All Chapters of Luka Istriku karena Cinta: Chapter 11 - Chapter 20
110 Chapters
Bersama Lelaki dari Masa Lalu
"Hai, Fri! Kamu lihat apa, sih?""Eh, i-itu ... ng-nggak, kok. Bukan apa-apa. Udah berapa lama main di bisnis ini, Ar?""Hadeuh. Kamu kayaknya lagi banyak pikiran, ya? Tadi aku bilang kalau mulai mencipta mainan ini setelah kamu pergi. Berapa lama berarti?"Satu tahun?""Tepat, Sayang.""Ar ....""Ups, maaf. Gimanapun aku memang masih sayang sama kamu. Sampai lupa kalau yang di depanku ini istri orang."Pelayan berbaju cokelat menginterupsi kami. Ia membawakan pesananku. "Bill-nya, Mbak?" tanyaku.Arsi memberikan kode dengan tangannya, membuat pelayan itu justru berbalik meninggalkan kami. "Kamu gratis kalau makan dan minum atau belanja di sini saat ada aku.""Jangan gitu, Ar. Bisnis tetaplah bisnis. Jangan dicampur aduk dengan pertemanan.""Siapa bilang kamu temanku?""Lalu?""Maunya jadi apa?"Aku tahu ke mana arah bicaranya, sehingga malas menanggapi. Ujung mataku kemudian melihat pergerakan di meja Mas Zaki. Sepertinya mereka akan pergi. Sebuah ide yang bisa jadi akan membawa ma
Read more
Tersakiti
Pertama kulihat sosok perempuan itu melangkah keluar. Di belakang tampak Laras menyusul, lalu Mas Zaki dan ibu mertua yang sedang menggendong bayi di tangannya. Aku mengerjapkan mata, mencoba menahan agar kaca-kaca tak luruh berubah menjadi aliran panjang di pipi. Di kananku, Arsi menekan shutter kamera beberapa kali, lalu mengembalikan benda itu ke dalam tas. Sejenak ia menatapku."Masih sanggup melanjutkan?"Aku mengangguk. Di depan sana mobil Mas Zaki mulai keluar dari halaman. Arsi bersiap. Tak lama kami sudah meluncur di jalan dan mengikuti mobil suamiku. Pantas saja semua panggilanku tak dijawab. Demikian pula pesan yang terkirim belum terbaca satu pun. Rupanya Mas Zaki sedang sibuk dengan perempuan lain. Aku tak tahu, apakah masih penting mengikuti mereka saat ini. Bukankah sudah jelas bahwa Mas Zaki bersama perempuan itu dan bayinya? Bayi mereka. Makhluk mungil yang aku inginkan lahir di tengah pernikahan kami, ternyata suamiku sudah mendapatkannya lebih dahulu. Dari peremp
Read more
Pertengkaran
Tiba-tiba ponselku berbunyi. Nama Mas Zaki tertera di layar. Sepertinya ia sudah membaca semua pesanku. Mungkin saat ini suamiku itu sudah di kantor. Aku mengabaikan panggilannya dan memilih mematikan ponsel. "Suamimu?" tanya Arsi saat kami sudah keluar dari lift. Aku mengangguk sambil menyaksikan tangan Arsi membuka pintu unit apartemennya. Ia mempersilakan aku masuk. Sekali lagi aku tahu ini salah. Tak sepatutnya dua orang yang bukan mahram berduaan dalam satu rumah. Apalagi statusku yang sudah menikah dan menjadi istri orang lain. Namun, kemarahan dan luka membuatku tak peduli. Toh kami tak melakukan apapun di sini. Aku hanya butuh menjauh sejenak dari Mas Zaki untuk beberapa saat, sebelum siap menghadapi semuanya dan membuat keputusan."Ada dua kamar tidur di sini. Istirahatlah. Kamu pasti lelah. Ambil waktu sebanyak yang kamu mau untuk istirahat, Fri."Aku menatap lelaki berbibir tipis itu. Sesaat aku mengangguk dan melangkah menuju kamar yang ditunjuk Arsi. "Fri ...."Aku s
Read more
Menuntut Penjelasan
"Kamu tanya siapa lelaki itu? Aku akan jawab, Mas. Aku akan beri tahu siapa dia, setelah mendapatkan penjelasan tentang perempuan yang kamu bawa ke rumah Ibu hari ini."Bisa kurasakan tubuh Mas Zaki membeku. Perlahan ia melepaskan cekalannya. Tanpa kata. Sungguh, diamnya bukan yang aku harapkan. Bahkan aku rela mendengar kemarahannya saat dia tahu istrinya bersama Arsi seharian ini, asalkan Mas Zaki mau menjelaskan tentang perempuan itu. Tentang pernikahan kami yang sepertinya belum semua kupahami.Perlahan tubuhnya bergeser tak lagi menghalangi jalanku. Lemah sekali kamu, Mas. Kemana Zaki Indra Rahmadian yang selalu gentle di depanku?Segera aku melangkah ke kamar. Rasanya tubuh ini remuk hingga ke tulang. Padahal aku tahu, yang sakit bukanlah raga, melainkan hati. Perjodohan ini awalnya memang berat untukku, karena tak ada cinta di dalamnya. Selain itu, aku merasa jadi orang paling jahat di dunia karena menyakiti Arsi. Dia lelaki yang tak pernah sedikitpun membuat aku menangis atau
Read more
Maaf
Aku tersenyum getir membaca semua pesannya di layar aplikasi hijau, lalu bergumam seorang diri."Kamu tahu rasanya diabaikan sekarang, Mas. Mungkin sementara ini, aku akan tetap mengabaikanmu."Aku berganti mengecek pesan yang lain. Ada nomor baru yang tak kukenal."Fri, kamu baik-baik aja, kan?"Melihat nada khawatir dalam kalimatnya, aku tahu itu dari Arsi. Pesan itu dikirim semalam. Satu jam setelah aku masuk ke dalam rumah. Arsi pasti melihat sosok Mas Zaki yang tampak marah tadi malam di depan pintu. Dia tentu khawatir jika suamiku sampai berbuat kasar. Ternyata ada satu lagi pesannya yang dikirim sepuluh menit lalu."Fri, kamu dah bangun? Kamu harus kuat, Sayang. Semua pasti akan selesai dengan baik. Aku selalu mendoakanmu dari jauh."Dengan cepat aku mengetikkan balasan untuknya. Arsi terlihat online saat ini. "Terima kasih, Ar. Aku baik-baik saja."Di bagian atas layar terlihat Arsi sedang mengetik. Balasannya terlihat satu detik kemudian. Tak ada kalimat sama sekali di sana
Read more
Tidak Seperti yang Kamu Pikirkan
"Haruskah aku memaafkan sebuah pengkhianatan, Mas?"Tangan yang memeluk pinggangku itu kini merenggang. Wajahnya pun menjauh dari leherku. Terdengar kursi yang berderit karena terdorong oleh tubuhnya yang mundur perlahan. "Apa maksudmu? Aku nggak pernah berkhianat, Wid."Kulemparkan senyum paling pahit untuknya. "Sudah selingkuh masih bilang nggak berkhianat?""Tunggu. Kamu bicara apa? Siapa yang selingkuh? Siapa juga yang berkhianat? Walau kita mengawali pernikahan ini semata karena birrul walidain, sebagai bakti pada orang tua, tapi aku nggak pernah mengkhianatimu, Wid."Tanganku terulur ke saku daster untuk meraih ponsel dan melakukan panggilan. Terdengar suara berat di ujung sana."Fri?" Nada khawatir jelas terdengar dari suara Arsi."Ya.""Kamu kenapa?" Aku tersenyum mendengar dia masih khawatir bahkan setelah luka yang pernah tergores di hatinya."Tenanglah. Aku baik-baik aja. Kamu bisa kirim foto kemarin?""Oh, tentu bisa.""Aku tunggu sekarang, ya. Makasih."Tanpa menunggu j
Read more
Ayo Bercerai Saja
Entah berapa lama aku tak sadarkan diri. Saat mata ini terbuka dan berhasil menyesuaikannya dengan cahaya sekitar, aku sudah berada di ruangan beraroma rumah sakit. "Wid? Alhamdulillah kamu sadar."Aku menepiskan tangan kanan yang sedang diciumi Mas Zaki. Entah sejak kapan ia melakukan itu. Dengan kepala yang masih terasa berat, aku mencoba mengingat apa yang terjadi. Tiket, Arsi, apartemen, dan foto. Semua berkelebat di kepalaku. Ya, aku ingat sekarang. Terakhir kami bertengkar, tapi Mas Zaki belum juga memberikan penjelasan tentang hubungannya dengan perempuan itu. Ia justru mencurigai aku dan Arsi. Sungguh seperti maling yang teriak maling. "Wid, makan dulu, ya. Kapan terakhir kamu makan? Badanmu sampai lemah banget gini. Pergi seharian memangnya nggak dikasih makan sama Arsi?"Aku diam saja. Entah mengapa, kali ini Mas Zaki dengan ringan menyebut nama mantan kekasihku itu. Tangannya terulur mengambil mangkuk berisi makanan khas rumah sakit. Aku menutup mulut dengan dua tangan k
Read more
Hamil
"Kami saling mencintai, Wid."Hatiku bagai disayat bambu mendengar kalimat itu. Namun, sekuat mungkin aku mencoba menahan untuk tidak menangis. "Jiwa mudaku berontak saat itu, Wid. Bukankah laki-laki bisa menikahkan dirinya sendiri? Akhirnya aku tetap melangkah walau tanpa restu. Toh, Hana sudah mengalah dan menjadi muallaf. Namun, ternyata restu orang tua adalah kunci kebahagiaan hidup. Lima tahun menikah, kami tak dikaruniai keturunan."Mas Zaki bangkit dan kembali duduk. Tangannya mengusap kedua mata yang kini merah. Baru kali ini aku melihatnya menangis."Hana tahu tentang pernikahan kita?""Ya. Dia datang saat akad, dan pulang di pertengahan acara resepsi."Memoriku berputar. Kini aku tahu kenapa malam pertama kami baru berlangsung di hari kedua."Dia yang menelepon kamu di malam pertama kita?"Mas Zaki mengangguk dan kembali meraih tanganku. Menciuminya berulang kali. "Maafkan aku."Aku memalingkan wajah. Menahan sesak yang menyumbat di dada dan seperti ingin meledak. "Hana m
Read more
Berbagi Malam
"Dia bisa tetap bahagia, walau hanya bersama ibunya," sanggahku. "Nggak, Wid. Hidupnya akan pincang. Tak ada figur ayah, adalah bencana untuknya.""Aku bisa mencarikan figur ayah untuknya."Mata lelaki di depanku itu membulat. Mulutnya setengah terbuka. Detik berikutnya ia meraih daguku dan sedikit mengangkatnya. Perlahan wajahnya mendekat, hingga hampir tak ada jarak di antara kami. Bibirnya bergerak, lalu mengucap satu kalimat."Kamu pikir, aku rela dia hidup dengan ayah tiri?"Napas Mas Zaki terasa panas menyapu seluruh wajahku. Aroma khas tubuh kekar itu sejenak membuatku ingin memeluknya. Namun, semua yang terjadi beberapa hari terakhir masih meninggikan egoku. Sekali lagi, aku ingin menjajaki kedalaman rasa di hatinya."Kalau bertahan hanya demi anak ini, bukankah kita berdua akan hancur? Untuk apa menahanku, kalau nggak ada cinta di hatimu?"Mata suamiku seketika berkilat marah. Ia meletakkan mangkuk ke meja di samping tempat tidur. Tangan kirinya kini menahan kepalaku dari be
Read more
Hana Datang
Mas Zaki tersenyum. "Memangnya, kamu udah siap?"Hening menyelimuti kami beberapa menit. Aku diam tak mampu mengucap kata, juga tidak bergerak. Hanya tangan Mas Zaki yang terus menelusuri wajahku. Mata, hidung, pipi, dan bibir. Gerakan itu dilakukannya berulang-ulang, hingga ia menjatuhkan tubuh, dan membenamkan wajahnya di lebat rambutku. "Aku hanya akan melakukan yang kamu suka," lirihnya. ***Sejak hamil, Mas Zaki hampir tak pernah mengajakku ke rumah Ibu. Mertuaku itulah yang kini sering berkunjung bersama Laras. Tak jarang mereka bahkan menginap. Seperti hari ini. Sejak kemarin keduanya bermalam di rumahku. Kangen katanya. Aku dengan senang hati menyambut keduanya, apalagi Mas Zaki ada jadwal tugas keluar kota.Namun, Ibu dan anak itu sepertinya sudah diamanahi oleh Mas Zaki agar menjaga dan mengawasiku. Laras terutama. Dia sangat protektif dan seakan menggantikan posisi Mas Zaki saat suamiku itu tidak di rumah. "Udah, Mbak Widia duduk aja di sini. Nonton drakor sama aku. Bia
Read more
PREV
123456
...
11
DMCA.com Protection Status