum menyerah. "Lebih baik saya sakit lalu mati, biar mas Bara puas berduaan dengan jalang itu," ujar Cintya dengan air mata terus berderai.Mbah Yah kehabisan akal. Dia membiarkan Cintya mencurahkan perasannya, agar lega. Dia lalu berjalan ke arah dapur dengan lampu masih menyala. Mbah Yah lantas mematikan saklar. Diraihnya dua gelas sedang. Dia mengambil air panas dari dispenser. Diambilnya kotak teh beraroma melati. Cintya paling suka teh ini. Mbah Yah menyeduh dua gelas teh panas. Setelah menuang gula, dibawanya teh ke depa

  • Suamiku Menikah Lagi di Vila Milikku   Menghilangnya Cintya

    "Cintya." Bara berteriak sambil menggedor pintu. Setelah ditelfon mbah Yah, sore itu juga ia berangkat. Proyek pembangunan ia serahkan kepada kepala mandor kepercayaannya. Bara semakin cemas, karena malam ini rumahnya gelap gulita. Perjalanan selama hampir delapan jam tak ia rasakan. Rasa khawatir kepada kedua istrinya menghapus lelahnya. Bara mengeluarkan ponsel, mencoba menghungi nomor Cintya. Hanya suara operator yang menjawab. "Aisya." Bara juga memanggil istri keduanya, namun sama, tidak ada jawaban. Bara mencoba mengetuk jendela kamar Aisya, tapi nihil. Sepertinya memang tidak ada orang di rumahnya. Bara berlari ke pintu samping. Dia menggedor pintu semakin keras, tak peduli tengah malam. "Cintya," teriaknya lagi. Bara mencoba menelfon Cintya lagi, namun tetap sama hasilnya. Bara mulai frustasi. Diremasnya kuat rambutnya. Bara segera berlari ke mobil. Dia melajukan mobil dengan kencang. Untung saja jalanan sudah sepi, sehingga ia bebas ngebut. Dibelokkan setir m

  • Suamiku Menikah Lagi di Vila Milikku   Menemukan Aisya

    Mbah Yah memberikan isyarat, dengan menempelkan jari telunjuknya di depan bibir agar Bara tak ribut. Mbah Yah mengajaknya duduk di luar. "Mbak Aisya baru saja bisa tidur, Pak," ujar mbah Yah dengan suara parau khas orang bangun tidur. Bara mengusap dadanya lega. Tidak sia-sia dia ke sini dan membangunkan mbah Yah. Bara tak sabar dan tak mengindahkan mbah Yah. Dia segera berjalan cepat ke dalam. Dia ingin segera melihat istrinya. Mbah Yah yang tahu maksud Bara, segera menyusul. Dia menunjukkan kamar di mana Aisya tidur. Bara segera memeluk istrinya. Dia menghujani istrinya dengan ciuman. KrietRanjang tua dari kayu ikut menjerit, karena ketambahan beban.Merasa ada yang memeluknya, Aisya langsung terjaga. Mata sembabnya mengerjap, menyesuaikan dengan cahaya yang masuk. Sejenak ia lupa, kalau tidur di kamar mbah Yah. Aisya segera mendorong Bara, karena takut dilihat mbah Yah. "Kamu enggak apa-apa?" Bara seolah tak menghiraukan penolakan istrinya. Aisya hanya menggeleng lemah. Se

  • Suamiku Menikah Lagi di Vila Milikku   Di Mana Cintya?

    Bara hanya tersenyum yang dipaksakan. Dia tak bermaksud merendahkan pembantunya, tapi memang ingin membuat istrinya nyaman. Sedari kedatangannya, istrinya hanya menangis. Bahkan untuk bercerita dia belum mampu. "Biar dia tenang Mbah, kalau di rumah," alasan Bara. "Kalau begitu, saya juga tidak bisa melarang. Bapak suaminya, pasti tahu yang terbaik buat mbak Aisya.""Apa saja yang terjadi sejak saya tinggal, Mbah?" tanya Bara penasaran. Dia tak sabar menunggu Aisya bercerita. Mbah Yah menggaruk kepalanya yang tak gatal. Dia bingung harus memulai cerita dari mana."Mbah," tekan Bara dengan tatapan menyelidik, karena mbah Yah tak kunjung angkat suara. Mbah Yah meremas ujung dasternya. "tapi Bapak harus janji tidak akan marah!" Bara mengangguk setuju. Dia mulai menata hati, mendengarkan apa yang akan mbah Yah katakan. Mbah Yah mengambil nafas, lalu mengembuskannya. "Jadi, tadi pagi saya datang seperti biasanya. Saya begitu kaget karena melihat mbak Aisya di teras depan sedang mena

Bab terbaru

  • Suamiku Menikah Lagi di Vila Milikku   Ending

    "Aku benci Mama."Kalimat itu terus terngiang di kepala Cintya. Dia tak pernah menyangka, anaknya bisa berbicara seperti itu. Selama ini, Arka tak pernah menunjukkan sikap tidak sopan kepadanya maupun orang lain. Pendidikan yang ia terapkan, lebih mengutamakan adab dan akhlak. Ia tak pernah menuntut kesempurnaan. Namun, hanya karena satu kalimat, hati Cintya benar-benar hancur. Bahkan, saat dirinya berpisah dengan Bara, hatinya tak serapuh seperti sekarang ini. Hari berikutnya, Arka masih saja murung. Dia yang biasanya ceria, tampak tak bersemangat. Bahkan, di hari ketiga setelah pertemuannya dengan Bara, Arka mendadak demam. "Arka minum obat dulu, ya!" Cintya sengaja izin dari tugasnya, hanya demi bisa menemani buah hatinya. Di tangan kanannya, sudah tersedia sendok yang berisi cairan sirup pereda panas. Arka hanya menurut. Setelah sirup berhasil ia telan, kembali matanya terpejam. "Pusing?" tanya Cintya, hanya dijawab anggukan. "Arka bobok saja kalau pusing!" imbuhnya lagi. Ra

  • Suamiku Menikah Lagi di Vila Milikku   Aku Benci Mama

    Bara mengelus punggung anaknya. Dia tahu, kini Arka sedang bersedih. Buktinya, ia tak mau berceloteh lagi. "Arka pulang sama mama dulu, ya!" Bara mendudukkan Arka ke kursi depan, setelah Cintya membukakan pintu mobilnya. Arka kecil hanya mengangguk. "Nanti Papa temani bobok, ya!" mohonnya. Bara hanya mengangguk. Entah kapan, dia bisa mewujudkan keinginan anaknya. "Dadah Papa!" Arka melambaikan tangannya, saat Cintya mulai melajukan roda empat tersebut. Tak ada pamitan perpisahan di antara keduanya. Cintya langsung pergi begitu saja. Sepanjang jalan, Arka lebih banyak diam. Bahkan, ketika Cintya mencoba mengajaknya bicara, dia hanya membalasnya singkat. Tak butuh waktu lama, Arka sudah terlelap. Wajah yang lelah dan gurat kecewa, tercetak jelas. Cintya hanya mampu menghela nafas melihat tingkah anaknya. Sesekali, diliriknya Arka. Jika diperhatikan seksama, wajahnya begitu mirip Bara saat kecil. Yang membedakan hanya mata dan hidungnya. Jika Bara berhidung mancung, lain halnya de

  • Suamiku Menikah Lagi di Vila Milikku   Egois

    Reflek Cintya menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Entah kenapa, ia merasa gugup. Padahal yang bertanya hanya anak kecil, tapi sukses membuat jantungnya berdegup kencang. "Arka bermain dulu, ya. Mama sama Papa mau bicara dulu!" pinta Cintya, sambil menunjuk arena bermain, yang tersedia. Secara tidak sadar, dia juga memanggil Bara dengan sebutan papa. Hal itu berhasil membuat lengkungan di bibir Bara. Arka mengangguk antusias. Cintya lantas mengantar Arka hingga ke arena bermain, yang tidak terlalu ramai. Setelah menitipkan kepada salah satu penjaga, ia kembali menghampiri mejanya. Canggung. Itulah yang kini mereka berdua rasakan. Jika ada Arka, mereka tak kehabisan bahan bicara. "Kamu apa kabar?" Kalimat itu meluncur begitu saja dari mulut Bara. Konyol memang. Sedari tadi mereka sudah bertemu, tapi baru kini menanyakan kabar. "Aku dan Arka baik-baik saja. Kamu?" tanyanya gugup, seolah mereka remaja yang baru kasmaran. Bukannya menjawab, Bara justru terdiam. Ia terus memperhatika

  • Suamiku Menikah Lagi di Vila Milikku   Permintaan Aneh

    "Arka kenapa keluar duluan?" tanya Cintya, saat sudah menghampiri dua laki-laki beda generasi tersebut. Nafasnya agak tersengal, karena berusaha berjalan agak cepat. "Maaf, Ma," jawabnya polos. Cintya kembali mengatur nafasnya. Arka tak sepenuhnya salah. Dialah yang kurang fokus, hingga lalai menjaga Arka. "Lain kali izin mama dulu, kalau mau pergi!' imbuhnya lagi. Arka kecil hanya mengangguk patuh. Terlihat, ia begitu ingin segera memainkan robot barunya. "Arka lapar, kan? Yuk kita makan sama-sama!" Ajakan Bara disambut antusias oleh Arka. Sejauh ini, Arka belum tahu, kalau Bara adalah papanya. "Boleh, Ma?" Lagi-lagi, ia meminta izin mamanya. Cintya memang mewanti-wanti, agar Arka tak mudah percaya pada orang asing. Dan baginya, Bara adalah orang asing, karena ini pertama kali ia bertemu. Namun, sikap lembut Bara, mampu membuat Arka langsung betah bersamanya. Belum sempat Cintya menjawab, Bara sudah membawa Arka memasuki resto makanan cepat saji. Lagi-lagi, Cintya hanya membun

  • Suamiku Menikah Lagi di Vila Milikku   Pertemuan

    "Cintya," gumam Bara dengan perasaan tak karuan. Setelah lima tahun tak bertemu, kini mereka dipertemukan lagi, tapi dengan status yang berbeda. Ya, mereka benar-benar resmi bercerai. Setelah tiga bulan mereka saling berpisah, berharap bisa bersama kembali. Namun, Cintya tak berubah pikiran. Dia tetap menginginkan perceraian. Bara yang memang merasa salah, hanya bisa pasrah. Kini, jarak antara dirinya dan Cintya semakin dekat. Hatinya bagai orang kasmaran, ketika melihat perubahan pada mantan istrinya. Kecantikan Cintya semakin terpancar, meski sudah tak muda lagi. Bara sungguh tak sabar untuk segera menemui Cintya. Namun, lagi-lagi hatinya ragu. "Mama, keren 'kan?" seru seorang bocah. sambil berlari membawa sebuah robot, mendekati Cintya yang tengah sibuk dengan ponselnya. Mendadak, wanita itu menyimpan ponselnya ke dalam tas kecilnya. "Arka mau ini?" tanya Cintya dengan mata berbinar, sembari memperhatikan mainan yang dipegang anaknya. Deg!Terasa ada yang menghantam dadanya. A

  • Suamiku Menikah Lagi di Vila Milikku   Masih Bisa Bersatu

    Cintya memalingkan muka, seolah tak sanggup mendengar ucapan Bara. Di hadapannya, umi tak berhenti mengeluarkan air mata. Antara sedih dan ingin marah, terus menguasai hatinya. "Apa tidak bisa dibicarakan lagi?" Bapak menghela nafas berat. Disandarkannya punggung ke sofa. Semua yang berada di ruang tamu terdiam. Mereka sibuk menyelami pikiran masing-masing. "Kami sudah sepakat, Pak." Akhirnya Cintya angkat bicara, setelah beberapa saat mereka terdiam. Helaan nafas berat, keluar dari mulut bapak. Beliau memijit pelipis yang terasa berdenyut nyeri. "Coba kalian pikirkan ulang. Kasihan Arka!" Umi yang dari tadi diam, kini ikut menyumbang suara. Cintya dan Bara sontak memandangi anak mereka. Anak yang kehadirannya ditunggu, tapi di waktu yang kurang tepat. "Kami sudah memikirkan semuanya, Mi," sahut Cintya cepat, takut pikirannya kembali goyah. Dia yakin, hak asuh sepenuhnya diberikan padanya. Dia juga yakin, mampu membesarkan anaknya seorang diri. Bara masih diam. Dia cukup sada

  • Suamiku Menikah Lagi di Vila Milikku   Mengembalikan

    Mobil hitam dengan plat AG Kediri, terparkir rapi di halaman rumah Cintya. Sepasang suami istri turun, diikuti umi yang sedang menggendong bayi. Hari ini, Bara menepati janjinya kepada Cintya, untuk mengembalikan kepada orang tuanya. Dulu dia meminta baik-baik. Sekarang, dia dengan langkah terpaksa, mengembalikan tanggung jawab Cintya kepada bapaknya. Bukan Bara tak ingin mempertahankan rumah tangganya, tapi kebahagiaan Cintya jauh lebih penting. Dia sadar, bahwa dengan berpisah, istrinya, yang sebentar lagi akan menjadi orang lain, akan lebih bahagia. Sudah cukup dia membuat Cintya menderita, karena ulahnya. Berbeda dengan Bara, umi Khofsoh sedari tadi sudah meneteskan air mata. Dia masih belum rela, harus dipisahkan dengan anal menantu dan cucunya. Lagi-lagi, dia tak bisa berbuat banyak, karena keputusan Cintya sudah bulat. Mereka bertiga, berjalan beriringan. Pintu rumah yang terbuka, menandakan kalau bapak sedang di rumah. "Assalamualaikum," ucap Bara. Cintya yang merasa ini

  • Suamiku Menikah Lagi di Vila Milikku   Setelah Resmi Bercerai

    "Malu, umi punya anak seperti Kamu!" Bara menunduk dalam. "Keluar Kamu, Mas!" usir Cintya. Andai fisiknya sudah kuat, tentu ia akan mendorong Bara sampai ke depan pintu. "Cintya!""Jangan menyentuhku!" tolak Cintya, saat Bara maju beberapa langkah. "Izinkan aku mengumandangkan adzan untuk pertama kalinya, di telinga anak kita!" mohon Bara lembut. Bayi mungil, yang kini terbaring di samping Cintya, mengalihkan perhatian Bara. Ingin sekali Bara menggendongnya, tapi Cintya terus melarang. "Tak perlu! Dia tidak butuh bapak sepertimu!" "Maafkan aku!" "Jika mema'afkanmu bisa mengubah segalanya, tentu akan kulakukan, tanpa Kau minta." "Aku sudah berusaha pulang cepat, Cintya, tapi di tengah jalan, tiba-tiba pecah ban," terang Bara. Dia mengatakan yang sebenarnya. Di tengah hutan, dia harus berjuang mengganti ban seorang diri. Suasana yang gelap, agak menghambat pekerjaannya. Cintya tersenyum sinis. Dia tak mudah percaya begitu saja. Alasan yang klasik. "Apa aku harus percaya? Buka

  • Suamiku Menikah Lagi di Vila Milikku   Murka

    Cintya terbaring lemah, setelah berjuang antara hidup dan mati, seorang diri. Kini, kehadiran seorang bayi mungil, menjadi penyemangat hidupnya. Air mata haru tak kuasa ia tahan, ketika kulitnya bersentuhan, dengan malaikat kecil, yang kini menjadi bagian dari hidupnya. Bayi merah, yang kini sedang mencari sumber makanannya. Umi Khofsoh tak dapat menyembunyikan kebahagiaan yang begitu memenuhi hatinya. Ingin sekali, ia segera menggendong cucunya, tapi urung. Dokter menyarankan, agar sang bayi menyusu. "Cantik sekali!" seru Mela, yang baru saja masuk.Cintya hanya tersenyum, mendengar pujian dari sahabatnya. Hilang sudah rasa sakitnya, kala mendengar tangisan pertama, dari anaknya. Suster kembali membawa bayi Cintya, untuk dibersihkan. ***Paginya, Cintya sudah dipindahkan ke kamar rawat inap. Mela sengaja memilihkan kamar VIP di rumah sakit ini. Cintya juga sudah berganti pakaian. Kondisinya yang masih lemah, ditambah semalam tidak tidur sama sekali, membuat matanya begitu berat.

DMCA.com Protection Status